Supelo sesungguhnya
bukan FB maniac,juga bukan seperti dibilang pamflet google “orang
stress update status melulu kerjanya”. Ia baca FB memang lagi ga
ada kerjaan. Drpd bengong. Tak heran temen Fbnya sedikit. Belakangan
ini ia agak sering buka FB, hanya untuk memantau status temannya yg
mengaku bernama Kismiati. Jelas bukan daya tarik fisik yg
menyebabkannya agak ketagihan, sebab foto profilenya abstrak. Cuma
data Fbnya mengatakan Kismiati adalah perempuan single usia bawah 30,
dan peminat hal-hal jawa. Kismiati memang sering menyampaikan perihal
jawa, termasuk wayang, primbon (cinta) dan pengetahuan jawa.
Sebetulnya yg merespon sedikit tetapi yg like buanyak baget. Temen
Fbnya ratusan,....namun dengan gaya aneh-aneh, khususnya foto profil
mereka. Kebanyakan pria. Misal. Nama Sasongko subroto, fotonya pemuda
bule pake blangkon solo plus beskap. Ato Sastro Wiwoho, laki bule
pakai blangkon plus surjan. Rata-rata dandana mereka waton,
asal-asalan. Kelihatan wagu mereka abaikan, yang penting menunjukkan
“rasa” jawa. Posena pun cengengesan pula. Supelo heran, hampir
semua semua temen Fbnya, cowok-cewek, orang bule dan rambutnya juga
banyak yang tidak hitam. Topik status Kismiyati tergolong tidak pop,
bahkan “berat”. Misal: wirid hidayat jati, buku diterbitkan Tan
Koen Swie th 1941 di Kediri. Ini prosa karya Ronggowarsito. Berisi
ajaran moral. Termaktub 8 syarat u/ mjd guru ilmu jaya kawijayan dan
pujangga. Wow, berat mau meresponnya. Tapi krn status diracik secara
serius sehingga sangat bisa dinikmati oleh Supelo. Di luar dirinya,
hanya segelintir yg serius merespon. Sisanya cuma menimpali alias
nge-ngongi doang ! entah kenapa Supelo ketagihan dng apapun yg
ditulis Kismiati. Lebih-lebih setelah Kismiati buka OL sama Supelo.
Mesi tak setiap hari OL – dan kayaknya si Kismi sengaja jaga
ritmenya. Se-olah2 ia tahu kapan Supelo sibuk kapan Supelo butuh
penyegaran setelah bekerja sepanjang hari.
Berikut kutipan OL
mereka setelah bbrp kali OL.
K: Capek ya Ms.
S: iyo-lah
lumayan...(tp segera disambung) eh enggak, enggak capai skrg kalo
situ nginbox ku
K: bs aj ms. td
ngerjain kata apa? (Kismiati tahu Supelo editor ensiklopedia jawa)
S: katuranggan
K: ilmu milih kuda
ya....
S: bukan hanya
kuda....burung juga
K : wanita juga kan ?
Katurangganing wanita. Ciri-ciri fisik wanita yang baik. Orang jawa
percaya bahwa ciri-2 fisik mempengaruhi emosi dan sifat-sifat lain.
Misal, bibir tipis artinya suka ngrumpi. Betul kan ?
S: yo embuuh, yang
perempuan kan kamu. Bukan aku.
K: ya tapi aku kan
dudu wong jowo....
S : lho terus wong
soko endi ?
Kismiati tak segera
menjawab.
S : lho malah mingkem,
opo kowe soko planet ?
Hubungan putus. Supelo
termangu. Ia coba kontak, ga direspon.
S : tok...tok...kulo
nuwun diajeng....kulo nuwun.
Tak ada respon. Supelo
merasa bersalah. Besok ia coba lagi nginbox Kismiati. Ia minta maaf
tpi ga direspon juga. Galau Supelo. Entah kenapa. Kok ia jadi resah,
pengin marah tanpa juntrung. Tiba-tiba sepi. Dunia sunyi padahal di
luar sana, hanya beberapa puluh meter dari tempat Supelo duduk,
jalanan macet. Bunyi klakson bertalu-talu, ditingkah teriakan
pengendara motor yang terpanggang matahari gara-gara macet. Ia
sendiri heran. Memang Kismiati itu siapa sih ? Wajah aja ga jelas.
Siapa tahu hidungnya malu nongol. mBleseg binti pesek. Siapa tahu dia
setengah manusia setengah Vulcan dari planet yang jauhnya ndak
karuan,kupingnya lucu kayak Mr Spock ! Jangan-jangan mukanya tirus,
bimoli (bibir monyong lima senti) pula. Dari jauh kelihatan wajahnya
tak simetris. Supelo sendiri heran mengapa penasaran sama perempuan
yang mau-enak-sendiri, tak mau pajang wajah. Takut kelihatan jeleknya
kan ? Berarti dia itu tertutup orangnya. Istilahnya kalo laki, tidak
jantani. Krn dia perempuan, ya tidak mbaboni. Jujur ia akui , cuma
kenal tulisan tok bisa jadi lebay. Pesan indox Supelo cengeng .
Walah lebay banget. Cengeng. Tp ga direken sama Kismiati. Sampai
akhirnya di hari ke 4 setelah putus hubungan, Supelo kumat ngawurnya
saat nginbox Kismiati.
S: Oke aku yakin kau
bukan wong jowo apalagi puteri solo yen mlaku koyo macan luwe. Kowe
lakune koyo jaran kepang luwe. Gulung koming ra karuan. Kowe ra reti
kan boso jowo?
Ga direspon juga.
Esoknya Supelo nginbox Kismiati lagi.
K : Kalo kamu wong
jowo ato merasa bisa jadi wong jowo, jajal terjemahkan ini dalam
boso kromo inggil. Bapak turu aku adus. Pasti ga bakal bisa, wong
planet dikon boso, ra bakal iso. Uu..u!
Eh 3 menit kemudian
dia jawab
K : bapak sare kulo
siram
S: ha...ha...ha..
ketahuan kan wong jowo lahir di planet Mars
K : ga lucu
S: ya emang, kowe yang
ga lucu
K : kok mas ngatain
aku gitu sih ?
S: ya jelas, wong
bercanda gitu aja, nesu
K : iyalah, masak aku
dikatain wong planet !
S : tapi emang bukan
kan ?
K : bukan apaan ?
S : bukan orang dari
planet ?
K: Akh, ya bukan lah
!!
S : ya sudah. Emang
masalah buat lu ?
Tak ada tanda-tanda
respon tapi OL tidak diputus. Setengah jam kemudian...
K : mas, kita
ketemuan yuk ?
Bak dihajar petir di
siang hari yg cerah tanpa mendung. Supelo kaget membacanya.
Perempuan ini sedheng ( = sinting) kali ya. Ngapain gitu lho?
Tampangku jelas ga ganteng, jelek banget juga enggak sih tp yang
jelas aku tidak modis. Dan itu aku akui. Ga pernah nyombong ato pamer
pinter sekalipun. Apa yang akan diperoleh dari laki-laki biasa,
sangat biasa seperti diriku? Mbayol juga ga bisa. Nyanyi, mblero.
Nggitar apalagi. Ketrampilan ini digandrungi kaum Hawa. Begitulah
pkiran Supelo sehingga wajar bila ia tak segera merespon
Setengah jam kemudian
....
K : ngapa mas
ragu-ragu ?
Lhoh kok dia tahu aku
bimbang, pikir Supelo
S: ga papa ketemuan,
tapi jangan sekarang. Lagi banyak kerjaan....
K: walau 10 menit
saja?
Ya kan, cewek ini
sedheng kok. Dindng FBnya nyebut domilisi Jakarta tapi mau ketemu 10
menit.....?
S: tahu posisiku
dimana ?
K: Yogyakarta
S: so, kok maha
penting banget dari jakarta ke yogya hanya untuk 10 menit ?
K: Emang masalah buat
elu ?
Edan, edan, edan ! ini
emang cewek edan. Titik. Ia diamkan saja. Setengah jam kemudian
K: mas....marah ?
enggak marahkan ? Ayolah mas, ojo nesu. yen ora iso ora opo-opo tapi
ojo nesu karo aku yo ?
Bagaimana pun
tersentuh hati Sepelo baca pengakuan Kismiati
S : Kamu serius ?
K : sejuta serius.
Bener . sumpah !
Supelo jadi mikir.
Cewek kalo mau ketemu cowok tidak ganteng, tidak keren, tidak kaya
pasti cewek jelek. Tidak laku pula. Eh tiba-2 Kismiati menjawab
keraguan Supelo.
K : bukan watakku
sombong, aku tak sejelek yang mas bayangkan. Yakin deh.
Lho kok tahu dia apa
yg kupikirkan, kata Supelo dalam hati.
S : oke. Kita ketemu
tapi boleh aku tahu agendanya apa ?
Agak lama baru dijawab
Kismiati
K: umpama aku pajang
foto profilku, dan ternyata....ah enggak jadilah.
S: what ? go on ....
K: aku kepingin
diskusi bab tipe perempuan menurut pemikiran wong jowo. Skripsi mas
kan membahas perempuan-perempuan ledek di daearah di Jawa Timur.
Mestinya paham dong apa itu Ratna Kencana, Puspa megar , Amurwa
Tarung, Condro Welo...... ?
Kok sempat-sempatnya
ia mau baca skripsiku. Pasti ia ke perpus di Sekip untuk membacanya.
S: dua yg terakhir ga
pernah dengar, yg kutahu tipe wanita seperti kunci mas, Lintang
kedip, ...padmonegoro, nariswari....
K : dari kacamata
seksual ya....menurut kamasutra kan ?
Tersipu Supelo...tapi
ia mengakui wacana Kismiati luarbiasa.
K: kategori tipe yg
kusebut tadi lebih komplit. Malah bab seks lebih detil. Misal condro
welo. Ini tipe wanita pemurung dan se-olah2 selalu dirudung
ketakutan. Bibirnya mungil, bimoli dikit....bibir monyong lima senti
eh..mili....ia perasa, peka thd gejolak hati lawan bicaranya.
Kelemahannya, pemalas dalam seks . ogah-ogahan. Kurang bisa
menikmati seks scr wajar.
S : aku sbg apa? Nara
sumber juga kalah sama kamu
K: entar juga mas tahu
sebagai apa. Ketemu makan siang besok di Hotel Ibis. Dagen ya mas ?
Resto di Hotel Ibis
tetap terlalu wah banget bagi Supelo meski bukanlah asing baginya .
Sudah banyak sekali hotel berbintang yang ia kunjungi. Ia kerap jadi
panitia seminar topik jawa. Pelayan resto menyambut dan
mengkonfirmasi namanya. Begitu Supelo mengangguk, pegawai cantik itu
menawari minuman hangat ato dingin. Supela minta es teh.
Supelo duduk terpaku
tanpa melakukan sesuatu, tak baca koran yang disediakan resto, atau
pegang BB atau buka laptop. Hanya duduk diam mematung. Ia memang
datang lebih awal 10 menit. Tiap kali pintu resto dibuka, ia
perhatikan seksama. Jika tamunya wanita ia tegang. Ini kah Kismiatia
pikir Supelo. Ternyata bukan.
Terdengar deru mesin.
Masuk bis wisata ke halaman parkir depan. Tak seberapa lama rombongan
wisman yang turun dari bis masuk resto. Tidak semua memang tapi tetap
saja berisik. Semua wisman bule. Yang cewe bahkan cuma pakai jin dan
beha doang. Supelo mengakui wisman cewe kali ini rata-rata keren,
manis dan kulitnya mulus bersih. Hampir semua meja terisi. Mereka
tak mau mengusik meja Supelo. Mendadak salah satu cewe bule nyasar ke
meja Supela. Ia tersenyum. Manis sekali. Supelo membalas dengan
senyum seramah mungkin meski batin nggrundel karena si wisman pasti
keliru meja. Meja kursi sudah ditempati kok datangi juga. E,malah
langsung duduk, gerutu Supelo. Ia lihat sekeliling ruangan. Diujung
sana masih ada dua-meja kosong, kok turis ini malah milih ke sini,
sih. Manis sih manis tapi mbokya-o jangan kampungan ngono, batin
Supelo.
“Mau pindah ke sana
kita ?” tanya wisman manis itu.
Supelo melongo.
“Kita?” batin Supelo. Ia tak heran sama sekali sama turis bule
lancar bahasa Indonesia. Tapi tak membuatnya terkesanm cuma Ia
memang tidak biasa segera menolak tawaran apapun. Ia cuma bisa
menatap bengong.
“Oh, maaf ya mas,
saya belum memperkenalkan diri.....” kata si cewe bule lalu menatap
Supelo seperti menunggu reaksi Supelo. Reaksi Su;pelo tetap blank dan
melonngo. Cewe bule mengajak salaman. “ Saya Kismiati, mas...”
Jeger ! jantung Supelo
hampir mbledos saking kagetnya. Sama sekali diluar dugaan kalau
Kismiati teman facebooknya itu bule. Cantik manis pula. Supelo
menatap Kismiati tak berkedip lama sampai disadarkan oleh teman fbnya
itu. “Mas.....” Segera Supelo berdiri menyambut uluran tangan
Kismiati. ”Oh...sil...sil..silakan duduk..(padahal sudah dduk) .mau
pesan minuman apa ?”
Pelayan resto datang
mengantarkan minuman jus dan sebotol Aqua. “Termia kasih Mas
Supelo, saya sudah pesan dari taksi sebelum sampai di sini....”
Meski upaya Kismiati
sudah maksimal muntuk mencairkan suasana yg beku akibat terguncangnya
sukma Supelo, tetap saja Supelo masih kikuk. Mana suasana kian
hiruk-pikuk dengan bertambahnya wisman yang masuk resto. “Mas mau
pesen makanan apa, sekarang sudah jam 12 lewat lho, ...?” kata
Kismiati.
“Nanti saja....aku
minum dulu,” kata Supelo sembari mengambil es tehnya.
“Mas pengin makan di
luar ?.....SGPC selokan misalnya....?” ajak Kismiati.
Supelo sampek tersedak
mendengar tawaran Kismiati yang buru-buru minta maaf. Campur baur
perasaan Supelo sehingga ia hanya bisa mengangguk saja. Mereka ke
warung SGPC naik taksi yang langsung dibooking Kismiati untuk
menunggu mereka. Jam satu memang mulai sepi warung SGPC . Menunya
tidak lengkap tapi setidaknya Supelo lebih lega batinya seolah-olah
dirinya dikembalikan ke dunianya kembali. Ia sama sekali lupa bahwa
biasanya ia heran, kok Kismiati tahu ia lebih suka ke suasanan macam
SGPC daripada dugem.
Maka Supelo mulai
giras. Ia menuju display menu yang tersisa, dan pesan nasi pecel ke
sukaannya. Dari jauh ia menatap Kismiati nyang segera berteriak,
“Samakan saja Mas “. Tamu warung cuma 3 orang. Lebih banyak
karyawan warung. Semuanya spontan memperhatikan Kismiati dan Supelo.
Seo-lah mereka pasangan seleb. Walau terbersit perasaan tak enak
namun diam-diam Supelo bangga juga bawa perempuan sangat keren, bule,
tapi bisa bahasa Indonesia lancar dan lebih hebat lagi...sudah akrab
begitu. Kecanggungan Supelo sirna dengan sikap Kismiati yang “biasa”,
seolah-olah ia memang sahabat lamanya. Ia makan nasi pecel leko
seperti dirinya tanpa banyak bicara atau bersikap berlebihan. “Kamu
pernah makan di sini ya,” tanya Supelo.
Kismiati menggelengkan
kepala tanpa menghentikan aksi makannya. “Pernah mencicipi pecel
juga?” Kembali Kismiati menggeleng kepala.
Supela menghentikan
makannya dan itu mengganggu Kismiati. “Emang masalah buat elu ?”
canda Kismiati. Tentu saja Supeo tersenyum, dan demikian juga
orang-orangyangmendengarnya.
Salah seorang karyawan
warung yang rupanya kenal sama Supelo bertanya lantang, “Temen lama
Mas ? Asalnya mana ?”
“Dia ini baru saja
turun...baru saja, tuh masih hangat badannya,...baru turun terus
jemput aku pakai taksi,” seloroh Supelo.
“Dari bandara Adi
Sucipto? Tadi naik pesawat ?”
“Bukan. Dia turun
dari Kahyangan. Batara Narada menghukum dia agar ke bumi. Benerin
orang kayak aku ini....” seloroh Supelo sembari tertawa. Kontan
Kismiati tertawa demikian juga orang-orang di warung.
Merasa tak enak,
Kismiati lalu ia segera mengatakan kepada semuanya bahwa dirinya
berasal dari Belanda dan di Indonesia dalam rangka studi jawa.
Supelo baru tahu kalo Kismiati orang Belanda.
Di dalam taksi dalam
perjalanan balik ke hotel, Supelo menanyakan menapa pakai nama
Kismiati. “Pakai nama samaran saja, sudah buanyak yang mbututi aku.
Apalagi pakai nama asl,” ujar Kismiati. Menurut Kismiati mereka
bukan sahabat. “Mereka laki-laki, betul kenal aku di Eropa, tetapi
sesungguhnya mereka mengincar diriku.”
Mengincar? Emang situ
mangsa mereka apa ?
Kismiati tersenyum dan
tiap kali Kismiati tersenyum, jantung Supelo seperti kram. Mogok
berdetak lantaran kurang oksigen. Supelo memang sedang tahan nafas,
saking gemes oleh senyum manis Kismiati. “Mas akan tahu sendiri
nanti. Kukira tak penting membicarakan mereka,” tambah Kismiati.
Sampai di hotel
Kismiati ngeloyor jalan saja menuju lift tanpa perlu memantau
temennya ngekor enggak. Sampai di dalam lift Kismiati tengak-tengok
mencari-cari Supelo. Ternyata Supelo masih berdiri di lobi depan
resto. Terpaksa Kismiti mendatangi Supelo.
“Mau kemana?”
tanya Supelo.
“Ke kamar lah,
katanya kita mau diskusi...”
“Kenapa tidak di
kafe sini saja....” saran Supelo sambil menunjuk restoran.
Kismiat menatap
dalam-dalam Supelo sebelum mengangguk tanda setuju.
Mereka mengambi meja
di tengah. Kali ini sepi, soalnya sudah jam 2. Pelayan datang. Supelo
minta kopi hitam dan snack. Mereka pun ngobrol bla-bla bab keadaan
Jakarta, lalu kopi dan pesanan Kismiati datang, lalu mereka mencicipi
pesanan mereka, lalu ngobrol lagi sampai tiba-tiba Kismiati
mengalihkan topik pembicaraan. “Aku belukm punya pacar, mas sudah
punya?”
Supelo gelagepan
ditodong pertanyaan menjurus begitu.
“Emmm, belum juga,
cowok kayak aku cewek mana yang mau....” kata Supelo merendah.
“ Aku” kata
Kismiati datar. Supelo langsung tergelak.
K : Aku belum punya
pacar, mas juga belum punya. So ?
Supelo masih
cengengesan sementara Kismiati terus memancing. “So?” kata
Kismiati.
Melihat Kismiati
kelihatan serius, tidak sedang bercanda, Supelo berhenti
cengengesan.
K : kenapa mas ga coba
bilang, “aku belum punya pacar, kamu juga, kenapa kita tidak
pacaran saja?”
Spontan Supelo tertawa
ngakak. “Ha...ha...ha....” Tapi Kismiati diam. Diam dengan bibir
terkatub rapat. Sehingga Supelo terpaksa menghentikan tawanya.
“Kenapa mas tertawa
begitu ? Sepertinya mas sedang menertawakan kekonyolan....”
Supelo diam merenung
serius sebelum menyruput kopi panasnya. Lalu menatap tajam Kismiati.
Kismiati balas
menatap.
“Kamu terlalu mewah
bagiku.”
“Tapi aku jatuh
cinta padamu, Mas,” kata Kismiati lirih tapi tegas.
Kaget sih jelas tapi
secepat kilat Supelo menyadari keadaannya. Ia tipe orang yang logis.
Segala sesuatu harus dipandang dalam kacamata logis. Kismiati itu
bidadari. Sudah jelas cantik, seksi, mulus, tinggi semampai, sintal,
santun, rendah hati, kaya, pinter, harum,....apalagi? Sedangkan
dirinya itu apa? Tidak ada apa-apanya kalau mau disanding sama dia.
Andai film seri TV the beauty and the beast dibuat lanjutannya,
pastilah episode ini....demikian Supelo berdialog dengan dirinya
sendiri. Supelo tak bisa segera menjawab, tak kuasa menjawab. Ia cuma
bisa bengong dan bengong.
“Oke...ga papa, “
kata Kismiati sambil nenghela nafas. Tampaknya ia menahan kecewa
tetapi berusaha menyembunyikannya. Ia yakin Supelo belum punya
kekasih maupun gadis yang ditaksir. Tapi mengapa. Ia berpokir keras.
“Tenang mas, tenang “ sarannya, padahal justru dia sendiri
sedang menenangkan diri.
“Umpama mas belum
bisa jawab sekarang ya ga papa. Aku mau naik ke kamarku,mau mandi.
Umpama sudah mau jawab, langsung saja naik ke lantai 3, cari kamar
29. Ingat ya mas 3-2-9. Sampai kapanpun aku tunggu, kecuali jawaban
mas, TIDAK. Ato paling gampang adalah mas tinggalkan hotel ini nanti
atao kapan saja. Dan itu sudah suatu jawaban bagiku. Oke ?
Siupelo masih
termangu, hanya bisa memandang Kismisati saja.
Supelo tepekur,
merenung dalam-dalam. Ia sesungguhnya, tak percaya apa yang baru saja
dialaminya. Pada saat begitu ia meimilih untuk menenangkan diri dulu.
Ia pesan kopi hitam lagi. Dan kripik atau gorengan seperti balok
atau tempe....
Pesanan Supelo datang,
Ia tak terbuai oleh mimpi yang bakal terwujud jika ia naik ke kamar
Kismi di lantai 3. Terlalu mudah dan surgawi bagi Supelo malah tidak
bagus. Ia percaya banget setelah tertawa terpingkal-pingkal tanpa
sebab – misal nonton dagelan – biasanya akan datang kesedihan
mendalam. Sebaliknya jika kena apes, akan kejatuhan rejeki –
apapun. Jangan heran bila lihat Supelo pasip saat lihat dompet
tergeletak di jalan. Jika ia ambil, kerugian yang bakal menimpanya
lebih besar daripada nilai uang dalam dompet itu. Pernah temennya
misuh-misuh gara-gara Supelo mengembalikan kelebihan kembalian uang
yang diberikan petugas pom bensin.
Supelo tak mau gegabah
sebab ini perkara besar – dan sama sekali tak terlintas dalam
benaknya bahwa surgawi yang bakal ia reguk itu supra eksotik. Selalu
ia pertimbangkan pahit-asamnya dulu daripada manisnya. Lama ia ngopi
sambil termenung. Beberapa kali ia menarik nafas panjang. Untung ia
tidak merokok. Panggilan azan menyadarkannya ia pergi ke musholla.
Usai sholat Supelo berdiam diri di mushola cukup lama. Entah duduk
atau tidur orang-orang tahunya ia betah di dalam musholla sampai
magrib. Usai shalat jamaah baru ia kembali ke resto hotel lagi. Kali
ia pesan teh manis panas dan kletikan macam peyek, rengginang.
Tampilan Supleo kini lebih segar dibanding sebelumnya yang tampak
kusut.
Ia menempati meja
kursi yang sama. Koran sore disediakan resto tapi Supelo memilih
tidak ngapa-ngapain, dan sesungguhnya ia tak tahu mau apa kecuali
menunggu. Menunggu apa juga ia tak tahu persis gunanya. Sebab jika ia
ingin bicara dengan Kismiati, bisa aja minta tolong orang kafe untuk
memanggilnya – ia tak mau ke kamarnya. Lebih baik menunggu bola
saja, setidaknya tidak pulang. Pulang berarti penolakan. Supelo bukan
menutup puntu cinta bagi Kismiati. Ia cuma butuh waktu untuk
meyakinkan diirinya bahwa cintanya ini bukan seperti nemu sekarung
intan berlian di tepi jalan. Dan ini bisa tidak membawa berkah. Biar
saja orang omongin dirinya kolot atau bodoh.
Seorang lelaki
perlente usia 30-an datang lalu mengulurkan tangannya untuk
berjabat.
“Saya Bram van
Jaarke, kerabat Kismiati.....”
Supelo segera
menyambut tangannya sambil menyebut namanya.
Tanpa basa-basi si
pendatang mengatakan bahwa dirinya itu kerabat tua Kismiati. Ia juga
menjelaskan bahwa dirinya ikut FB dengan nama Bambang Sumantri.
Supelo coba mengingat-ingat temen FB yang mana ya. Wajahnya indo.
Ganteng, perlente, persis Roy Martin muda.
Si Bram “Roy Martin”
membeberkan bahwa nama Kismiati sebenarnya Kizzy van Jaarke. Kizzy
nama Gipsi, artinya murah hati. Bram mengaku asli dari Belanda,
Holland. “Dalam diri Kizzy mengalir darah gypsy. Neneknya gypsy
asli. Papanya campuran Jawa-Belanda. Tentu Anda bertanya-tanya, aku
ini mau apa sih ? Yah, saya sekedar melaksananakan pesan nenek Kizzy
untuk menjaga Kizzy.”
“Memang dia kenapa
?” tanya Supelo.
Menurut psikiater ia
penyandang nymphomaniac. Ia tergila segala hal jawa. Apa saja,
makanya ia mempelajari hal-hal jawa. Ia ambil studi jawa dan
memperadalamnya sampai S 2 sekarang. Ia juga belajar dan ikut
karawitan dan seni tari di Solo. Semua gending dan wayang ia kuasai.
Masalahnya, cakupan nymphomaniac termasuk laki-laki. Sex ! Entah
bagaimana kelainan ini sampai bocor dan anda lihat sendiri begitu
buanyak laki-laki menunjukkan kesan bahwa dirinya jawa di FB Kizzy.
Tentu pihak keluarga prihatin, sebab keluarga kami cukup terpandang
di Hollad maupun Eropa. Namun untungnya ia masih rasional. Tak
membabi buta. Cuma nenek berpesan supaya saya menjaganya sampai ia
menemukan orang yang tepat,...dan sekarang kayaknya saya mau pulkam.”
Pulang kampung Holland
? tanya Supelo. Bram mengangguk. “Emang Kismi eh Kizzy sudah
mendapatkan pria yang tepat ?”
Bram mengangguk yakin
sembari tersenyum lega. “Ya, pulanglah. Waktuku terbatas, aku musti
pulang ke ‘asalku semula’ ...selesai tugasku”, tambahnya. Bram
berdiri mau minta pamit.
“Wuoo, wo,
woo...bag, bagaimana kalo ternyata ia belum menemukan pria yang tepat
? “ tanya Supelo.
“Emang kenapa ? “
pancing Bram.
“Ya...tidak bagus,
tidak bagus bagi Kismi, eh, Kizzy,....”
“Ya “ kata Bram.
“berarti muncul kemungkinan kekurangan Kizzy akan dimanfaatkan ”.
“Dimanfaatkan
sebagai budak nafsu...” Supelo mempertegas.
Bram mengangguk dengan
eskpresi sedih.
“Berarti Anda tidak
sayang dong sama Kizzy....” tegur Supelo.
“Sayang, “ tandas
Bram. “tetap sayang sampai kapanpun. Yang memberi nama samaran di
FB itu dia.
Kizzy paham wayang. Ia
tahu Bambang Sumantri sayang banget sama adiknya, Sukosarono, ato
Sukrosono, raksasa
kerdil tapi sakti dan berbudi luhur..”
“Ya, tapi kan beda
banget. Beda jauh , ibarat langit dan bumi, kata Supelo.
“Antara siapa ?”
“Kismiati dan
Sukosrono.”
“Oh, kamu
mempertimbangkan fisik ya...oh ndak papa. Wajar menilai orang dari
fisiknya”, kata Bram. Komen Bram mengetuk nurani Supelo. Selama ini
ia tak pernah semata-mata mempertimbangkan aspek fisik. Bram alias
Bambang Sumantri menjabat tangan Supelo untuk pamit. “Good luck,
God bless you.”
Bram ini jelas indo,
tapi Kismiati jelas bule londo. Cuma memang kulitnya agak kemerahan,
tidak putih banget. Rambutnya hitam dan ikal. Mungkin pengaruh darah
Gipsi kali.
Beda sekian detik
mungkin, Kismiati muncul, pas Supelo memperhatikan pintu masuk. Ia
tampak cantik dan anggun dengan jin dan kaos putih. Supelo juga
mencari arah kemana Bram pergi baru saja,...tapi kok saja tidak
tampak sama sekali. Mosok ia bisa menghilang kayak jin. Entah Bram
lewat mana yang jelas Supelo tahu Bram tidak berpapasan dengan Kizzy,
eh, Kismiati.
Kismiati tersenyum
lepas bagitu tahu Supelo masih di kafe hotel.
“Mas masih di sini
to ? Kok diam saja, kalo aku tahu pasti aku temani. Capai ya mas ?
aku kejam ya mas ? mestinya aku ga maksain mas untuk jawab iya atu
tidak....maaf ya mas ... “
Supelo hanya tersenyum
saja sembari mempersilakan Kismiati duduk. Keluguan masih terpancar
dari dalam Kismiati. Apapun tengkah lakunya wajar. Tak pernah
dibuat-buat untuk memberi kesan tertentu. Itu salah satu yang disukai
Supelo. Kismiati pesen kopi susu dan roti keju. Kismiati antusias
ajak ngobrol Supelo. Sepanjang hampir sejam Kismiati mendominasi
obrolan. Tetakala kehabisan bahan bicara, Supleo mengajaknya keluar.
“Jalan-jalan mau ga ?”
Yuk, katanya segera
berdiri dan mengulurkan tangan hendak menarik tangan Supelo. Belum
tanya mau diajak kemana, Kismiati sudah setuju. Dasar tak biasa
romantisan, Supelo berdiri tanpa menyambut uluran tangan Kismiati.
“Stasiun, nasi kucing, jalan kaki. Piye ?”
Kismiati setuju tapi
Supelo berubah setelah ingat Malioboro sesak bagi pejalan kaki. Ia
minta naik beca. Di tempat nasi kucing Jl Mangkubumi mereka cuma
makan minum tok, ga bisa ngobrol bebas. Bagaimanapun mereka risih,
orang-orang pada nonton mereka. Supelo usul ke alun-alun depan
Kraton. Kismiati ya aja. Supelo usul naik taksi saja, beca sempit.
Kismiati setuju meski ia hapi saja mau beca sempit atau tidak.
Diajak kemana saja, diajak apa saja, Kismiati iya aja. Belum sampai
Pasar Bringharjo, Supelo usul lagi. Ke Parangtritis. Malam begini ?
tanya Kismiat meski toh setuju saja tanpa argumen.
Pantai Parangtritis di
waktu malam sepi. Tentu saja. Beberapa pasangan memadukasih. Entah
pacar beneran atau ketemu “pacar” di sana. Taksi disuruh tunggu
sementara Supelo dan Kismiati ngobrol. “Kamu tadi siang ga jadi
kasih tahu nama asli kamu ya” kata Supelo.
“Kizzy.” kata
Kismiati.
“Kizy,......”
pancing Supelo
“Kizzy van Jaarke”.
Supelo mancing lagi
dengan pura-pura tidak tahu arti namanya.
“Bahasa gipsi.
Nenekku gipsi tulen, masih hidup. Kizzy artinya murah hati..”
papar Kismiati,
“Bram,....Bram ?
Pernah dengar nama itu dalam keluargamu?” tanya Supelo.
Kismiati memlingkan
muka supaya bisa menatap Supelo. Sorot mata penuh selidik tapi
kemudian ia tersenyum. “Papa.....”, jawab Kismi.
Supelo kaget. Baru
kali ini ia cepat terkejut. “Papa ? bukan kakak?”
“Papa. Memang dia
juga aku anggap sebagai kakak. Aku kan anak tunggal. Nama papa di FB
Bambang Sumantri. Aku yang sarankan, “kata Kismiati dengan
tersenyum senang. Sepertinya terkenang momen manis bersama papanya.
“Aku memang mendambakan kakak laki-laki yang bisa membimbingku,
bisa mengarahkan aku tanpa memanjakanku. Hampir semua memanjakan aku.
Termasuk temen-2ku di Holand. “
“Kalau kamu anggap
Bram sebagai kakak juga , boleh tahu mengapa kamu pilih nama
Sumantri ?” tanya Supelo.
“Mas mengkaitkan
dengan adik Sumantri ya ? anak cacat itu? Raksasa kerdil kan cacat.”
Supelo
manggut-manggut. Kimiati menatap tajam Supelo lalu berpaling
memandang bulan yang memang sedang purnama.
“Bulan dari jauh
tampak cantik ya....” kata Kismiti dengan memandang bulan,
pikirannya menerawang. Agak lama ia memandangi rembulan dan Supelo
membiarkan saja. Senaja ia tak mau mengganggu Kismiati yang sedang
membayangkan sesuatu. Meski suasana remang-remang, hanya
mengandalkan penerangan cahaya bulan, tapi Supelo tahu mata Kismiati
sembab. Padahal kalo didekati, lanjut Kismiati, bulan itu cacat.
Mukanya bopeng. Supelo tahu air mata Kismi menetes tapi ia enggan
menengok Supelo. Ia mengusap air matanya dengan tangan kanannya.
Supelo meraih tangan
kiri Kismiati lalu menggenggamnya. Kismiati berpaling memandang
Supelo. Pancaran cahanya rembulan seolah-olah sengaja menyorot wajah
Kismiati yang sedang berurai air mata. Tak kuat menahan kesedihannya.
Ia mendekap Supela dan menangislah ia dalam pelukan Supelo. Supelo
menenangkan dengan mengelus dan menepuk halus punggung Kismiati. Baju
Supelo basah oleh air mata Kismiati. “Sama dengan keadaanku mas,”
keluh Kismiati. “Aku cantik. Secantik bulan purnama itu. Orang
tahunya dari jauh, tidak tahu aku ini cacat mas..”
Kimiati memisahkan
diri, menjauhi Supelo. Ia merasa malu. Supelo mendekati Kismiati. Tap
Kismiati tak mau berpaling, tetap membelakangi Supelo.
“Kubilang sama papa,
alasan aku namakan papa Bambang Sumantri, supaya papa seperti
Sumantri. Sayang sepenuh hati kepada darah dagingnya sendiri. Sang
adik, Sukrosono. Ia lahir cacat dan dibuang di tengah hutan yang
penuh binatang buas dan ganas. Supaya binatang mencabiknya sampai
mati. Tahukah kamu mas, Sumantri sayang banget sama adiknya yang
buruk rupa sejak lahir. tiap hari Sumantri momong, ajak main adiknya
sampai puas. Sumantri menurut saja ketika sang adik minta digendong
keliling tepi hutan, sampai adiknya lelah dan ngantuk. Kadang malah
Sumantri yang pulas duluan saking lelahnya.....Sumantri kan masih
remaja sementara sang adik badannya besar dan tentu saja berat.
Sumantri berlari-lari kecil menggendong sang adik yang tertawa-tawa
girang.”
Kismiati tertawa
masam.
“Jika belum tidur
juga, tak jarang Sumantri nembang untuk meninabobokan sang adik
tersayang....ia nembang gending-gending lullaby dengan suara
merdu...”
Lalu menembanglah
Kismiati di pantai Parangtritis di malam yang sunyi itu.... .....
Lingsir wengi sliramu tumeking sirno
/
Ojo tangi nggonmu guling /
Awas jo ngetoro /
Aku lagi bang wingo wingo /
Jin setan kang tak utusi /
Dadyo sebarang /
Wojo lelayu sebet /
Ojo tangi nggonmu guling /
Awas jo ngetoro /
Aku lagi bang wingo wingo /
Jin setan kang tak utusi /
Dadyo sebarang /
Wojo lelayu sebet /
Suara merdu Kismiati terdengar
bening di malam yang sunyi, diselingi debur ombak Parangtritis.
Syair mocopat Kidung Lingsir Wengi ini termasuk dalam pakem Durma
yang mampu mengolah suasana jadi suram dan sangar. Lebih-lebih
lama-lama suara Kimiati semakin meyayat hati. Perempuan Eropa ini
membawakan kidung dengan perasaan sepenuh hati. Suasana malam di
Parangtritis penuh hawa magis, menyebabkan Supelo merinding. Usai
nembang, Kismiati menundukkan kepala. Merenungi nasibnya.
Supelo mendekati Kismiati yang masih
membelakanginya. Dengan halus ia menyentuh pundak Kismiati lalu
berkata lirih, “Kok serem begitu ninabobonya.”
“Entahlah mauku nembang ‘Lelo
lelo ledung’ tapi keluar kidung itu......memang hatiku lagi muram
dan ingin rasanya aku menjerit sekencang-kencangnya,...aku ingin
marah tapi aku sadar aku tak punya alasan apapun untuk marah. Mungkin
amarahku kepada diriku sendiri yang lemah....”
Supelo memegangi pundak Kismiati dai
belakang, dan perempuan manispun tergerak untuk membalikkan badan
menghadap Supelo. Mereka bertatapan dalam jarak dekat sekali
“Mas, boleh aku terus terang
mengutarakan permintaanku, tapi jangan marah ya atau tertawa.
Permintaanku ini aneh,” kata Kismiati.
Mereka bertatapan agak lama dgn
pikiran masing-masing . Supelo menyimak bener, kira-kira macam apa
anehnya. Sedangkan Kismiati coba meneropong hati Supelo. Kira-kira
marah lagi enggak kalau permintaan nyleneh itu disampaikan. Ragu-ragu
berarti jangan, pikir Kismiati.
“Nanti aja mas”, kata Kismiati.
“Kita jalan-jalan di pasir yuk”, ajak Kismiati sembari
mengulurkan tangan. Kali ini Supelo menyambut uluran tangan Kismiati.
Mereka bergandengan berjalan-jalan di pasir sampai keki mereka basah
oleh air laut. Angin laut malam berhembus, menerpa wajah mereka.
Supelo menguap. Jelas ia lelah. Tapi bisa juga bercampur jenuh.
Kismiati tahu hal itu. Ia ajak pulang dan Supelo tampak “melek”
alias cerah raut mukanya.
Taksi langsung tancap gas begitu
mereka sudah tampak jenak duduknya. Belum sampai puluhan meter.
Supelo sudah mengaup beberapa kali. “Sini, bubuk sini,” Kismiati
menawari pahanya untuk dipakai bantal bagi kepala Supelo yang
mesam-mesem saja.
“Tadi Kismiati mau minta apa
kepadaku ? “ Supelo coba mengaliihkan suasana. Kismiati menengok
untuk menatap Supelo. “Enggak enggak, enggak bakal nesu aku,
Kis....” . Kismiati suka mendengar Supelo menyebut dirinya dengan
panggialn akrab yangsedap ditelinganya, Kis. Nada suaranya lembut
dan mesra menurut pendengaran Kismiati.
“Mas mau jadi Bambang Sumantri
bagiku ?”
Supelo dinasehati oleh ayahnya agar
tidak cepat heran (gumunan), tidak cepat-cepat bereaksi atau segera
meluapkan emosi. Apakah sedih atau gembira. Maka Supelo diam sejenak
meski sempat terhenyak ia tadi.
“Mas,...,” suara Kismiati lirih.
Ia khawatir salah langkah lagi.
“Memang tidak mudah menjadi sosok
Sumantri, tetapi aku akan berusaha,” ujar Supelo akhirnya. Aku bisa
ajak main kamu, bahkan nggendong kamu masih kuat sambil lari. Cuman
satu hal yang aku tak bsia menjalani.”
Apa ? tanya Kismiati agak degdegan.
“Nembang. Aku sama sekali ga bisa
nembang. Apalagi nembang lullaby.”
Kismiatai tertawa
terpingkal-pingkal. Sampai keluar air mata, bahkan ketika tawanya
sudah surut air matanya masih berlinang. Sengaja Kismi memalingkan
muka dari Supelo dengan memandang jalanan agar wajahnya tak sampai
diamati Supelo. Untung lampu taksi tak dinyalakan. Ia lega, dan
airmatanya kali ini adalah airmata bahagia. Bagi Kismiati, tangapan
Supelo itu merupakan ungkapan cinta baginya.
“Kis,....kok diam sa” , kata
Supelo.
“Iya...iya...tapi aku tak percaya
mas ga bisa nembang, “ goda Kismiati.
“Sumpah Kis, disambar anaconda
atau digigit komodo , aku ga bisa.”
Geli juga Kismi mendengar sumpah
Supelo dengan menyebut binatang yang tidak berkeliaran di Jawa. “
Tapi nyanyi lain bisa kan ?”
“Iiiya..iya bi..bisa tapi suaruku
fales. Pelajaran menyanyi ku dulu dapat 6.”
“Coba dulu ga apa, adik Sumantri
akan selalu mendengarkan dengan senang hati.”
Rayuan Kismi menyemangati Supelo
untuk pamer olah vocalnya. “Lagu apa mas ? Koes Plus? Panbers”
“Rock’nRoll”
“Wee....” seru Kismi sembari
tepuk tangan. Supelo atur pernafasan untuk menenangkan batin.
“Lagu siapa mas ?”
“Elvis.”
“Wao, wao...aku suka,...bilang
dari tadi kek, aku bisa ngimbangi nanti.”
Suasana batin Supelo mulai tenang.
Suasana tenang ikut mendukung Supelo. Dan keluarlah suara tenor
Supelo.
“Kiss me quick While we still
have this feeling.
Hold me close and never let me go
‘Cause tomorrows can be so
uncertain
Love can fly and leave just hurting
Kiss me quick because I love you
so....”
Kismiati terpana memandangi Supelo
sejak mulai menyanyi ..... tanpa sadar air matanya menetes lagi. Kali
ini terharu. Entah kenapa, perasaannya terharu banget menyaksikan
keluguan dan ketulusan Supelo. Kilatan sinar mabil yang berpasan
menerangi wajah Kismiati yang berlinang air mata. Suipelo langsung
menghentikan nyanyinya.
“Kamu kenapa Kis..., “ seru
Supelo khawatir.
Kismiati tersenyum seraya mengusap
air matanya,
“Ga papa, “ katanya sambil
tersenyum lepas. “Bagus, aku suka . Kamu baik bener...mau dong
sekali lagi,....boleh ?”
“Oke, “ jawab Supelo
bersemangat. Ia pun Supelo bersiap nyanyi lagi. “Kiss me quick...!”
Nyanyian Supelo terhenti lantaran
mulutnya dibungkam bibir Kismiati.....
Pagi itu Supelo bangun agak siang.
Usai mandi komplit – pakai shampo segala, Supelo duduk di sofa
hotel. Tak lama Kismiati keluar membawa dua cangkir kopi hitam lalu
ditaruh di meja. Ia duduk dekat Supelo. Verbalitas sudah usang,
bahasa mata sebagai gantinya. Lalu keduanya tersenyum. Kismiati
mengambil cangkir dan dengan matanya mempersilakan Supelo. Mereka pun
bareng menyeruput kopi panas. Supelo mau memungut kripik tiba-tiba ia
ingat sesuatu. Tadi malam atau pagi dini hari, Supelo bermimpi
berjumpa Bram. Dalam mimpi itu, waktu ia keluar dari kamar mandi,
sementara Kismiati tertidur pulas, Bram tahu-tahu nongol dan
menyalami dirinya. Walau kaget, ia jabat tangan Bran, dan Bram
menjabatnya dengan mengganggam keras seperti hendak mematahkan
jemarinya. “ Selamat ya....semoga bahagia....” katanya. Supelo
tersenyum dan tersipu malu sehingga menundukkan kepala. Tatkala ia
mendongak, Bram sudah pergi. Bram raib begitu. Entah ngantuk berat
atau lelah, Supelo masa bodoh saja. Ia cuma geleng-geleng lalu
menjatuhkan diri di samping Kismiai. Langsung KO, pulas.
“Kenapa mas tersenyum s endiri? “
tegur Kismiati.
“Enggak, tiba-tiba aku teringat
Bram,” ujar Supelo
“Papa ?”
“Oh, bukan masmu ya ? Kok masih
muda, kayak Roy Martin...”
“Kapan mas jumpa dengan papa ?”
selidik Kismiati
Supelo malu mengaku bahwa ia tadi
bermimpi. “Enggak,...ga pernah bertemu , cuma...”
Dipotong Kismiati, “Kok tahu kalo
papa seperti Roy Martin?”
“Kan Kismi pernah crita
kemarin,.....”
“O, iya,” kata Kismiati.” Baru
ingat. Ha...ha...ha”
“Sekarang di Holand ya ?” Supelo
ingin tahu saja.
“Sudah wafat....”
“Apa ?” baru kali ini reaksi
Supelo spontan vulgar. Kismiati agak heran sebenarnya mengapa Supelo
terkejut tapi ia belum hafal kebiasaan Supelo yang jarang kaget atau
kaget tersembunyi.
“Kapan ?”
“Bulan kemarin,” sahut Kismiati
seraya menjelaskan bahwa h ari ini adalah hari ke39 -40 ! “Ya. ya
ingat, karena tadi malam sebelum ke kafe ketemu Mas, tanteku ---
kerabat papa – ini asli jawa, tilpun, nanya bisa hadir ga dalam
acara 40 hari wafatnya papa. Ya kubilan g aku lagi sibuk.....”
Supelo termangu. Jangan-jangan tadi
malem itu bukan mimpi.....
Kismiati menjawil Supelo, “Ayo mas
kita cari SGPC lagi...atau gudeg .....”
Supelo masih melamun. “Ayuk,”
ajak Kismiati sambil menarik lengan Supelo. Supelo berdiri. Tapi
Kismiati tak segera melangkah.
“Elivis dulu dong Mas,” rengek
Kismiati. Supelo menatap Kismiati sebentar. Ia masih terpengaruh
‘mimpi-tapi-nyata tadi malam.’
“Elvis dulu dong mas,” kata
Kismiati dengan nada merajuk.
Supelo buka suara tenornya. “Hm,
kiss me quick...., ,”
“Bukan-bukan suara mas,” protes
Kismiati.
“Lho, lalu apa?” tanya Supelo
ga dong.
Kismiati gemes, ga sabaran. Ia
sergap Supelo dengan bibirnya....
....Kiss me quick and make my heart
go crazy.....