Sebagian mencap mereka
sebagai makhluk lemah, mudah patah mudah menyerah. Sebagian lagi
malah menyatakan mereka lebih kuat daya tahan fisiknya. Lebih ulet.
Bahkan sampai ada yang menyebut mereka makhluk kenyal. Tahan banting.
Anti pecah.
Mereka adalah wanita
pemburu nafkah, yang se-olah2 tak kenal lelah. Kerja dari pagi hingga
dini hari.
Diantara mereka adalah
Luna (nama sebenarnya Lukita Dana), Dora (nama akte Wedodari Rahayu
– artinya bidadari selamat, tetapi karena malah tidak selamat
menjadi bidadari, ia tak mau pakai nama megah itu) dan Sina (Siti
Maimuna). Namun mendung menyelimuti mereka. Wajah mereka yang
biasanya senantiasa cerah sumringah dan murah senyum, kini redup.
Semua termenung, bukan
melamun. Kesedihan mereka bagai sedang berkabung.
Bukan karena warung
sepi pengunjung. Memang saat itu tak ada tamu satupun. Orang berjubel
di warung bedeng sempit itu biasanya pagi. Sopir dan kenek, baik
angkot maupun truk. Ramainya atara jam 6 sampai jam 8, Surut
sebentar, ramai lagi mulai jam 11 sampai jam dua. Nah saat itu jam
setengah tiga. Sepi. Bukan karena rutinitas sepi yang mereka ratapi.
Memang benar mereka sedang berkabung. Meratapi bencana dahysat di
depan mereka. Yang sulit dihindari
Sina, apa kata bang
Muin ? kena dua juta juga ?
Enggak lah, cuma
sejuta. Kan gerobaknya bisa dipindah. Meski tetap berat katanya,
sebab tahu sendiri untungnya bubur ayam berapa, kata Sina yang
termuda diantara mereka bertiga. Seharusnya ia pakai seragam putih
abu-2. Lulus SMP ia mau dikawinkan sama ortunya tapi ia memilih kabur
dan kemudian bertemu Dora.
Yang konyol itu mpok
sana itu yang jual nasi uduk, warungnya permanen kayak kita, kata
Sina. Dia bilang, biasa mah, mereka minta jatah susu. Nih susuku kalo
mau, gitu bilangnya.
Ha ? terus mereka mau
? tanya Luna yang dianggap Dora dan Sina sebagai presiden mereka
karena dialah yang mengajak mereka untuk buka warkop indomie di tepi
jalan tak jauh dari pantai itu.
Ya enggaklah, mpok kan
udah hampir 50 usianya.
Terus ?
Ya tetep mereka minta
dua juta. Mpok mau coba tukar guling.
Istilah itu kan untuk
tanah, tukar guling bagaimana ? kata Luna.
Dirinya diganti yang
lebih muda, tiga dara. PSK.
Kok 3 ?
Mereka kan bertiga ?
Lho, lha dulu
bagaimana ? kamu tanya enggak sama mpok ?
Sama, 3 orang tapi
beda orangnya kecuali si Gatel , kepala satgasnya. Itupun 2 tahun
lalu,
Mpok kasih apa ?
Ya punya dia sendiri
lah !
Gila lu, masa iya ?
Iya, aku juga kaget
mendengar pengakuannya. Mpok bilang begini, 2 taon lalu, bodi gua
masih singset. Montoknya kagak nggelambir gitu. Lagian si Gatel kan
baru diangkat setahun sebelumnya dan tahun pertama dia bertingkah.
Dasar nggragas kali, dia seneng saja. Anak buahnya apalagi.
Dia sendiri bagaimana
? apa stres atau gimana ? tanya Luna.
Dia kan janda, meski
dia ngumpat ga karuan tapi dia tak punya pilihan. Uang satu juta
setengah cukup besar. Dia pikir setelah kasih susu, urusannya
selesai. Paling ya tetap kasih uang keamanan 200 ribu tiap bulan
sesuai kesepakatan. Seperti kita juga kan ? Tapi nyatanya tiap tahun
mnta jatah.
Dasarnya ya surat
seperti yang diberikan kepada kita itu ?
Iya, ada stempel
instansi. Yang menyatakan area ini jalur hijau dan akan dilebarkan
jalannya, maka dimohon pindah...bla..bla....
Hape cross Dora
berdering. Ia terima dan menjauh agar terdengar jelas ngobrolnya.
Lima menit kemudian ia kembali ke warung.
Dari mpok, kata Dora.
Dia crita Gatel tak mau diganti dengan pelacur rendah , ini istilah
dia. Enaknya ga sebanding dengan penyakitnya. Aku mau cash saja. Dua
setengah atau siang ini aku bongkar. Anak-anak sudah di seberang kali
situ. Begitu kata Gatel. Terus ga tau, mpaok ga bisa melanjutkan.
Kayaknya dia nangis. Sebelum menutup pembicaraan, mpok titip pesen
supaya kita pergi saja. Cari lahan lain. kalian masih muda, katanya.
Masih pinya masa depan. Aku iya aja meski batinku membantah. Masa
depan apa ?
Saran mpok memang
baik, ujar Luna. Aku setuju, tapi mau pergi kemana ? Pergi diam-2,
berarti orangnya aja yang pergi. Barang-2nya ga mungkin dibawa. Aku
ga punya modal buat mengawali dagang seperti ini lagi.
Luna memandangi
dagangannya. Yang terpajang rentengan nempel dinding belakang :
kopi, kopi susu, kopi jahe, white coffee, jahe wangi, STMJ, extra
joss, hemaviton, kukubima. Display di meja: roti-2, gorengan 3
macam, kacang goreng diplastik kecil, kardus kecil isi obat-2an
sepeti anti mabuk, bodrex, fludan, inza, obat batuk sachet dan pil.
Di kolong meja, mie instan gores, rebus masing-2 epat kardus. Belum
lagi, gula pasir, telor, teh.
Luna menunduk sedih.
Sekarang terserah
kalian, kata Luna dengan nada pasrah.
Sina dan Dora diam.
Baiklah. Aku jelas ga
bisa kemana-mana. Orangtuaku transmigrasi dan sejak kecil aku ikut
bude. Sebelum bude meninggal aku sudah dijodohkan dengan laki-laki
yang sudah beristri, aku tak mau lalu minggat. Aku tak tahu apakah
pulang ke kampung dan jadi istri ke sekian lebih baik atau tidak,
tapi yang jelas aku malu pulkam.
Sina dan Dora diam.
Baik, aku sendiri yang tangani. Kalian tetap jaga warung dan jaga
diri.
Gathel datang dan
pesen kopi susu. Langsung dua. Buat dia sendiri. Maklum tinggi besar,
gendut dengan rambut awut-awutan. Yang bikin ia tampak tak kumuh
adalah seragam instansinya, lengkap dengan emblem instasi.
Kemana-mana, terutama untuk nagih, ia sendiri . meski usianya tak
lagi muda. Tak pernah ajak buah . Dora menyeduh dua gelas white
coffee. Ketika Dora menyajikan kopi ke dekat Gatel, manusia tambun
itu kebetulan sedang menguap. Oaahhh....! Bau amis bangkai basah
menyerang hidung Dora. Angin laut bertiup. Sssheng...ng.... bau
kambing menyerbu indra pembauan siapapun di sekitar Gathel. Buru-buru
Dora keluar dan berlari menjauhi warung. Di baliik pohon ia
lampiaskan mualnya. Ia muntahkan tapi ga keluar. Sampai keluar air
mata baru berhenti aksinya. Dengan berjalan gontai ia ke warung.
Luna dan Sina memperhatikan dengan perasaan antara geli dan prihatin.
Kalian tentu telah
dibilangin mpok, memang aku suruh memberitahu kalian, kata Gathel
setelah menghabiskan gelas kopi susu pertamanya. Tiga dara menyimak
Gathel dengan gemas dan muak. Siapkan dua setengah sore ini atau dua
dianatara kalian ikut aku. Bukan buat aku, aku mau ke kantor lapor
bos dulu. Baru besok giliran aku, ...he...he..he... aku jemput besok
agak sorean karena aku harus ambil uang dulu dari manusia-manusia
bandel macam kalian. Ga punya lahan, pakai tanah negara maunya
gratis, manusia macam apa kalian.
Gigi Sina sampai
gemeretak saking jengkelnya mendengar Gathel merendahkan mereka. Dora
merangkul Sina lalu mengajaknya keluar warung.
Apa yang kalian
siapkan untuk aku bawa sekarang ? Dua dianatara kalian atau dua
setengah juta ? kata Gathel sambil berdiri.
Aku, tandas Luna tanpa
ragu-2.
Kubilang dua, bukan
satu, kamu dengar eggak sih ?
Aku sanggup melayani
kalian bertiga sekaligus !
Oiya, menarik. Boleh
di coba nih. Kalau begitu, setelah urusanku selesai sama bos, aku
gabung dah, lumayan. Ha...ha...ha...
Tidak bisa ! hardiik
Dora yang tiba-2 muncul.
Jaga mulutmu neng,
ancam Gathel.
Dia kakakku,
pengganti orang tua. Dia ga boleh sakit gara-gara ulah kalian. Aku
sebagai gantinya !
Hm, emamg kamu mampu
melayai kami bertiga ?
Tidak, sesuai
kesepakatan. Aku menggantikan satu orang, jadi dua orang yang aku
layani. Tidak ada tawar menawar, tegas Dora.
Besar juga nyalimu.
Kalau aku menolak, kamu bisa apa ?
Aku dan kakakku
melayani abang besok, malam ini abang istirahat agar besok benar-2
siap tempur, ujar Dora.
Kalau aku tidak mau ?
Ya kagak apa-2. Kami
bertiga jauh lebih baik pergi dari sini sekarang juga. Tandas Dora.
Bukan hanya Gathel yang kaget, Luna pun terperanjat. Dora ini
nggertak atau bagaimana sih ? Batin Luna. Kok diam-2 saja kalo ada
rencana.
Ha...ha...ha...anak
kecil bisanya gertak sambal, kata Gathel.
Hm, Dora mendengus
lalu memanggil Sina. Sina muncul meenjinjing kopor yang kelihatan
berat.
Kita pergi sekarang
kak, kata Dora kepada Luna. Panggil anak buah abang sekarang, silakan
bongkar warung kami. Ambil barang-2nya. Masih bisa bikin kenyang itu
barang-2 kami.
Keder juga Gathel. Ia
terdiam beberapa saat sebelum akhirnya melambaikan tangan mengajak
Dora ikut dengannya.
Dora pergi bersama
Gathel. Tinggal Luna dan Sina yang kemudian saling berpelukan dengan
air mata berlinang. Mereka tak menyangka sikap Dora yang nekat
seperti itu. Tak terbayangkan pengorbanannya. Mereka menutup warung
sore itu. Mungkin untuk bersemedhi, berdoa bagi sahabatnya yang rela
berkorban demi mereka semua.
Tempat istirahat
mereka tak jauh dari warung. Menyebrang jalan besar lalu masuk gang.
Di sana terbujur rumah petak 3 x 3 m diantara sekian rumah petak yang
berdesakan dan berdiri di atas tanah yang rentan karena kerap
terendam air akibat sungai di tepi jalan mengguap bila hujan deras
lebih dari 3 jam. Kondisi rumah petak tak beda jauh dari warung.
Sama-sama bedeng, separuh tembok separuh triplek. Bedanya, keadaan
tanah warung lebih aman. Tak pernah kemasukan air kecuali banjir
besar lantaran air laut meluap sampai ke sana. Tak ada perbotan
kecuali dua kasur busa gulung dan bantal. Kopor. TV 14 in menyala
dengan volume suara lirih.
Jam sepuluh Dora belum
datang. Luna dan Sina sejak tadi cemas. Hilang nafsu makan mereka
meski perut keroncongan. Paling mereka ngopi. Pengin banget mereka
menghubungi Dora tapi tak berani menelpon hape maupun ber SMS.
Khawatir mengganggu atau entah pokoknya mereka khawatir melakukan
apapun. Serba salah.
Lepas jam sebelas
pintu dibuka, masuk Dora dengan tenang namun raut mukanya dingin. Ia
memberi senyum sekejab, Luna dan Sina saling pandang. Mereka berdiri
hendak menyambutnya dengan pelukan.
Dora, kamu tidak
apa-apa kan ? tanya Luna dengan nada khawatir.
Yah,..ga apa-2, jawab
Dora lalu duduk. Sulit membaca ekspresi wajah Dora. Tatapan matanya
kosong, mulutnya terkunci rapat, seperti tak mau bicara sepatah kata
pun.
Sina mendekati Dora
dan memegang tangannya, lalu mengelus pipi kanannya. Dora tersenyum
masam. Sina meraih telapak tangan Dora lalu menariknya supaya
memegang pipinya. Tak perlu risau Sin, aku tidak apa-2, kata Dora
yang melihat mata Sina mulai berkaca-kaca. Dora mengerti, Sina ingin
dibelai bila sedang galau hatinya. Wajar Sina sedih karena ia tahu
kisah Dora sebelumnya, ketika remaja, jauh lebih suram dari
pengalaman pahit dirinya maupun Luna. Rasanya ingin bunuh diri waktu
itu, keluh Dora tatkala mengutarakan kisah muramnya dulu. Harga
diriku, kehormatan diriku sebagai perempuan, sebagai manusia,
dicabik-cabik sampai menjadi sekerat daging cabikan yang mungkin
anjing pun tak doyan memakannya. Sempat terlintas di benakku untuk
meracuni mereka dengan baigon lalu giliran aku yang terakhir
menenggaknya. Tetapi aku terlalu takut, takut mati, takut dosa. Aku
meratapii diriku sendiri, tanpa air mata berlinang. Sudah terkuras
habis air mataku. Juga kesedihanku. Aku hanya bisa diam dan diam.
Pengakuan terakhir inilah yang diingat Sina karena sekarangpun
sesungguhnya Dora keadaannya mirip seperti itu. Tida air mata, tiada
kata-kata. Mungkinkah ia mengalami hal yang sama? Pikir Sina.
Meski Luna sibuk bikin
minuman tapi tetap memperhatikan Dora dan Sina. Begitu akur dan
saling menyayngi mereka berdua. Kayak kakak-adik beneran. Padahal
bukan. Memang Luna bertemu dengan mereka bersamaan, bukan satu-satu,
kemudian mengajak mereka untuk buka warkop. Beda usia mereka lima
tahun tetapi mereka megaku bukan saudara satu sama lain. Asalnya pun
beda. Luna tahu Dora memendam sesuatu. Dari dulu. Ia tak terlalu
terbuka kepada Luna. Ia paham kesedihannya cukup mendalam akibat
perkara upeti ini. Luna menahan diri untuk tidak mengorek keterangan
dari pengalamannya malam ini. Betapapun ingin ia berbagi kesedihan.
Berbagi pahitnya hidup. Lebih-2 ia akan mengalami hal serupa besok.
Luna membuatkan teh
manis panas untuk Dora. Minum dulu biar seger, lalu mandi kramas.
Sudah kusiapkan semuanya tuh....mau mandi pakai air hangat ?
Dora tertawa.
Janganlah begitu, tak perlulah aku diistimewakan. Kayak aku habis
melakukan hal besar saja. Eh, lupa. Aku bawa nasi padang. Aku beli
tadi waktu pulang ke sini. Lauknya dipisah. Dua, jadi tak perlu
potekan segala.
Warkop buka seperti
biasa, setengah jam setelah adzan subuh. Dora datang ke warung
seperti biasa, bersama dua sahabatnya. Seolah-olah tidak terjadi
apa-2 tadi malam. Padahal ketiganya sulit tidur. Gerah iya, tapi kan
sudah biasa. Luna, bagaimanapun, kepikiran akan dapat musibah seperti
halnya Dora. Betapapun tegar mental Dora, dan pernah mengalami
kejadian terburuk dalam hidupnya, tetap saja merenungi nasibnya.
Akankah terulang lagi? Apakah demikian garis hidupku? Begitu
kegalauan hati Dora. Sina tak bisa tidur karena marah. Marah kepada
dirinya sendiri yang membiarkan orang lainnya menggantikan dirinya
untuk menerima musibah. Sampai kapan ia terus jadi anak kecil yang
selalu diistimewakan? Ia telah menemukan ketenangan batin hidup
bersama kakak-2 yang baik, yang tulus persahabatanya, yang tak pernah
semena-mena terhadap dirinya yang lemah dan bodoh. Tetapi kini
kedamaian itu terkoyak oleh ulah bajingan busuk bersana Gathel. Aku
tak mau mengalah lagi. Tekadnya dalam hati.
Setelah yakin kedua
sahabatnya tidur pulas, pelan-2 Sina bangun dan melakukan sesuatu di
sisi kamar sempt itu yang biasa mereka gunakan untuk bikin teh kopi
atau mengupas mangga. Setelah tengok kiri kanan bak maling ia
menyelipkan sesuatu di balik bajunya. Sama ia tak tahu, Dora
mengawasinya sejak ia berdiri dan melangkah mengendap-endap melewati
dirinya.
Dora sendiri heran, ia
sudah minum sesachet obat anti mabuk, yang biasanya bikin ngantuk,
tapi kok malah melek sampai dini hari begini. Ia tak tahu bahwa
depresinya terlalu tinggi untuk ditaklukan penenang murah macam obat
anti mabuk. Tengah malam tadi ia sudah merasa ga bakal mempan kalau
cuma satu sachet, mau ia telan satu sachet lagi. Sina memperingatkan,
obat ini efeknya lama kalau kita sedang stres. Tapi bukan berarti
kagak ampuh. Jika ditambah satu lagi, memang ampuh daya pukulnya.
Tapi efeknya dua kali lipat. Kakak bisa bangun jam 12 , tapi gak
apa-apa sih kalu kakak ingin bangun siang. Aku dan kak Luna bisa
handel kok. Tapi Dora tak mau bangun siang. Ia batalkan obat anti
mabuk ke dua.
Seperti biasa jam dua
ke atas, warkop mulai sepi. Mereka bertiga lebih banyak diam. Sibuk
dengan pikiran masing-2. Sina mendekati Luna dan berbisik. Entar aku
yang nemani kakak ketemu Gathel.
Luna terkejut. Jelas
ada yang tak beres ini. Walau tanpa bicara, Luna dan Dora sepakat
untuk mengistimewakan Sina dalam perkara ini.
Aku tanya Dora dulu,
kilah Luna.
Ga perlu, Dora bukan
saudaraku. Ia teman seperti kakak juga, ujar Sina. Ia tak tahu Dora
diam-2 berada dekat mereka.
O, begitu, tukas Dora.
Sina kaget. Jadi kamu merasa sudah saatnya tampil untuk ikut
bertarung?
Ya, ujar Sina tetapi
dengan kepala tertunduk.
Oke, kamu sudah pernah
sama laki-laki ? tanya Dora.
Belum, eh sudah.
Sama siapa ? kapan ?
emang kamu sempat punya pacar ?
Pokoknya sudah pernah,
kakak tak berhak tanya sama siapa. Kapan. Pokoknya sudah pernah.
Bagaimana rasanya ?
cecer Dora.
Enak, asik. Aku pingin
mengulang lagi.
Kukira kamu masih
perawan.
Emang,...eh iya, aku
memang sudah tidak perawan.
Bagaimana rasanya
ketika pertama kali keperawamam kamu robek ? ? pancing Dora.
Biasa.
Tidak sakit?
Tidak, eh sakit juga.
Kamu tahu dengan siapa
laki-laki akan kamu layani ?
Aku sudah siap.
Siap apa ?
Pokoknya siap. Kakak
gak boleh dong ngatur jalan hidupku !
Dora diam. Membiarkan
pikiran Sina berkecamuk sendiri sebelum membuka wacananya. Kamu ga
takut menghadapi Gathel, mungkin juga membawa lelaki lain ?
Tidak. Aku punya trik
sendiri.
Apa ?
Pokoknya ada deh ?
Kamu tidak sendiri
menghadapi Gathel. Sin. Bagus kalau kamu bisa mengatasi perkara ini.
Tetapi apakah langkahmu itu membahayakan orang lain ga, dalam hal ini
sahabatmu sendiri. Kak Luna.
Sina diam.
Asal kamu tahu Sina,
Gathel itu bajingan tengik. Ga tau aku mana yang lebih baik, binatang
atau dia. Andai dia sejenis binatang, binatang apa yang tega
mengumpankan sesamanya untuk keuntungan dia sendiri.
Apa maksudmu, Dora,
tanya Luna.
Dia menjual tubuhku.
Tubuhku diserahkan kepada salah satu bosnya, lalu sejam kemudian aku
dijemput untuk melayani babe-2 perlente yang kemudian dia kecewa
karena aku bukan perawan. Aku dijual Gathel, tahu. Gathel minta
imbalan satu juta atas jasannya menyediakan perawan. Untung babe itu
baik orangnya. Ia marah-marah tapi akhirnya mengerti situasinya. Ia
geram kepada Gathel yang telah menipunya. Ia memberiku lima ratus
untuk ongkos naik taksi, di samping ia minta maaf.
Luna dan Sina
tertegun.
Sina, kamu jaga
keperawananmu, biar aku saja yang hadapi Gathel karena tubuhku sudah
dedel duel. Siapa saja bisa memiliki tubuhku tapi tidak jiwaku.
Tubuhku bisa membusuk tapi tidak jiwaku.
Tidak kak, aku harus
menuntaskan masalah ini, tanda Sina.
Kamu mau membunuhnya,
Sina ? tuduh Dora.
Sina diam tapi Luna
makin resah. Dora, kamu bicara apa ?
Sina, keluarkan pisau
dari balik rok-mu, pinta Dora.
Sina diam saja.
Sina ! bentak Dora.
Ayo keluarkan, jangan sampai aku menelanjangimu di sini !
Sina merogoh ke dalam
pakaiannya dan terhunuslah pisau dapur. Setelah menatap tajam
sebentar lalu dibantinglah pisau dapur di meja warung. Aku hanya
ingin berbagi derita dengan kakak, tak lebih. Kata Sina lalu keluar
warung dengan wajah bersungut. Dora membiarkan saja pada awalnya
tetapi kemudian meyusul Sina.
Luna mecoba melunakkan
emaosi Dora. Dora. Biarakan Sina meredakan kekesalannya sendiri,
saran Luna. Nanti kan baik senderi seperti sedia kala.
Aku kenal watak anak
ini, ga papa, aku omongin sebentar, ujar Dora.
Dari warung Luna
melihat Dora memberi nasehat kepada Sina, seperti sikap seorang kakak
terhadap adiknya. Sina pun kadang merajuk karena kesal, dengan
membalikkan badannya untuk membelakangi Dora. Terkadang sikap Sina
masih menunjukkan kekanak-kanakan. Luna maklum karena ia minggat
ketika remaja, memasuki usia pancaroba. Usia dimana khayalan kerap
diyakini akan terwujud esok hari. Tetapi dengan sabar Dora terus ajak
dialog Sina, menggugah semangatnya untuk tetap di jalan yang benar
dalam bertindak. Posisi Dora dan Sina yang sedang berdialog tidak
jauh namun Luna tak bisa mendengar pembicaraan mereka.
Dua pria masuk warung
pesan kopi hitam dan mie rebus dan es teh manis. Luna melihat Dora
dan Sina tidak sedang ngobrol melainkan saling mengunci mulut
kelihatannya. Sini duduk di puing membelakangi Dora yang sedang
melamun. Luna membiarkan saja. Bahkan ketika dua orang lagi masuk
warung, Luna tidak memanggil mereka. Ia melihat Sina sekarang yang
giat bicara. Tidak sedang membantah tetapi gayanya bicara seperti
sales yang tengah meyakinkan calon pelanggan agar membeli
dagangamnya. Luna melihat Dora menyimak dengan serius paparan Sina,
kadang melirik warung. Entah untuk melihat dirinya atau suasana
warung yang ramai.
Satu lagi masuk
pelanggan dan langsung mencomot gorengan. Ia pesan es extrajoss.
Satu lagi masuk, rupanya temannya dan pesan mi. Luna sudah mau
berteiak memanggil “adik”-2nya tetapi Dora muncul dan segera
masak mie. Sina pulang sebentar, perutnya mules, kata Dora.
Seperti kemarin sore
sebelum langit suram lantaran matahari mulai temeram Gathel datang
untuk menjemput “pesanannya”.
Halo cewek,
bidadari-bidadariku,...sudahkah kalian siap untuk mengarungi samodra
surga ? sapa Gathel yang tampak girang bukan main karena membayangkan
surga yang ia reguk sebentar lagi.
Minum dulu bang, aku
bikinan ya ? kata Dora.
Ah, engggak usahlah.
Kenyang aku kebanyakan minum.
Duduk dululah bang,
sementara kami berbenah, kata Dora lagi. Tumben Dora ramah, batin
Luna.
Gathel masuk warung
lalu duduk tak jauh dari sopir angkot langganan warung yang sedang
ngopi.
Tapi aku ga mau minum,
kenyang bener , begah rasanya perut ini. Gathel melongok-longok ke
belakang meja, mencar-cari sesuatu. Lho, bidadariku satunya kemana ?
Kan dia tidak ikut kan
? kata Luna.
Ya ikutlah, kan aku
minta dia.
Kesepakatan tidak
begitu bang, kata Luna agak ketus.
Gathel menatap sopir
angkotyanng sedang ngopi. He, kamu ngopinya dilanjutnya nanti lagi.
Mana bisa begitu bang,
kata sopir.
Bisa. Sekarang kau
keluar atau aku yang seret kau ! ancam Gatel sambil berdiri. sopir ga
mau ribut. Ia keluar , tak lupa meninggalkan selembar dua ribuan di
meja. Neng, uangnya disini, semoga Tuhan memberkati kalian, kata
sopir.
Terserahlah apa kata
kalian. Pokoknya aku minta dia, kalo enggak ya sudah, kalian bayar
dua setengah juta.
Mana bisa begitu bang,
kemarin sudah kami penuhi sebagian kesepakatan, bagaimana abang ini
sih. Kata Luna lebih keras suaranya.
Lho, kalian tidak bisa
memenuhi apa yang aku minta, bagaimana bisa kau ibilang memenuhi
kesepakatan. Aku di sini yang menentukan apakah kalian memenuhi
kesepakatan atau tidak.
Dora diam saja meski
amarahnya sampai ubun-2.
Aku lapor polisi, kata
Luna.
Kau pikir aku akan
diam saja membiarkan kalian ngoceh ke mana-2 ha ? ancam Gathel.
Luna menggigit bibir.
Ada nih, kok rame
bangget, kata Sina yang tiba-2 muncul.
Oh, bidadariku muncul,
sudah siap kan ikut abang. Jangan khawatir, nanti kami ajari, kita
beriga kok, ya kan neng, kata Gathel seraya mengedipkan mata kepada
Dora.
Oke, kata Sina. Luna
dan Dora terkejut dan saling pandang. Tapi aku nyusul, tambah Sina.
Ah, aku tak mau kalian
akal-akalin lagi. Pokoknya kalian ikut atau bayar dua setengah juta,
titik.
Ya, kan aku harus
berbenah dulu, nutup warungg kan tidak sebentar. Kata Sina.
Itu urusan kalian mau
diapain warung ini, kata Gathel. Pokok kamu ikut aku sama satunya
lagi. Titik.
Begitu ya maunya abang
baik, kata Sina. Abang merasa jadi laki-laki enggak ? kata Sina.
Mau apa kau ?
Ayo kita selesai di
luar, kata Sina lalu keluar sambil mengambil pisau dapur.
Di luar warung dan
berarti tepi jalan beraspal, Sina berdiri berkacak pinggang, dengan
pisau dapur di tangan kanan. Gathel, keluar kau. Kita selesaikan
sekarang ! Gathel kaget. Tak mengira perempuan ini akan nekad. Ia
ragu-2 untuk melayani tantangan Sina.
Gathel keluar ! kita
buktikan siapa yang pecundang ! seru Sina.
Teriakan dan aksi Sina
menarik perhatian para sopir dan kenek -- angkot maupun truk. Mereka
yang semula sebagain duduk atau jongkok kini berdiri untuk lebih
memparhatikan apa yang terjadi. Lebih-lebih setelah mereka mendengar
cerita sopir angkot yang diusir Gathel tadi.
Gathel jadi mikir dua
kali melihat gelagat tak menguntungkan ini. Ia bilang kepada Dora dan
Luna, ia setuju dengan usulan Sina dan minta salah satu untuk
membujuk Sina agar masuk warung kembali. Dora keluar nyamperin Sina
danmembujuknya masuk. Sina masuk diikuti pandangan para kenek dan
sopir yang kelihatan bersimpati pada warung langganan mereka. Sina
tidak beridiri di posisi Luna dan Dora. Ia duduk dekat Gathle. Pisau
dapurnya ia taruh di meja di depannya. Gathel Cuma milirik dan
melempar senyum sedikit.
Kak, bikinan teh manis
dua buat aku dan abang ini, pinta Sina.
Aku yang bikin, sahut
Luna.
Jangan kak, kata Sina.
Kak Luna adalah presiden kami. Biar kak Dora yang bikin.
Aku ga suka teh, susu
bolehlah, kata Gathel.
Abang kan gemuk coba
lihat badan abang. Berapa bobot abang ? 80 ? tanya Sina yang dijawab
Gathel, Lebih. Nah, apalagi lebih. Kurangi susu. Koresterol, teh bisa
bikin langsing, oke ?
Gatel tak segera
mengiyakan,
Abang diperhatikan
perempuang kok ga suka. Kan aku ini masih peduli sama abang. Kalau
lebih langsing dikit aja, abang gini deh, kata Sina yang mengacungkan
jempol. Oke ya bang. Menum teh bersama ini menunjukkan damai, damai
antar aku sama abang. Kita jadi main ga sih entar ? atau aku ga ikut,
biar Kak Luna dan Kak Dora yang ikut ?
Kamu ikut.
Bertiga ?
Gathel mengangguk.
Oke, tapi aku nyusul
ya. Tinggal nanti abang atau kak Dora tilpun aku kalau sudah sampai
hotel.
Gathel diam saja.
Lho bagaiman kata
abang tadi setuju, sekarang berubah lagi.
Gathel ,asih pikir-2.
Abang, aku kan beresin
warung dulu. Ga pantaslah presiden melaksanakan pekerjaan kasar,
benar-2 sebentar, paling lama setengah jam. Oke.
Oke, kata Gathel.
Bikin kak Dora, kata
Sina.
Dora segera menyeduh
teh manis.
Sina memastikan
racikan tehnya. Ia melongok ke belakang dan menatap Dora dan Luna.
Dora memberi isyarat kepada Sina bahwa luna memperhatikan dirinya
terus.
Kak Luna, panggil
Sina. Luna menengok ke arah Sina dan berarti tak lagi mempertaikan
Dora bikin teh. Sebentar lagi, kak Lina sama kak Dora berangkat sama
abang, ga sampai 5 menit ya bang ? Gathel menganguk. Ya gitu kak,
kakak siap-2 dulu, apa yang perlu di bawa.
Udah ga ada, siap dari
tadi kok, kata Luna.
Dora menyodorkan
segelas teh hangat. Sina menerimanya lalu diberikan kepada Gathel.
Sekali lagi Sina menerima teh dari Dora untuk dirinya.
Ayo bang, minum,
mumpung hangat, Sina mempersilakan sambil menghirup tehnya sendiri.
Gathel minum satu teguk, dua teguk.
Tanpa sepengetahuan
Gathel – bahkan juga Luna—Dora menyodorkan segelas teh hangat
lagi. Sebelum menerima teh hangat lagi dari Dora, Sina mengambil
tehnya untuk diaruh di sebelah kanan sepanjang tangan kanan
menjangkau. Sehingga tetap satu gelas teh di depan Sina.
Ahh, suara Gathel.
Rasanya kok agak pahit ya ?
Sina pura-2 minum
tehnya sendiri.
Masak ? Punyaku biasa
saja, ya memang rasa teh agak sepat bukan pahit, kilah Sina.
Gathel agak tak
percaya.
Abang coba in tehku,
kan sama.
Gathel menurut. Minum
teh punya Sina. Dua teguk.
Sementara Gathel
minum, Sina mengambll tehnya sendiri untuk ditukar dengan punya
Gathel tadi dimabil Sina. Kali ini Dora berperan. Teh Gathel yang
dipindah itu diambil Dora. Sehingga tetap satu gelas teh depan Sina,
yaitu tehnya sendiri.
Iya, memang agak pait,
apa katamu, sepat ?
Sina mengangguk. Lalu
beberapa saat secara demonstratif Sina meneggak tehnya sampai
setengah gelas.
Ayo bang dihabisin,
keburu sore, ajak Sina.
Udah ah, gak terlalu
suka teh, kilah Gathel.
Ayolah, kayak aku ini,
kata Sina sambil merajuk.
Gathel ragu-2. Ayolah,
biar aku semangat nih, kalo abang mau menghormati aku, rayu Sina.
Munking karena risih
mendengar suara Sina merengak terus, Gathel embat itu teh sampai
setengah gelas lebih.
Hah, udah, ayo
berangkat, ajak Gathel lalu berdiri dan keluar untuk menuju mobil
dinas pick-upnya.
Dora melangkah biasa
tanpa tengak-tengok pamit Sina, sementara Luna agak gugup dan
bingung. Mengapa sikap Sina bisa berubah drastis, terus Dora
melangkah tanpa beban. Ada apa ini ? pikir Luna. SewaktuI mau
meninggalkan warung Luna pandang Sina yang dibalasnya dengan
lambaian tangan Sina sebelum masuk warung. Kok nggak ada kata-kata
apa kek, yang menunjukkan ungkapan memberi semangat atau doa. Misal,
hati-2 ya kak. Atau semoga Tuhan membantu atau Tuhan membimbing kita.
Tak ada. Sina dan Dora cuek saja. Aku ini mau diperkosa, mana bisa
seperti itu? jerit Luna dalam hati. Dora menarik tangannya. Dan Luna
heran lagi. Kok Dora tenang begitu. Tangannya ga dingin seperti aku,
pikir Luna. Apakah pengalaman semalam membuat Dora jadi tenang?
Dora akhirnya tahu,
Luna cemas. Tangannya sedingin es batu.
Dora naik pick dulu,
berarti ia duduk dekat Gathel yang pegang setir. Dora dekat jendela
pintu tanpa kaca. Tak lama setelah kendaraan dinas jalan, Dora
meremas tangan Luna. Agar tak lagi dingin. Lalu menepuk-nepuknya
tangan Luna dengan tangan kirinya. Untuk membesarkan hati menguragi
cemas. Luna mentap Dora dan tersenyum tertahan. Dora membisiki
telinga Luna. Tenang, tenang, percaya sajalah, pasti ada jalan
keluarnya, bisik Dora.
Sina menemui mpok
untuk menanyakan nomor hp dua PSK yang hendak disewanya untuk
ijadikan pengganti upeti tetapi Gathel tidak mau pakai PSK karena
khawatir tertular HIV-AID dan penyakit kotor lainnya. Buat apa, emang
Gathel mau ditukar ? tanya mPok. Maulah, buaya apa saja nbangkai saja
dimakan, kata Sina.
Mpok memberi Sina
nomor HP dua PSK.
Npok, ada yang mau aku
bicarakan serius nih, kata Sina. Mpok serius mendengarkan. Warung mau
kami jual aja, lalu kami bertiga pergi sesuai saran mpok. Bagaimana
menurut mpok ?
Ya, ya...bagus itu,
mau pergi kemana ?
Tergantung laku berapa
. mpok mau beli ?
Yah, kagak punya duit
neng,
Begini saja, aku titip
sama mpok ye,...ntar tawarin sama siapa saja, berapa aja yang pantas
harganya menurut mpok.
Terus nanti kalau laku
duitnya dikirim kemana?
Aku ambil aja, mpok.
Ntar mpok telpon kak Luna, atao Dora, lalu aku kemari. Nih kuncinya ,
Lha neng Luna sama
Dora kemana ?
Pulang dulu bebenah
lalu berangkat ke terminal, ya nunggu akulah. Tapi setelah aku
pastikan psk itu bisa datag ke hotel yang mau dipakai Gathel. Ntar
aku hubungi mereka.
Oo, gitu. Ati-ati ya
neng.
Ya mpok, kata Sina
sambil mencium tangan mpok. Sina berjalan beberapa langkah lalu
berhenti dan kembali lagi. Mpok, maaf nih kalau aku suudon, ....
Ada apa neng ?
Mpok punya uang gak
berapa saja, buat naik angkot ke terminal....
Duit mpok ga banyak
neng.
Mpok, di warung dan
masih ada stok mie 4 kardus, rentengan kopi-2, extra joss, dsb, mpok
kan bisa ambil buat dagang di sini. Jual warung kan ga sama
isinya....mau lihat dulu ?
Berapa duit neng ?
Halah mpok, kayak ga
kenal kami bertiga saja. Terserah mpok-lah. Yang penting cukup buat
ongkos naik bis bertiga.
Tiga ratus cukup ga ?
Ah cukup mpok, tapi
kalau mpok masih butuh buat modal ya ga usah segitu.
Ga papa, kata mpok
lalu mengambil uang untuk diberikan kepada Sina.
Sina memanggil taksi,
melambaikan tangan kepada mpok sebelum masuk taksi. Sina mampir
warung untuk mengambil kopor yang ia sembunyikan di semak-2 dekat
warung.
Gathel mulai sering
menguap.
Bang kita cari hotel
dekat-dekat sini saja ya. Abang ngantuk begitu. Saran Dora.
Boleh, entar di depan
situ , hotel kayaknya. Ngantuk memang, kemarin tidur jam satu
lewat.....sama ...oahh, Gathel menuap lagi.
Telpunnya berdering.
Gathel menerimanya, Ya halo, iye...iye...aku masih kerja nih, pulang
malem tapi...oaahh...ga kaya kemarin lah.....iya...iya aku bawa..
Bos abang ? tanya
Dora.
Nyonya. Biasalah
perempuan maunya dilayani melulu. Selalu tanya kapan pulang, kapan
pulang, disuruh pulang buruan. Sampai rumah die molor duluan.
Tanyain oleh-2 kali
bang, ibu belum makan kali, nungguin abang bawa makanan restoran,
pancing Dora.
Enggaklah, aku oga
bawa-2 makanan.
Tadi abang bilang ya
aku bawa....kan bawa makanan enak pesenan ibu.
Iya emang pesenan die,
tapi bukan makanan. Uang ! perempuan maunya uang melulu.oaahh...
Uang dari pedagang ya
bang ?
Gathel menatap Dora.
Sebagian, sebagian
lagi titipan teman-2 untuk big bos, ujar Gathel.
Di depan ada hotel
bang, seru Dora.
Mobil belok masuk
hotel dan berhenti di depan kantor hotel. Dora bilang kepada Gathe
bahwa Luna akan bel gorengan dan minuman kaleng dulu. Gathel
mngangguk. Luna turun dari pick-up, lalu berjalan menjaui mobil. Ia
menurut saja disuruh Dora karena ia sendiri sangat, sangat malas
untuk melakukan pekerjaan kotor ini. Tujuan Dora , agar yang tampil
dia seorang. Jadi kalau terjadi kemungkinan terburuk Luna tak
tersangkut paut. Sina sepakat keetika Dora bilangkepadanya. Resiko
kita berdua yang tanggung, Kak Luna ga usah dilibatkan. Ia sudah
berbaik hati menampung kita.
Gathel turun dan
hampir terjerambab karena ngantuk. Dora segera memapahnya masuk
kantor. Gathel langsung didudukkan di sofa ruang tunggu, depan konter
pendaftaran tamu.
Bang, pinjam KTP
sebentar buat daftar. Bilang ga usah KTP gitu, kata Gathel. Dora
mendaftar.
Roomboy mengantar
Gathel dan Dora ke kamar. Petugas lain minta kunci mobil untuk
memarkir kendaraan. Sambil memapah Gathel –tepatnya Gathel
merangkul Dora , Dora membisiki Gathel. Bang, uangnya dimasukkan
kamar atau biar di dalam mobil.
Biar saja di mobil.
Ga takut hilang
diteteng orang ?
Iya, ya...masukin
kamar.
Kamar hotel tidak
menggiurkan untuk dipakai tidur atau rebahan santai. Sprei bed besar
ditata rapi tapi masih kelihatan kusam, walau belum sampai dekil.
Lantainya juga tidak kinclong meski bersih karena sering disapu.
Dingin AC menolong suasana kamar.
Gathel langsung
menjatuhkan diri di kasur busa itu. Dengan isyarat tangan Gathel
mengajak Dora segera mengikuti dirinya. Dora menyambutnya. Ia rebahan
di samping Gathel. Gathel segera merangkulnya. Tapi Dora kemudian
minta ijin keluar sebentar untuk ambil uang di mobil. Sebentar kok,
ga sampai lima menit. Gathel mengangguk.
Dora mengambil kantong
plastik tebal berisi uang. Dora sengaja dilama-lamain mengambilnya.
Ketika kemballi ke kamar, Gathel masih melek tapi nyala matannya
sudah byar-pet. Dora naik ke ranjang dan langsung saja diterkam
Gathel. Dora membiarkan saja tangan Gathel kemana-mana sementara
tanganya sendiri menepuk-nepuk punggung Gathel.
Taktik Dora jitu.
Lambat laun tapi pasti gerakan Gathel melemah dan melemah sampai
akhirnya lunglai. Tak sampai dua menit, Gathel tumbang. Ngorok masih
dalam posisi memeluk Dora.
Dora SMS Luna agar
tunggu di situ tak perlu masuk kamar. Meski heran, Luna menurut
saja.
Dora meraih kantong
plastik berisi bundelan uang. Ia buka dan hitung berapa bundel. Lebih
dari sepuluh bundel setelah isi kantong ditumpahkan dora ke lantai.
Bundel pecahan dua puluh-ribuan, 50-ribu-an dan 100-ribua-an. Tiap
bundel dikalungi kertas yang menyebutkan nilainya. Total lebih dari
40-an juta, hitungan kasar Dora.
Dora mencabut
50-ribuan sepuluh lembar.
Dora memasukkan lagi
bundelan ke kantong plastik tebal. Lalu duduk sebentar. Dora
mencari-cari sesuatu di kantong celana Gathel yang tertidur pulas
tanpa kuatir Gathel tak akan cepat bangun. Ia yakin obat anti mabok
dua sachet yang ia campur dalam teh manis cukup untuk memulaskan
Gathel dalam waktu agak lama, Bisa lebih dari empat jam ! Apalagi
kamarnya ber-AC. Dengan tenang Dora membalikkan tubuh Gathel.
Dora telah memegang
hape Gathel dan kini sedang mencari nomor telpon yang terakhir
menghubunginya, yaitu istri Gathel. Setelah ketemu ia ambil hapenya
sendiri untuk menyimpan nomor hape istri Gathel tersebut.
Dora duduk di ranjang.
Sambil mikir bagaimana cara membawa uang tanpa kantong plastik tadi,
Dora matanya berputar melihat seisi kamar. Cari ide. Matanya tertuju
pada tempat sampah. Ia periksa, Tempat sampah dilapisi kantong
plastik untuk memudahkan membuang sampahnya . Ternyata belum ada
sampah satupun. Masih baru kantong plastiknya.
Dora naik ke ranjang
lagi. Tanpa ragu-2 ia balikkan tubuh Gathel lalu ia lepas kancing
bajunya. Dengan segala kesulitannya Dora bisa melepas baju Gathe.
Sabagal gantinya ia menyelimuti Gatel.
Kantong plastik tebal
isi bundelan uang ia bungkus dengan baju Gathel lalu dimasukkan ke
kantong plastik dari tempat sampah. Dora mencoba mententeng, berat
juga. Kuat ga ya, pikir Dora. Ia membesarkan hati, pasti kuat.
Muncul ide lagi, Dora menanggalkan pakaianya semua sampai telanjang.
Lalu memasukkan celana dalam dan beha ke dalam kantong plastik isi
uang. Posisinya di atas baju Gathel. Lalu Dora duduk lagi di ranjang.
Ia lihat jam dinding. Sekitar dua puluh menit sudah ia berdua sama
Gathel di kamar.
Hape Dora bebunyi, SMS
masuk. Dari Luna yang kasih tahu Sina sudah datang dengan taksinya.
Dora keluar dari kamar dengan santai. Dora tersenyum genit kepada
pria respsionis hotel itu.
Lagi banyak job, bang,
kata Dora. Resepsionis menggut-manggut. Begini bang, tugasku selesai.
Yah, memang tidak lama sih,.... Resepsioni tersenyum saja sambil
manggut-manggut.
Sekarag bos tertidur
pulas, kecapain kali, bang. Habis berenang mengarungi samodeera
bersamaku,,,,hi..hi...hi...Tapi begini bang, bos tadi pesan sama
aku, suruh pesan lagi .
Makanan atau minuman ?
Bukan, nanti dia
sendiri yang akan pesan. Bos pesan seperti aku.
Ha ? lagi ? tanya
resepsionis melongo.
Dora mengangguk sambil
senyum nakal. Iya, dua , bang.
Ah, apa dia maih kuat
?
Entahlah kalau yang
itu, yang jelas tadi itu pertarungan berlangsung seru, tapi expres
bang.
Maksudnya ?
Peltu.
Peltu ? tanya
resepsionis dgn wajah bloon.. apaan-tuh?
Ah, abang ga dong
juga. Tadi kulihat abang main iinternet di PC ? respsionis
mengangguk. Cari digoogle deh. Humor Superman bercinta dengan
Wonderwoman. Crita singkatnya begini. Superman sedang terbang
memantau situasi. Pas dia lihat kebawah. Tertangkap oleh mata
supernya. Wanita rebahan di tepi kolam renang di rumahnya. Telanjang
bulat dan wanita itu Wonderwoman. Maka ya ya begitulah....cari di
google kelanjutannya.
Abang aku titip
amplop, dua. Masing2 isi 200 ribu. Nanti kasihkan dua waita cantik
kayak aku nih....
Mereka mau ke sini jam
berapa ?
Sekitar dua jam lagi.
O, baiik nanti saya
sampaikan.
Dora minta nomor
tilpun hotel dan berpesan, nanti kalo ada tilpun dari cewek cantik
itu, bilang terus terang kalau amplop masing-2 isi dua ratus suadah
disiapkan bos Gathel.
Siapa nama si bos tadi
?
G a t h e l.
Dan nih 50 buat abang.
Dari tadi resepsionis
mengamati tentengan yang dijinjing Dora.
Bang, ini pakaian
kotor aku bawa aja, kata Dora. Nih lihat....tambah Dora sambil
berputar mendekati resepsinois untuk memperlihatkan isi kantong
palstik. Begitu Dora kuak kantong plastik, terlihat oleh respsionis
BH, CD dan baju. Bos itu jorok mainnya, crita Dora. Milk dia punya
sampai ke-mana-2, jadi korban daleman aku.
Resepsionis sampai
menelan ludah karena jijik.
Aku cabut dulu ya
bang, makacih. Daag.....
Dora jalan sebentar,
taksi sudah menanti. Pintu belakang dibukakan Sina.si bergerak. Dora
memejamkan mata beberapa saat, lelah mental dan fisiknyanya mungkin.
Bagaimana pun, kejadian sejak diwarung hingga barusan cukup membuat
stres Dora. Ia butuh menenangkan diri.
Kita cari resto di
jalan serah ke stasiun besar, kata Dora.
Kafe de Kere, kata
Sina.
Sip, kata Dora lalu
memejamkan mata.
Tadi bagaimana kak,
tanya Sina kepada Dora.
Apanya ?
Ya crita, apa-lah. Si
Gathel di apa-in. Dibetot kek, atau diguyur....ha..ha... asyik ngak
kak, ha..ha...ha..
Kadang Sina memang
sering membuat Dora gregetan. Ceriwis dan suka menggoda. Kadang Dora
merasa kekanak-kanakanya masih kental.
Kakak tadi sempat
dicium ga sama tuan besar bang gathel ? Ha...ha...ha...
Saking gemasnya Dora
menarik tangan ina lalu ditaruh di dadanya. Sina kaget. Ternyata Dora
ga pakai BH. Oleh Dora, tangan Sina lalu diarahkan ke pangkal
pahanya. Sina tahu Dora suka pakai celana kain tipis, ga suka jin.
Maka ketika tangan Sina menyentuh pangkal paha Dora, Sina menjerit.
Jorok ! Jorok, ih kak Dora Dora jorok. Hoek....hoek.
Abang-abang, stop,
stop....aku pindah depan, ga mau duduk sama kak Dora.
Otomatis sopir
minggirkan mobilnya. Sina keluar dan minta duduk di depan. Luna
geleng-2 kepala tapi mau tanpa komentar pindah duduk di belakang.
Taksi jalan lagi.
Luna tidak berrtanya
tapi menatap Dora. Dora senyam senyum saja. Ia perlihatkan kantong
plastik putih yang dari tempat sanpah hotel itu, lalu ia buka.
Terlihat kantong plastik tebal. Luna masih belum paham Dora mau
nunjukin apa. Serpti gaya tukang sulap saja, pelan-2 Dora buka
kantong plastik tebal warna hitam. Di dalam taksi memang agak gelap
karena di luar juga matahari mulai temeram. Lampu-2 jalan membantu
penerangan di dalam mobil. Tanpa mengangkatnya, Dora kuak lebar-2
kantong platik tebal dan terlihatlah terlihat oelh Luna isinya. BH
dan CD. Luna menatap Dora, belum paham. Dora menempel telunjuknya di
bibirnya, memberi isyarat agar diam. Dora angkat dalemannya dan baju
Gathel, Dengan isyarat kepala minta Luna melongok ke dalam isi
kantong. Tapi tak nampak, masih terlalu gelap. Sudah hampir jam enam.
Dengan tangan kiri Dora memberi isyarat Luna agar merogoh isi
kantong. Luna menurut dan baru paham dan kemudian kaget ternyata
banyak bundelan uang yang ia pegang. Ia angkat satu untuk
memastikan. Luna sampai menutup mulutnya, saking takjubnya.
Kok bisa ? kamu
ngrampok Gathel ? kata Luna dengan suara yyang maunya lirih tapi
Sina sempat menengok ke belakang.
Ssshh, cuma melucuti,
Sampai telanjang, kamu
apain dia ?
Setengah telanjang,
lalu aku bawa sekarung duitnya.
Lho, di-di-dia diam
saja,...apa kamu bunuh ?
Hush..!
Dia tidur.
Mati ?
Tidur !
Dia bangun langsung
pingsan lagi dong, tahu duitnya ilang. Dompetnya ga sekalian kamu
embat ?
Enggaklah. Biarkan
saja dompet dan isinya, kata Dora. Jangan beri kesan kita mengambil
apapun darinya.
Aku ga paham, kata
Luna
Kamu bilang ga amabil
apapun, lha uang ini apa ?
Kesan, kak. Kesan
Kesan bagaimana, jelas
uangnya hilang setelah Gathel jumpa kita. Kamu yang utama, paling
lama.
Yang akan bilang siapa
? Yang akan cerita bahwa uang di kantong plastik hilang diambil dua
wanita pencuri , siapa ?
Ya Gathel-lah.
Kakak yakin orang
percaya omongan Gathel ?
Iya-lah, kan dia....
Ya, terbuka pikiran
kakak sekarangg. Orang bisa mengira Gathel sendiri yang menghllangkan
uang ini. Orang bisa mempertanyakan jika terjadi perampokan kenapa
uang di dompetnya asih utuh? Bb-nya juga tidak diambil. Bisa kan
timbul kesan dia mengarang cerita pencurian. ?
Kamu belajar dari mana
Dora ?
Dora cuma tersenyum.
Kamu telah
merencanakan semuanya, Dora,
Tidak semunya. Aku
memang ingin mencelakakan bajingan tengik itu tapi cuma nafsu doang.
Ketika aku menasehati Sina, tiba-tiba Sina punya ide cemerlang.
Kumatangkan sekalian.
Kebetulan di depan
area belanja dimana Resto de Kere berada, di depannya kios besar jual
pakaian santai wanita seperti daster modis, kaos, you-can-see, katok
kolor modis maupun katok jin. Sementara Lina dan Sina nunggu
masakan, Dora belanja pakaian santai secukupnya. Uang bundelan sudah
dipindah ke kopor, dijagain Luna dan Sina. Mereka duduk berhadapan.
Dora masuk resto ,
naru sebagian bungkusan belanjaan di meja Luna dan Sina, sebagain
lagi ia bawa dan langsung ke kamar mandi resto. Ia mandi kilat, asal
sekujur tubuh diguyur air dan disabuni. Sabun, pasta dan handuk sudah
ia siapkan.
Waktu Dora krmbali
untuk kumpul lagi di meja resto, masakan sudah dihidangkan. Luna
tidak heran melihat Dora tampil lebih segar. Tapi tidak demikian
Sina. Ia terpana melihat Dora duduk di sampingnya. Ia amati Dora
dari ujug kaki sampai rambut. Mendadak, enak saja Sina memegang buah
dada Dora. Dora, juga Luna, kaget. Dora menjerit dan manampar tangan
Sina.
Ih,...apa-an sih lu !
Elu gay ya ?
Sebagian pengunjung
menengok ke meja mereka. Untung belum banyak yang makan di situ,
masih suasana magrib soalnya. Sina cuma cengengesan,
Ala, kakak tadi juga
begitu, canda Sina.
Tadi kan di dalam
taksi, oon !
Kok ga sekalian kramas
? tanya Sina curiga.
Ngapain ? Tanya Dora
Eh, bukannya elu main
sama Gathel,
Lu omong sembarangan
gua gampar bacot lu, bentak Dora.
Coba, kata Sina
menyediakan wajahnya di dpan Dora.
Dora benar mau
menghajar Sina kalau saja tidak dibentak Luna.
Dora ! Sina ! apa-apa
an kalian !
Pengunjung dan
karyawan tersentak juga oleh bentakan Luna. Orang-2 di teras resto
pun sampai ikut memperhatikan mereka.
Sekali lagi kalian
ribut, aku tinggalkan kalian. Aku pergi begitu saja ! bawa semuanya.
Dora dan Sina
menunduk, lalu ambil piring dan nasi. Keduanya cepet-2an ambil
centong sehinga kedua tangan keduanya beradu. Keduanya saling
melotot.
Teruuus !! kata Luna
lagi agak keras.
Baru kedua tangan
mereka berdua tak lagi di atas meja. Mereka diam bagai patung.
Beberapa saat mereka bertiga diam. Luna kesal juga. Sebagaian
pengunjung malah senenag dapat suguhan ekstra, tontonan segar ala
Dora-Sina.
Akhirnya Sina berdiri,
berjalan memutar ke arah Luna, mengambil periuk nasi dan centong lalu
membagikan nasi ke piring Luna. Dora menyodorkan piring tapi Sina
menggubrisnya. Luna memalingkan muka untuk melototi Sina. Sina
memberi nasi secentong ke piring Dora. Sina menarik kursi di sebelah
Luna tapi Luna menunjuk ke tempatnay semula. Sambil cemberut, Sina
kembali ke tempatnya.
Usai pesta di de Kere
mereka berembug menentukan kota mana akan mereka tuju.
Dora mengusulkan
sekitar Dukuh Kupang, Surabaya atau wisata kuliner murah di Genteng
Biru, Bali. Di kedua wilayah itu aku punya teman yang bisa
diandalkan, kata Dora. Temanku di Surabaya cukup diseganilah. Korak
kerah putih begtulah, tambahnya.
Sina ingin di Yogya
tapi ia tak menyebutkan daerah maupun contack person. Ia memang belum
pernah ke sana.
Luna kemana saja mau.
Tapi sempat mempertanyakan kenapa tidak Batam. Riskan kak, kata Dora.
Akhirnya diputuskan ke
Yogya dulu baru ke Surabaya dua hari kemudian.
Mereka naik taksi ke
statiun besar dan malam itu juga berangkat ke Yogya naik kereta.
Kereta berangkat.
Mereka beli tiket empat. Sina minta duduk saa Dora, sedang Luna
sendiri, tetapi bangkunya menghadap bangku Sina Dora.
Selama di kereta Luna
lebih banyak mendengar omongan Dora dan Sina. Karena ia sama sekali
tidak tahu rencana mereka. Dora cuma bilang tadi bahwa Sina telah
menjual warung beserta isinya kepada mpok seharga tiga ratus ribu.
Karena terlalu sering dapat kejutan mungkin, Luna ga kaget lagi
meski hatinya bertanya-tanya, kok murah banget. Tapi lalu ia ingat
bunelan uang di kopor.
Udah telpon gadis-2
nya mpok ? tanya Sina. Kok aku ndak tahu. Kak Dora nyuruh gadis-2 itu
jam berapa ke hotel? Crita dong,...iihh, kata Sina.
Aku mnta mereka sampai
di hotel jam 8, berarti sejam lalu. Kukasih nomor hotel untuk
konfirmasi uang transport mereka. Aku telpun hotel, resepsionit
membenarkan mereka sudah ia antar ke kamar yang tadi. Lalu kutelpon
salah satu gadis itu. Dia bilang bos masih ngorok. Aku bilang
diamkan saja dulu mungkin kelelahan setelah sama aku habis-2an tadi,
kalau dibangunkan sekarang jangan-2 dia kaget. Kalau marah, ga keluar
bonus kalian. Cuma dapat transport doang, 200san. Nanti kalu sejam
dia belum bangun, goda itu bos. Caranyam kalian berdua telanjag lalu
naik ke kasur, kan dia sudah setengah telanjang (Sina melebar matanya
menatap Dora), rangsang dia. Tahu kan caranya. Dia bilang. Bau
badannya menyengat. Kubilang itu resiko bisnis beginian.
Kasian, kata Sina.
Terus tilpun siapa
lagi, tanya Sina. Waktu antri beli tiket aku lihat kakak tilpun lama
dan lebih dari sekali.
Aku tilpun atasan
Gathel yang kemarin aku layani. Pada dasarnya dia orang baik-2, punya
istri dan anak dua. Hanya karena ditawarin Gathel mau diservis, ia
tergoda. Aku minta no hapenya, dikasih. Aku bilang kepada atasan
Gathel itu. lho kok ga diajak Gathel pesta di hotel Bintang Melati ?
Relasinya diundang kok, ada tiga orang. Semua disewain kamar dan per
kamar disiapkan cewek dan konsumsi. Llalu aku crita kalau mau
berangkat ke hotel tadi, aku dibeliin baju, di-beli-beliin apa gitu,
rupanya bos Gathel lagi banyak duit nih....
Tadi kakak bilang
nyimpan nor hape istrinya Gathel, dikomtak juga ? crita dong ?
Waktu aku telpon,
benar, yang terima istrinya. Halo, ini nomor pak Gathel ya ? bukan,
saya istrinya. Ada apa? Oohh, ga apa-apa bu, saya keliru pencet
nomor. Maaf ya bu. Tunggu, ada apa. Ini urusan kantor ? entah ya bu,
cuma tadi an Pak Gathel bilang adar acara lalu undang saya dan
temen-2 sesama profesi untuk hadir menghibur,....hi..,hi..hi......di
hotel Bintang Melati. Katanya kan jam 8 ini, kok belum dihubungi,
padahal kan kami perlu persiapan, wangi-2an, dan sebagainya. Kan mau
pesta...hi...hi...hi... hotel apa tadi ? tanya istri Gathel. Bintang
Melati, sekitar daerah Pantai Pasir Putih. Maaf ya bu...klik, ditutup
sama si ibu.
Ada lagi yang kakak
gosok ?
Bibirmu kalo ngomong
...., kata Dora gemes lalu hendak mencengkeram bibir Sina.
Sina tertawa lali
menyandarkan kepalanya ke bahu Dora.
Luna menyaksilan ulah
mereka berdua sampai terharu. Mereka benar-2 kayak kakak-adik, batin
Luna.
Sina mengeluarkan
hapenya lalu cari nama temannya.
Mau telepon kawan
baru, siapa tahu berguna, kata Sina.
Siapa ? Cowok, tanya
Dora, yang dijawab denga anggukan Sina. Emang lu punya temen cowok ?
Ih, ngenyek... ini
teman kenal di mol 3 bulan lalu. Ia kerja di TV Swasta. Ga tahu
bagian apa ?
OB kali ? goda Luna
Sina tertawa. Aku suka
kak Luna mulai goda aku, berarti stresnya mulai reda. He...he...he...
Sina lagi beruntung.
Maka ngobrollah Sina dengan ceria. Dan tentu saka ia sampaikan info
perilaku Gathel yang sedang pesta perempaun itu setelah bahwa dirinya
tahu ada petugas peras pedagang kaki lima di sekitar daerah pantai
anu. Tak percuma Sina ngobrol lama. Teman barunya itu berjanji
langsung meneruskan info Gathel itu ke desk siaran. Ia sendiri tim
kreatif TV swasta tersebut.
Saking girangnya, Sina
ingin pamer hasil kiprahnya. Kak, temanku mau bantu, kebetulan mobil
TV berada di sekitar wilayah hotel. Jadi mungkin bisa masuk tayang
kak. Eh, kak tahu nggak, teman itu ngajak ketemu.. tapi bagaimana
ya...aku udah ga di Jakarta.....bagaimana kak,...kak..
Sina menengok ke
samping. Eh sialan, diajak ngobriol, malah
tidur,,,kak..kakak...bangun dong.....aku mau cerita nih...kak Luna
kok ikut tidur juga....terus akau bagaimana ini ....
Pukul 01.25 Sina
terima SMS dari temannya dari TV swasta. Xina infomu tayang acr
reportase mlm jm 2. Pk 02.20 SMS masuk lagi. Gmn Xin kocak ga ? kt
PSK si Gtl bau bgt ampe mo mntah xa..xa..xa... infomu bgus mk di
wwncr i PSK dll. jmpol Xin. Ny Gtl jg diwwcr i konyol jg y.
SMS pk 02.30 pelaku
gtl diwwcr i ktna dia dikrjai psk uangna dirampok namanya jd rusak.
reprtr tanya apa psk ini yg ngerjai, kt gtl bukan ada lg lbh cantik
tp lbh sadis , gw pkr hbt jg psk tu spt angel faced killer. tau
artina ? pembunuh berwajah bidadari , mk bisa jd subjudul acr
investigasi besok
Jam 02.45 SMS masuk
lagi. Xin lu mati kali di hp ga d angkt awaz !!! lu ga jwb lg gw moh
temenan sm lu.
Sms Pk 03.00. payah lu
bodo
Sina lagi mimpi
stairway to heaven di-SMS, ke laut-lah.
Waktu sarapan gudeg
sebelum masuk hotel dekat Malioboro, Sina baru membalas SMS teman
barunya. Trm ksh y pren jngn marah gitu ntar belon kwn udh tua
Tetapi SMS Sina baru
dijawab siang, saat tiga jagoan ‘Charli’s Angel diduran di hotel
bintang 5. Biarin gw blm tua aja lu cuekin
Sina membalas SMS itu.
Marah lg. lu ngaca klo lg marah psti lucu eh lu jht ngatain mereka
pembunuh berwajah bddari mrk kan tdk mbunuh
Mereka ? ? ? kok lu
tahu pelaku yg ngrjai Gtl lbh dari satu ? soal mbunuh itu cm waktu
aj. Belum. Klo mrk (ktmu bukan satu org kn?) mau bs aja lain kali
mbunuh tanpa jejak. Eh kpn lu ke kntr gw anbil honor. Infomu akurat
hornorna gede lu jd narasumber y ? buat acara invedtigasi, kpn ada
wkt buat wwcr honor na gede gw ga bohong
Sina jadi merinding
sendiri.