Jumat, 12 April 2013

JAVA MANIAC





Supelo sesungguhnya bukan FB maniac,juga bukan seperti dibilang pamflet google “orang stress update status melulu kerjanya”. Ia baca FB memang lagi ga ada kerjaan. Drpd bengong. Tak heran temen Fbnya sedikit. Belakangan ini ia agak sering buka FB, hanya untuk memantau status temannya yg mengaku bernama Kismiati. Jelas bukan daya tarik fisik yg menyebabkannya agak ketagihan, sebab foto profilenya abstrak. Cuma data Fbnya mengatakan Kismiati adalah perempuan single usia bawah 30, dan peminat hal-hal jawa. Kismiati memang sering menyampaikan perihal jawa, termasuk wayang, primbon (cinta) dan pengetahuan jawa. Sebetulnya yg merespon sedikit tetapi yg like buanyak baget. Temen Fbnya ratusan,....namun dengan gaya aneh-aneh, khususnya foto profil mereka. Kebanyakan pria. Misal. Nama Sasongko subroto, fotonya pemuda bule pake blangkon solo plus beskap. Ato Sastro Wiwoho, laki bule pakai blangkon plus surjan. Rata-rata dandana mereka waton, asal-asalan. Kelihatan wagu mereka abaikan, yang penting menunjukkan “rasa” jawa. Posena pun cengengesan pula. Supelo heran, hampir semua semua temen Fbnya, cowok-cewek, orang bule dan rambutnya juga banyak yang tidak hitam. Topik status Kismiyati tergolong tidak pop, bahkan “berat”. Misal: wirid hidayat jati, buku diterbitkan Tan Koen Swie th 1941 di Kediri. Ini prosa karya Ronggowarsito. Berisi ajaran moral. Termaktub 8 syarat u/ mjd guru ilmu jaya kawijayan dan pujangga. Wow, berat mau meresponnya. Tapi krn status diracik secara serius sehingga sangat bisa dinikmati oleh Supelo. Di luar dirinya, hanya segelintir yg serius merespon. Sisanya cuma menimpali alias nge-ngongi doang ! entah kenapa Supelo ketagihan dng apapun yg ditulis Kismiati. Lebih-lebih setelah Kismiati buka OL sama Supelo. Mesi tak setiap hari OL – dan kayaknya si Kismi sengaja jaga ritmenya. Se-olah2 ia tahu kapan Supelo sibuk kapan Supelo butuh penyegaran setelah bekerja sepanjang hari.
Berikut kutipan OL mereka setelah bbrp kali OL.
K: Capek ya Ms.
S: iyo-lah lumayan...(tp segera disambung) eh enggak, enggak capai skrg kalo situ nginbox ku
K: bs aj ms. td ngerjain kata apa? (Kismiati tahu Supelo editor ensiklopedia jawa)
S: katuranggan
K: ilmu milih kuda ya....
S: bukan hanya kuda....burung juga
K : wanita juga kan ? Katurangganing wanita. Ciri-ciri fisik wanita yang baik. Orang jawa percaya bahwa ciri-2 fisik mempengaruhi emosi dan sifat-sifat lain. Misal, bibir tipis artinya suka ngrumpi. Betul kan ?
S: yo embuuh, yang perempuan kan kamu. Bukan aku.
K: ya tapi aku kan dudu wong jowo....
S : lho terus wong soko endi ?
Kismiati tak segera menjawab.
S : lho malah mingkem, opo kowe soko planet ?
Hubungan putus. Supelo termangu. Ia coba kontak, ga direspon.
S : tok...tok...kulo nuwun diajeng....kulo nuwun.
Tak ada respon. Supelo merasa bersalah. Besok ia coba lagi nginbox Kismiati. Ia minta maaf tpi ga direspon juga. Galau Supelo. Entah kenapa. Kok ia jadi resah, pengin marah tanpa juntrung. Tiba-tiba sepi. Dunia sunyi padahal di luar sana, hanya beberapa puluh meter dari tempat Supelo duduk, jalanan macet. Bunyi klakson bertalu-talu, ditingkah teriakan pengendara motor yang terpanggang matahari gara-gara macet. Ia sendiri heran. Memang Kismiati itu siapa sih ? Wajah aja ga jelas. Siapa tahu hidungnya malu nongol. mBleseg binti pesek. Siapa tahu dia setengah manusia setengah Vulcan dari planet yang jauhnya ndak karuan,kupingnya lucu kayak Mr Spock ! Jangan-jangan mukanya tirus, bimoli (bibir monyong lima senti) pula. Dari jauh kelihatan wajahnya tak simetris. Supelo sendiri heran mengapa penasaran sama perempuan yang mau-enak-sendiri, tak mau pajang wajah. Takut kelihatan jeleknya kan ? Berarti dia itu tertutup orangnya. Istilahnya kalo laki, tidak jantani. Krn dia perempuan, ya tidak mbaboni. Jujur ia akui , cuma kenal tulisan tok bisa jadi lebay. Pesan indox Supelo cengeng . Walah lebay banget. Cengeng. Tp ga direken sama Kismiati. Sampai akhirnya di hari ke 4 setelah putus hubungan, Supelo kumat ngawurnya saat nginbox Kismiati.
S: Oke aku yakin kau bukan wong jowo apalagi puteri solo yen mlaku koyo macan luwe. Kowe lakune koyo jaran kepang luwe. Gulung koming ra karuan. Kowe ra reti kan boso jowo?
Ga direspon juga. Esoknya Supelo nginbox Kismiati lagi.
K : Kalo kamu wong jowo ato merasa bisa jadi wong jowo, jajal terjemahkan ini dalam boso kromo inggil. Bapak turu aku adus. Pasti ga bakal bisa, wong planet dikon boso, ra bakal iso. Uu..u!
Eh 3 menit kemudian dia jawab
K : bapak sare kulo siram
S: ha...ha...ha.. ketahuan kan wong jowo lahir di planet Mars
K : ga lucu
S: ya emang, kowe yang ga lucu
K : kok mas ngatain aku gitu sih ?
S: ya jelas, wong bercanda gitu aja, nesu
K : iyalah, masak aku dikatain wong planet !
S : tapi emang bukan kan ?
K : bukan apaan ?
S : bukan orang dari planet ?
K: Akh, ya bukan lah !!
S : ya sudah. Emang masalah buat lu ?
Tak ada tanda-tanda respon tapi OL tidak diputus. Setengah jam kemudian...
K : mas, kita ketemuan yuk ?
Bak dihajar petir di siang hari yg cerah tanpa mendung. Supelo kaget membacanya. Perempuan ini sedheng ( = sinting) kali ya. Ngapain gitu lho? Tampangku jelas ga ganteng, jelek banget juga enggak sih tp yang jelas aku tidak modis. Dan itu aku akui. Ga pernah nyombong ato pamer pinter sekalipun. Apa yang akan diperoleh dari laki-laki biasa, sangat biasa seperti diriku? Mbayol juga ga bisa. Nyanyi, mblero. Nggitar apalagi. Ketrampilan ini digandrungi kaum Hawa. Begitulah pkiran Supelo sehingga wajar bila ia tak segera merespon
Setengah jam kemudian ....
K : ngapa mas ragu-ragu ?
Lhoh kok dia tahu aku bimbang, pikir Supelo
S: ga papa ketemuan, tapi jangan sekarang. Lagi banyak kerjaan....
K: walau 10 menit saja?
Ya kan, cewek ini sedheng kok. Dindng FBnya nyebut domilisi Jakarta tapi mau ketemu 10 menit.....?
S: tahu posisiku dimana ?
K: Yogyakarta
S: so, kok maha penting banget dari jakarta ke yogya hanya untuk 10 menit ?
K: Emang masalah buat elu ?
Edan, edan, edan ! ini emang cewek edan. Titik. Ia diamkan saja. Setengah jam kemudian
K: mas....marah ? enggak marahkan ? Ayolah mas, ojo nesu. yen ora iso ora opo-opo tapi ojo nesu karo aku yo ?
Bagaimana pun tersentuh hati Sepelo baca pengakuan Kismiati
S : Kamu serius ?
K : sejuta serius. Bener . sumpah !
Supelo jadi mikir. Cewek kalo mau ketemu cowok tidak ganteng, tidak keren, tidak kaya pasti cewek jelek. Tidak laku pula. Eh tiba-2 Kismiati menjawab keraguan Supelo.
K : bukan watakku sombong, aku tak sejelek yang mas bayangkan. Yakin deh.
Lho kok tahu dia apa yg kupikirkan, kata Supelo dalam hati.
S : oke. Kita ketemu tapi boleh aku tahu agendanya apa ?
Agak lama baru dijawab Kismiati
K: umpama aku pajang foto profilku, dan ternyata....ah enggak jadilah.
S: what ? go on ....
K: aku kepingin diskusi bab tipe perempuan menurut pemikiran wong jowo. Skripsi mas kan membahas perempuan-perempuan ledek di daearah di Jawa Timur. Mestinya paham dong apa itu Ratna Kencana, Puspa megar , Amurwa Tarung, Condro Welo...... ?
Kok sempat-sempatnya ia mau baca skripsiku. Pasti ia ke perpus di Sekip untuk membacanya.
S: dua yg terakhir ga pernah dengar, yg kutahu tipe wanita seperti kunci mas, Lintang kedip, ...padmonegoro, nariswari....
K : dari kacamata seksual ya....menurut kamasutra kan ?
Tersipu Supelo...tapi ia mengakui wacana Kismiati luarbiasa.
K: kategori tipe yg kusebut tadi lebih komplit. Malah bab seks lebih detil. Misal condro welo. Ini tipe wanita pemurung dan se-olah2 selalu dirudung ketakutan. Bibirnya mungil, bimoli dikit....bibir monyong lima senti eh..mili....ia perasa, peka thd gejolak hati lawan bicaranya. Kelemahannya, pemalas dalam seks . ogah-ogahan. Kurang bisa menikmati seks scr wajar.
S : aku sbg apa? Nara sumber juga kalah sama kamu
K: entar juga mas tahu sebagai apa. Ketemu makan siang besok di Hotel Ibis. Dagen ya mas ?
Resto di Hotel Ibis tetap terlalu wah banget bagi Supelo meski bukanlah asing baginya . Sudah banyak sekali hotel berbintang yang ia kunjungi. Ia kerap jadi panitia seminar topik jawa. Pelayan resto menyambut dan mengkonfirmasi namanya. Begitu Supelo mengangguk, pegawai cantik itu menawari minuman hangat ato dingin. Supela minta es teh.
Supelo duduk terpaku tanpa melakukan sesuatu, tak baca koran yang disediakan resto, atau pegang BB atau buka laptop. Hanya duduk diam mematung. Ia memang datang lebih awal 10 menit. Tiap kali pintu resto dibuka, ia perhatikan seksama. Jika tamunya wanita ia tegang. Ini kah Kismiatia pikir Supelo. Ternyata bukan.
Terdengar deru mesin. Masuk bis wisata ke halaman parkir depan. Tak seberapa lama rombongan wisman yang turun dari bis masuk resto. Tidak semua memang tapi tetap saja berisik. Semua wisman bule. Yang cewe bahkan cuma pakai jin dan beha doang. Supelo mengakui wisman cewe kali ini rata-rata keren, manis dan kulitnya mulus bersih. Hampir semua meja terisi. Mereka tak mau mengusik meja Supelo. Mendadak salah satu cewe bule nyasar ke meja Supela. Ia tersenyum. Manis sekali. Supelo membalas dengan senyum seramah mungkin meski batin nggrundel karena si wisman pasti keliru meja. Meja kursi sudah ditempati kok datangi juga. E,malah langsung duduk, gerutu Supelo. Ia lihat sekeliling ruangan. Diujung sana masih ada dua-meja kosong, kok turis ini malah milih ke sini, sih. Manis sih manis tapi mbokya-o jangan kampungan ngono, batin Supelo.
“Mau pindah ke sana kita ?” tanya wisman manis itu.
Supelo melongo. “Kita?” batin Supelo. Ia tak heran sama sekali sama turis bule lancar bahasa Indonesia. Tapi tak membuatnya terkesanm cuma Ia memang tidak biasa segera menolak tawaran apapun. Ia cuma bisa menatap bengong.
“Oh, maaf ya mas, saya belum memperkenalkan diri.....” kata si cewe bule lalu menatap Supelo seperti menunggu reaksi Supelo. Reaksi Su;pelo tetap blank dan melonngo. Cewe bule mengajak salaman. “ Saya Kismiati, mas...”
Jeger ! jantung Supelo hampir mbledos saking kagetnya. Sama sekali diluar dugaan kalau Kismiati teman facebooknya itu bule. Cantik manis pula. Supelo menatap Kismiati tak berkedip lama sampai disadarkan oleh teman fbnya itu. “Mas.....” Segera Supelo berdiri menyambut uluran tangan Kismiati. ”Oh...sil...sil..silakan duduk..(padahal sudah dduk) .mau pesan minuman apa ?”
Pelayan resto datang mengantarkan minuman jus dan sebotol Aqua. “Termia kasih Mas Supelo, saya sudah pesan dari taksi sebelum sampai di sini....”
Meski upaya Kismiati sudah maksimal muntuk mencairkan suasana yg beku akibat terguncangnya sukma Supelo, tetap saja Supelo masih kikuk. Mana suasana kian hiruk-pikuk dengan bertambahnya wisman yang masuk resto. “Mas mau pesen makanan apa, sekarang sudah jam 12 lewat lho, ...?” kata Kismiati.
“Nanti saja....aku minum dulu,” kata Supelo sembari mengambil es tehnya.
“Mas pengin makan di luar ?.....SGPC selokan misalnya....?” ajak Kismiati.
Supelo sampek tersedak mendengar tawaran Kismiati yang buru-buru minta maaf. Campur baur perasaan Supelo sehingga ia hanya bisa mengangguk saja. Mereka ke warung SGPC naik taksi yang langsung dibooking Kismiati untuk menunggu mereka. Jam satu memang mulai sepi warung SGPC . Menunya tidak lengkap tapi setidaknya Supelo lebih lega batinya seolah-olah dirinya dikembalikan ke dunianya kembali. Ia sama sekali lupa bahwa biasanya ia heran, kok Kismiati tahu ia lebih suka ke suasanan macam SGPC daripada dugem.
Maka Supelo mulai giras. Ia menuju display menu yang tersisa, dan pesan nasi pecel ke sukaannya. Dari jauh ia menatap Kismiati nyang segera berteriak, “Samakan saja Mas “. Tamu warung cuma 3 orang. Lebih banyak karyawan warung. Semuanya spontan memperhatikan Kismiati dan Supelo. Seo-lah mereka pasangan seleb. Walau terbersit perasaan tak enak namun diam-diam Supelo bangga juga bawa perempuan sangat keren, bule, tapi bisa bahasa Indonesia lancar dan lebih hebat lagi...sudah akrab begitu. Kecanggungan Supelo sirna dengan sikap Kismiati yang “biasa”, seolah-olah ia memang sahabat lamanya. Ia makan nasi pecel leko seperti dirinya tanpa banyak bicara atau bersikap berlebihan. “Kamu pernah makan di sini ya,” tanya Supelo.
Kismiati menggelengkan kepala tanpa menghentikan aksi makannya. “Pernah mencicipi pecel juga?” Kembali Kismiati menggeleng kepala.
Supela menghentikan makannya dan itu mengganggu Kismiati. “Emang masalah buat elu ?” canda Kismiati. Tentu saja Supeo tersenyum, dan demikian juga orang-orangyangmendengarnya.
Salah seorang karyawan warung yang rupanya kenal sama Supelo bertanya lantang, “Temen lama Mas ? Asalnya mana ?”
“Dia ini baru saja turun...baru saja, tuh masih hangat badannya,...baru turun terus jemput aku pakai taksi,” seloroh Supelo.
“Dari bandara Adi Sucipto? Tadi naik pesawat ?”
“Bukan. Dia turun dari Kahyangan. Batara Narada menghukum dia agar ke bumi. Benerin orang kayak aku ini....” seloroh Supelo sembari tertawa. Kontan Kismiati tertawa demikian juga orang-orang di warung.
Merasa tak enak, Kismiati lalu ia segera mengatakan kepada semuanya bahwa dirinya berasal dari Belanda dan di Indonesia dalam rangka studi jawa. Supelo baru tahu kalo Kismiati orang Belanda.
Di dalam taksi dalam perjalanan balik ke hotel, Supelo menanyakan menapa pakai nama Kismiati. “Pakai nama samaran saja, sudah buanyak yang mbututi aku. Apalagi pakai nama asl,” ujar Kismiati. Menurut Kismiati mereka bukan sahabat. “Mereka laki-laki, betul kenal aku di Eropa, tetapi sesungguhnya mereka mengincar diriku.”
Mengincar? Emang situ mangsa mereka apa ?
Kismiati tersenyum dan tiap kali Kismiati tersenyum, jantung Supelo seperti kram. Mogok berdetak lantaran kurang oksigen. Supelo memang sedang tahan nafas, saking gemes oleh senyum manis Kismiati. “Mas akan tahu sendiri nanti. Kukira tak penting membicarakan mereka,” tambah Kismiati.
Sampai di hotel Kismiati ngeloyor jalan saja menuju lift tanpa perlu memantau temennya ngekor enggak. Sampai di dalam lift Kismiati tengak-tengok mencari-cari Supelo. Ternyata Supelo masih berdiri di lobi depan resto. Terpaksa Kismiti mendatangi Supelo.
“Mau kemana?” tanya Supelo.
“Ke kamar lah, katanya kita mau diskusi...”
“Kenapa tidak di kafe sini saja....” saran Supelo sambil menunjuk restoran.
Kismiat menatap dalam-dalam Supelo sebelum mengangguk tanda setuju.
Mereka mengambi meja di tengah. Kali ini sepi, soalnya sudah jam 2. Pelayan datang. Supelo minta kopi hitam dan snack. Mereka pun ngobrol bla-bla bab keadaan Jakarta, lalu kopi dan pesanan Kismiati datang, lalu mereka mencicipi pesanan mereka, lalu ngobrol lagi sampai tiba-tiba Kismiati mengalihkan topik pembicaraan. “Aku belukm punya pacar, mas sudah punya?”
Supelo gelagepan ditodong pertanyaan menjurus begitu.
“Emmm, belum juga, cowok kayak aku cewek mana yang mau....” kata Supelo merendah.
“ Aku” kata Kismiati datar. Supelo langsung tergelak.
K : Aku belum punya pacar, mas juga belum punya. So ?
Supelo masih cengengesan sementara Kismiati terus memancing. “So?” kata Kismiati.
Melihat Kismiati kelihatan serius, tidak sedang bercanda, Supelo berhenti cengengesan.
K : kenapa mas ga coba bilang, “aku belum punya pacar, kamu juga, kenapa kita tidak pacaran saja?”
Spontan Supelo tertawa ngakak. “Ha...ha...ha....” Tapi Kismiati diam. Diam dengan bibir terkatub rapat. Sehingga Supelo terpaksa menghentikan tawanya.
“Kenapa mas tertawa begitu ? Sepertinya mas sedang menertawakan kekonyolan....”
Supelo diam merenung serius sebelum menyruput kopi panasnya. Lalu menatap tajam Kismiati.
Kismiati balas menatap.
“Kamu terlalu mewah bagiku.”
“Tapi aku jatuh cinta padamu, Mas,” kata Kismiati lirih tapi tegas.
















Kaget sih jelas tapi secepat kilat Supelo menyadari keadaannya. Ia tipe orang yang logis. Segala sesuatu harus dipandang dalam kacamata logis. Kismiati itu bidadari. Sudah jelas cantik, seksi, mulus, tinggi semampai, sintal, santun, rendah hati, kaya, pinter, harum,....apalagi? Sedangkan dirinya itu apa? Tidak ada apa-apanya kalau mau disanding sama dia. Andai film seri TV the beauty and the beast dibuat lanjutannya, pastilah episode ini....demikian Supelo berdialog dengan dirinya sendiri. Supelo tak bisa segera menjawab, tak kuasa menjawab. Ia cuma bisa bengong dan bengong.
“Oke...ga papa, “ kata Kismiati sambil nenghela nafas. Tampaknya ia menahan kecewa tetapi berusaha menyembunyikannya. Ia yakin Supelo belum punya kekasih maupun gadis yang ditaksir. Tapi mengapa. Ia berpokir keras. “Tenang mas, tenang “ sarannya, padahal justru dia sendiri sedang menenangkan diri.
“Umpama mas belum bisa jawab sekarang ya ga papa. Aku mau naik ke kamarku,mau mandi. Umpama sudah mau jawab, langsung saja naik ke lantai 3, cari kamar 29. Ingat ya mas 3-2-9. Sampai kapanpun aku tunggu, kecuali jawaban mas, TIDAK. Ato paling gampang adalah mas tinggalkan hotel ini nanti atao kapan saja. Dan itu sudah suatu jawaban bagiku. Oke ?
Siupelo masih termangu, hanya bisa memandang Kismisati saja.
Supelo tepekur, merenung dalam-dalam. Ia sesungguhnya, tak percaya apa yang baru saja dialaminya. Pada saat begitu ia meimilih untuk menenangkan diri dulu. Ia pesan kopi hitam lagi. Dan kripik atau gorengan seperti balok atau tempe....
Pesanan Supelo datang, Ia tak terbuai oleh mimpi yang bakal terwujud jika ia naik ke kamar Kismi di lantai 3. Terlalu mudah dan surgawi bagi Supelo malah tidak bagus. Ia percaya banget setelah tertawa terpingkal-pingkal tanpa sebab – misal nonton dagelan – biasanya akan datang kesedihan mendalam. Sebaliknya jika kena apes, akan kejatuhan rejeki – apapun. Jangan heran bila lihat Supelo pasip saat lihat dompet tergeletak di jalan. Jika ia ambil, kerugian yang bakal menimpanya lebih besar daripada nilai uang dalam dompet itu. Pernah temennya misuh-misuh gara-gara Supelo mengembalikan kelebihan kembalian uang yang diberikan petugas pom bensin.
Supelo tak mau gegabah sebab ini perkara besar – dan sama sekali tak terlintas dalam benaknya bahwa surgawi yang bakal ia reguk itu supra eksotik. Selalu ia pertimbangkan pahit-asamnya dulu daripada manisnya. Lama ia ngopi sambil termenung. Beberapa kali ia menarik nafas panjang. Untung ia tidak merokok. Panggilan azan menyadarkannya ia pergi ke musholla. Usai sholat Supelo berdiam diri di mushola cukup lama. Entah duduk atau tidur orang-orang tahunya ia betah di dalam musholla sampai magrib. Usai shalat jamaah baru ia kembali ke resto hotel lagi. Kali ia pesan teh manis panas dan kletikan macam peyek, rengginang. Tampilan Supleo kini lebih segar dibanding sebelumnya yang tampak kusut.
Ia menempati meja kursi yang sama. Koran sore disediakan resto tapi Supelo memilih tidak ngapa-ngapain, dan sesungguhnya ia tak tahu mau apa kecuali menunggu. Menunggu apa juga ia tak tahu persis gunanya. Sebab jika ia ingin bicara dengan Kismiati, bisa aja minta tolong orang kafe untuk memanggilnya – ia tak mau ke kamarnya. Lebih baik menunggu bola saja, setidaknya tidak pulang. Pulang berarti penolakan. Supelo bukan menutup puntu cinta bagi Kismiati. Ia cuma butuh waktu untuk meyakinkan diirinya bahwa cintanya ini bukan seperti nemu sekarung intan berlian di tepi jalan. Dan ini bisa tidak membawa berkah. Biar saja orang omongin dirinya kolot atau bodoh.
Seorang lelaki perlente usia 30-an datang lalu mengulurkan tangannya untuk berjabat.
“Saya Bram van Jaarke, kerabat Kismiati.....”
Supelo segera menyambut tangannya sambil menyebut namanya.
Tanpa basa-basi si pendatang mengatakan bahwa dirinya itu kerabat tua Kismiati. Ia juga menjelaskan bahwa dirinya ikut FB dengan nama Bambang Sumantri. Supelo coba mengingat-ingat temen FB yang mana ya. Wajahnya indo. Ganteng, perlente, persis Roy Martin muda.
Si Bram “Roy Martin” membeberkan bahwa nama Kismiati sebenarnya Kizzy van Jaarke. Kizzy nama Gipsi, artinya murah hati. Bram mengaku asli dari Belanda, Holland. “Dalam diri Kizzy mengalir darah gypsy. Neneknya gypsy asli. Papanya campuran Jawa-Belanda. Tentu Anda bertanya-tanya, aku ini mau apa sih ? Yah, saya sekedar melaksananakan pesan nenek Kizzy untuk menjaga Kizzy.”
“Memang dia kenapa ?” tanya Supelo.
Menurut psikiater ia penyandang nymphomaniac. Ia tergila segala hal jawa. Apa saja, makanya ia mempelajari hal-hal jawa. Ia ambil studi jawa dan memperadalamnya sampai S 2 sekarang. Ia juga belajar dan ikut karawitan dan seni tari di Solo. Semua gending dan wayang ia kuasai. Masalahnya, cakupan nymphomaniac termasuk laki-laki. Sex ! Entah bagaimana kelainan ini sampai bocor dan anda lihat sendiri begitu buanyak laki-laki menunjukkan kesan bahwa dirinya jawa di FB Kizzy. Tentu pihak keluarga prihatin, sebab keluarga kami cukup terpandang di Hollad maupun Eropa. Namun untungnya ia masih rasional. Tak membabi buta. Cuma nenek berpesan supaya saya menjaganya sampai ia menemukan orang yang tepat,...dan sekarang kayaknya saya mau pulkam.”
Pulang kampung Holland ? tanya Supelo. Bram mengangguk. “Emang Kismi eh Kizzy sudah mendapatkan pria yang tepat ?”
Bram mengangguk yakin sembari tersenyum lega. “Ya, pulanglah. Waktuku terbatas, aku musti pulang ke ‘asalku semula’ ...selesai tugasku”, tambahnya. Bram berdiri mau minta pamit.
“Wuoo, wo, woo...bag, bagaimana kalo ternyata ia belum menemukan pria yang tepat ? “ tanya Supelo.
“Emang kenapa ? “ pancing Bram.
“Ya...tidak bagus, tidak bagus bagi Kismi, eh, Kizzy,....”
“Ya “ kata Bram. “berarti muncul kemungkinan kekurangan Kizzy akan dimanfaatkan ”.
“Dimanfaatkan sebagai budak nafsu...” Supelo mempertegas.
Bram mengangguk dengan eskpresi sedih.
“Berarti Anda tidak sayang dong sama Kizzy....” tegur Supelo.
“Sayang, “ tandas Bram. “tetap sayang sampai kapanpun. Yang memberi nama samaran di FB itu dia.
Kizzy paham wayang. Ia tahu Bambang Sumantri sayang banget sama adiknya, Sukosarono, ato
Sukrosono, raksasa kerdil tapi sakti dan berbudi luhur..”
“Ya, tapi kan beda banget. Beda jauh , ibarat langit dan bumi, kata Supelo.
“Antara siapa ?”
“Kismiati dan Sukosrono.”
“Oh, kamu mempertimbangkan fisik ya...oh ndak papa. Wajar menilai orang dari fisiknya”, kata Bram. Komen Bram mengetuk nurani Supelo. Selama ini ia tak pernah semata-mata mempertimbangkan aspek fisik. Bram alias Bambang Sumantri menjabat tangan Supelo untuk pamit. “Good luck, God bless you.”
Bram ini jelas indo, tapi Kismiati jelas bule londo. Cuma memang kulitnya agak kemerahan, tidak putih banget. Rambutnya hitam dan ikal. Mungkin pengaruh darah Gipsi kali.
Beda sekian detik mungkin, Kismiati muncul, pas Supelo memperhatikan pintu masuk. Ia tampak cantik dan anggun dengan jin dan kaos putih. Supelo juga mencari arah kemana Bram pergi baru saja,...tapi kok saja tidak tampak sama sekali. Mosok ia bisa menghilang kayak jin. Entah Bram lewat mana yang jelas Supelo tahu Bram tidak berpapasan dengan Kizzy, eh, Kismiati.
Kismiati tersenyum lepas bagitu tahu Supelo masih di kafe hotel.
“Mas masih di sini to ? Kok diam saja, kalo aku tahu pasti aku temani. Capai ya mas ? aku kejam ya mas ? mestinya aku ga maksain mas untuk jawab iya atu tidak....maaf ya mas ... “
Supelo hanya tersenyum saja sembari mempersilakan Kismiati duduk. Keluguan masih terpancar dari dalam Kismiati. Apapun tengkah lakunya wajar. Tak pernah dibuat-buat untuk memberi kesan tertentu. Itu salah satu yang disukai Supelo. Kismiati pesen kopi susu dan roti keju. Kismiati antusias ajak ngobrol Supelo. Sepanjang hampir sejam Kismiati mendominasi obrolan. Tetakala kehabisan bahan bicara, Supleo mengajaknya keluar. “Jalan-jalan mau ga ?”
Yuk, katanya segera berdiri dan mengulurkan tangan hendak menarik tangan Supelo. Belum tanya mau diajak kemana, Kismiati sudah setuju. Dasar tak biasa romantisan, Supelo berdiri tanpa menyambut uluran tangan Kismiati. “Stasiun, nasi kucing, jalan kaki. Piye ?”
Kismiati setuju tapi Supelo berubah setelah ingat Malioboro sesak bagi pejalan kaki. Ia minta naik beca. Di tempat nasi kucing Jl Mangkubumi mereka cuma makan minum tok, ga bisa ngobrol bebas. Bagaimanapun mereka risih, orang-orang pada nonton mereka. Supelo usul ke alun-alun depan Kraton. Kismiati ya aja. Supelo usul naik taksi saja, beca sempit. Kismiati setuju meski ia hapi saja mau beca sempit atau tidak. Diajak kemana saja, diajak apa saja, Kismiati iya aja. Belum sampai Pasar Bringharjo, Supelo usul lagi. Ke Parangtritis. Malam begini ? tanya Kismiat meski toh setuju saja tanpa argumen.
Pantai Parangtritis di waktu malam sepi. Tentu saja. Beberapa pasangan memadukasih. Entah pacar beneran atau ketemu “pacar” di sana. Taksi disuruh tunggu sementara Supelo dan Kismiati ngobrol. “Kamu tadi siang ga jadi kasih tahu nama asli kamu ya” kata Supelo.
“Kizzy.” kata Kismiati.
“Kizy,......” pancing Supelo
“Kizzy van Jaarke”.
Supelo mancing lagi dengan pura-pura tidak tahu arti namanya.
“Bahasa gipsi. Nenekku gipsi tulen, masih hidup. Kizzy artinya murah hati..” papar Kismiati,
“Bram,....Bram ? Pernah dengar nama itu dalam keluargamu?” tanya Supelo.
Kismiati memlingkan muka supaya bisa menatap Supelo. Sorot mata penuh selidik tapi kemudian ia tersenyum. “Papa.....”, jawab Kismi.
Supelo kaget. Baru kali ini ia cepat terkejut. “Papa ? bukan kakak?”
“Papa. Memang dia juga aku anggap sebagai kakak. Aku kan anak tunggal. Nama papa di FB Bambang Sumantri. Aku yang sarankan, “kata Kismiati dengan tersenyum senang. Sepertinya terkenang momen manis bersama papanya. “Aku memang mendambakan kakak laki-laki yang bisa membimbingku, bisa mengarahkan aku tanpa memanjakanku. Hampir semua memanjakan aku. Termasuk temen-2ku di Holand. “
“Kalau kamu anggap Bram sebagai kakak juga , boleh tahu mengapa kamu pilih nama Sumantri ?” tanya Supelo.
“Mas mengkaitkan dengan adik Sumantri ya ? anak cacat itu? Raksasa kerdil kan cacat.”
Supelo manggut-manggut. Kimiati menatap tajam Supelo lalu berpaling memandang bulan yang memang sedang purnama.
“Bulan dari jauh tampak cantik ya....” kata Kismiti dengan memandang bulan, pikirannya menerawang. Agak lama ia memandangi rembulan dan Supelo membiarkan saja. Senaja ia tak mau mengganggu Kismiati yang sedang membayangkan sesuatu. Meski suasana remang-remang, hanya mengandalkan penerangan cahaya bulan, tapi Supelo tahu mata Kismiati sembab. Padahal kalo didekati, lanjut Kismiati, bulan itu cacat. Mukanya bopeng. Supelo tahu air mata Kismi menetes tapi ia enggan menengok Supelo. Ia mengusap air matanya dengan tangan kanannya.
Supelo meraih tangan kiri Kismiati lalu menggenggamnya. Kismiati berpaling memandang Supelo. Pancaran cahanya rembulan seolah-olah sengaja menyorot wajah Kismiati yang sedang berurai air mata. Tak kuat menahan kesedihannya. Ia mendekap Supela dan menangislah ia dalam pelukan Supelo. Supelo menenangkan dengan mengelus dan menepuk halus punggung Kismiati. Baju Supelo basah oleh air mata Kismiati. “Sama dengan keadaanku mas,” keluh Kismiati. “Aku cantik. Secantik bulan purnama itu. Orang tahunya dari jauh, tidak tahu aku ini cacat mas..”


Kimiati memisahkan diri, menjauhi Supelo. Ia merasa malu. Supelo mendekati Kismiati. Tap Kismiati tak mau berpaling, tetap membelakangi Supelo.
“Kubilang sama papa, alasan aku namakan papa Bambang Sumantri, supaya papa seperti Sumantri. Sayang sepenuh hati kepada darah dagingnya sendiri. Sang adik, Sukrosono. Ia lahir cacat dan dibuang di tengah hutan yang penuh binatang buas dan ganas. Supaya binatang mencabiknya sampai mati. Tahukah kamu mas, Sumantri sayang banget sama adiknya yang buruk rupa sejak lahir. tiap hari Sumantri momong, ajak main adiknya sampai puas. Sumantri menurut saja ketika sang adik minta digendong keliling tepi hutan, sampai adiknya lelah dan ngantuk. Kadang malah Sumantri yang pulas duluan saking lelahnya.....Sumantri kan masih remaja sementara sang adik badannya besar dan tentu saja berat. Sumantri berlari-lari kecil menggendong sang adik yang tertawa-tawa girang.”
Kismiati tertawa masam.
“Jika belum tidur juga, tak jarang Sumantri nembang untuk meninabobokan sang adik tersayang....ia nembang gending-gending lullaby dengan suara merdu...”
Lalu menembanglah Kismiati di pantai Parangtritis di malam yang sunyi itu.... .....
Lingsir wengi sliramu tumeking sirno /
Ojo tangi nggonmu guling /
Awas jo ngetoro /
Aku lagi bang wingo wingo /
Jin setan kang tak utusi /
Dadyo sebarang /
Wojo lelayu sebet /


Suara merdu Kismiati terdengar bening di malam yang sunyi, diselingi debur ombak Parangtritis. Syair mocopat Kidung Lingsir Wengi ini termasuk dalam pakem Durma yang mampu mengolah suasana jadi suram dan sangar. Lebih-lebih lama-lama suara Kimiati semakin meyayat hati. Perempuan Eropa ini membawakan kidung dengan perasaan sepenuh hati. Suasana malam di Parangtritis penuh hawa magis, menyebabkan Supelo merinding. Usai nembang, Kismiati menundukkan kepala. Merenungi nasibnya.
Supelo mendekati Kismiati yang masih membelakanginya. Dengan halus ia menyentuh pundak Kismiati lalu berkata lirih, “Kok serem begitu ninabobonya.”
“Entahlah mauku nembang ‘Lelo lelo ledung’ tapi keluar kidung itu......memang hatiku lagi muram dan ingin rasanya aku menjerit sekencang-kencangnya,...aku ingin marah tapi aku sadar aku tak punya alasan apapun untuk marah. Mungkin amarahku kepada diriku sendiri yang lemah....”
Supelo memegangi pundak Kismiati dai belakang, dan perempuan manispun tergerak untuk membalikkan badan menghadap Supelo. Mereka bertatapan dalam jarak dekat sekali
“Mas, boleh aku terus terang mengutarakan permintaanku, tapi jangan marah ya atau tertawa. Permintaanku ini aneh,” kata Kismiati.
Mereka bertatapan agak lama dgn pikiran masing-masing . Supelo menyimak bener, kira-kira macam apa anehnya. Sedangkan Kismiati coba meneropong hati Supelo. Kira-kira marah lagi enggak kalau permintaan nyleneh itu disampaikan. Ragu-ragu berarti jangan, pikir Kismiati.
“Nanti aja mas”, kata Kismiati. “Kita jalan-jalan di pasir yuk”, ajak Kismiati sembari mengulurkan tangan. Kali ini Supelo menyambut uluran tangan Kismiati. Mereka bergandengan berjalan-jalan di pasir sampai keki mereka basah oleh air laut. Angin laut malam berhembus, menerpa wajah mereka. Supelo menguap. Jelas ia lelah. Tapi bisa juga bercampur jenuh. Kismiati tahu hal itu. Ia ajak pulang dan Supelo tampak “melek” alias cerah raut mukanya.
Taksi langsung tancap gas begitu mereka sudah tampak jenak duduknya. Belum sampai puluhan meter. Supelo sudah mengaup beberapa kali. “Sini, bubuk sini,” Kismiati menawari pahanya untuk dipakai bantal bagi kepala Supelo yang mesam-mesem saja.
“Tadi Kismiati mau minta apa kepadaku ? “ Supelo coba mengaliihkan suasana. Kismiati menengok untuk menatap Supelo. “Enggak enggak, enggak bakal nesu aku, Kis....” . Kismiati suka mendengar Supelo menyebut dirinya dengan panggialn akrab yangsedap ditelinganya, Kis. Nada suaranya lembut dan mesra menurut pendengaran Kismiati.
“Mas mau jadi Bambang Sumantri bagiku ?”
Supelo dinasehati oleh ayahnya agar tidak cepat heran (gumunan), tidak cepat-cepat bereaksi atau segera meluapkan emosi. Apakah sedih atau gembira. Maka Supelo diam sejenak meski sempat terhenyak ia tadi.
“Mas,...,” suara Kismiati lirih. Ia khawatir salah langkah lagi.
“Memang tidak mudah menjadi sosok Sumantri, tetapi aku akan berusaha,” ujar Supelo akhirnya. Aku bisa ajak main kamu, bahkan nggendong kamu masih kuat sambil lari. Cuman satu hal yang aku tak bsia menjalani.”
Apa ? tanya Kismiati agak degdegan.
“Nembang. Aku sama sekali ga bisa nembang. Apalagi nembang lullaby.”
Kismiatai tertawa terpingkal-pingkal. Sampai keluar air mata, bahkan ketika tawanya sudah surut air matanya masih berlinang. Sengaja Kismi memalingkan muka dari Supelo dengan memandang jalanan agar wajahnya tak sampai diamati Supelo. Untung lampu taksi tak dinyalakan. Ia lega, dan airmatanya kali ini adalah airmata bahagia. Bagi Kismiati, tangapan Supelo itu merupakan ungkapan cinta baginya.
“Kis,....kok diam sa” , kata Supelo.
“Iya...iya...tapi aku tak percaya mas ga bisa nembang, “ goda Kismiati.
“Sumpah Kis, disambar anaconda atau digigit komodo , aku ga bisa.”
Geli juga Kismi mendengar sumpah Supelo dengan menyebut binatang yang tidak berkeliaran di Jawa. “ Tapi nyanyi lain bisa kan ?”
“Iiiya..iya bi..bisa tapi suaruku fales. Pelajaran menyanyi ku dulu dapat 6.”
“Coba dulu ga apa, adik Sumantri akan selalu mendengarkan dengan senang hati.”
Rayuan Kismi menyemangati Supelo untuk pamer olah vocalnya. “Lagu apa mas ? Koes Plus? Panbers”
“Rock’nRoll”
“Wee....” seru Kismi sembari tepuk tangan. Supelo atur pernafasan untuk menenangkan batin.
“Lagu siapa mas ?”
“Elvis.”
“Wao, wao...aku suka,...bilang dari tadi kek, aku bisa ngimbangi nanti.”
Suasana batin Supelo mulai tenang. Suasana tenang ikut mendukung Supelo. Dan keluarlah suara tenor Supelo.
“Kiss me quick While we still have this feeling.
Hold me close and never let me go
‘Cause tomorrows can be so uncertain
Love can fly and leave just hurting
Kiss me quick because I love you so....”


Kismiati terpana memandangi Supelo sejak mulai menyanyi ..... tanpa sadar air matanya menetes lagi. Kali ini terharu. Entah kenapa, perasaannya terharu banget menyaksikan keluguan dan ketulusan Supelo. Kilatan sinar mabil yang berpasan menerangi wajah Kismiati yang berlinang air mata. Suipelo langsung menghentikan nyanyinya.
“Kamu kenapa Kis..., “ seru Supelo khawatir.
Kismiati tersenyum seraya mengusap air matanya,
“Ga papa, “ katanya sambil tersenyum lepas. “Bagus, aku suka . Kamu baik bener...mau dong sekali lagi,....boleh ?”
“Oke, “ jawab Supelo bersemangat. Ia pun Supelo bersiap nyanyi lagi. “Kiss me quick...!”
Nyanyian Supelo terhenti lantaran mulutnya dibungkam bibir Kismiati.....
Pagi itu Supelo bangun agak siang. Usai mandi komplit – pakai shampo segala, Supelo duduk di sofa hotel. Tak lama Kismiati keluar membawa dua cangkir kopi hitam lalu ditaruh di meja. Ia duduk dekat Supelo. Verbalitas sudah usang, bahasa mata sebagai gantinya. Lalu keduanya tersenyum. Kismiati mengambil cangkir dan dengan matanya mempersilakan Supelo. Mereka pun bareng menyeruput kopi panas. Supelo mau memungut kripik tiba-tiba ia ingat sesuatu. Tadi malam atau pagi dini hari, Supelo bermimpi berjumpa Bram. Dalam mimpi itu, waktu ia keluar dari kamar mandi, sementara Kismiati tertidur pulas, Bram tahu-tahu nongol dan menyalami dirinya. Walau kaget, ia jabat tangan Bran, dan Bram menjabatnya dengan mengganggam keras seperti hendak mematahkan jemarinya. “ Selamat ya....semoga bahagia....” katanya. Supelo tersenyum dan tersipu malu sehingga menundukkan kepala. Tatkala ia mendongak, Bram sudah pergi. Bram raib begitu. Entah ngantuk berat atau lelah, Supelo masa bodoh saja. Ia cuma geleng-geleng lalu menjatuhkan diri di samping Kismiai. Langsung KO, pulas.
“Kenapa mas tersenyum s endiri? “ tegur Kismiati.
“Enggak, tiba-tiba aku teringat Bram,” ujar Supelo
“Papa ?”
“Oh, bukan masmu ya ? Kok masih muda, kayak Roy Martin...”
“Kapan mas jumpa dengan papa ?” selidik Kismiati
Supelo malu mengaku bahwa ia tadi bermimpi. “Enggak,...ga pernah bertemu , cuma...”
Dipotong Kismiati, “Kok tahu kalo papa seperti Roy Martin?”
“Kan Kismi pernah crita kemarin,.....”
“O, iya,” kata Kismiati.” Baru ingat. Ha...ha...ha”
“Sekarang di Holand ya ?” Supelo ingin tahu saja.
“Sudah wafat....”
“Apa ?” baru kali ini reaksi Supelo spontan vulgar. Kismiati agak heran sebenarnya mengapa Supelo terkejut tapi ia belum hafal kebiasaan Supelo yang jarang kaget atau kaget tersembunyi.
“Kapan ?”
“Bulan kemarin,” sahut Kismiati seraya menjelaskan bahwa h ari ini adalah hari ke39 -40 ! “Ya. ya ingat, karena tadi malam sebelum ke kafe ketemu Mas, tanteku --- kerabat papa – ini asli jawa, tilpun, nanya bisa hadir ga dalam acara 40 hari wafatnya papa. Ya kubilan g aku lagi sibuk.....”
Supelo termangu. Jangan-jangan tadi malem itu bukan mimpi.....
Kismiati menjawil Supelo, “Ayo mas kita cari SGPC lagi...atau gudeg .....”
Supelo masih melamun. “Ayuk,” ajak Kismiati sambil menarik lengan Supelo. Supelo berdiri. Tapi Kismiati tak segera melangkah.
“Elivis dulu dong Mas,” rengek Kismiati. Supelo menatap Kismiati sebentar. Ia masih terpengaruh ‘mimpi-tapi-nyata tadi malam.’
“Elvis dulu dong mas,” kata Kismiati dengan nada merajuk.
Supelo buka suara tenornya. “Hm, kiss me quick...., ,”
“Bukan-bukan suara mas,” protes Kismiati.
“Lho, lalu apa?” tanya Supelo ga dong.
Kismiati gemes, ga sabaran. Ia sergap Supelo dengan bibirnya....


....Kiss me quick and make my heart go crazy.....