Sabtu, 17 Agustus 2013

ANGEL FACED KILLER (S) ?

Sebagian mencap mereka sebagai makhluk lemah, mudah patah mudah menyerah. Sebagian lagi malah menyatakan mereka lebih kuat daya tahan fisiknya. Lebih ulet. Bahkan sampai ada yang menyebut mereka makhluk kenyal. Tahan banting. Anti pecah.
Mereka adalah wanita pemburu nafkah, yang se-olah2 tak kenal lelah. Kerja dari pagi hingga dini hari.
Diantara mereka adalah Luna (nama sebenarnya Lukita Dana), Dora (nama akte Wedodari Rahayu – artinya bidadari selamat, tetapi karena malah tidak selamat menjadi bidadari, ia tak mau pakai nama megah itu) dan Sina (Siti Maimuna). Namun mendung menyelimuti mereka. Wajah mereka yang biasanya senantiasa cerah sumringah dan murah senyum, kini redup.
Semua termenung, bukan melamun. Kesedihan mereka bagai sedang berkabung.
Bukan karena warung sepi pengunjung. Memang saat itu tak ada tamu satupun. Orang berjubel di warung bedeng sempit itu biasanya pagi. Sopir dan kenek, baik angkot maupun truk. Ramainya atara jam 6 sampai jam 8, Surut sebentar, ramai lagi mulai jam 11 sampai jam dua. Nah saat itu jam setengah tiga. Sepi. Bukan karena rutinitas sepi yang mereka ratapi. Memang benar mereka sedang berkabung. Meratapi bencana dahysat di depan mereka. Yang sulit dihindari
Sina, apa kata bang Muin ? kena dua juta juga ?
Enggak lah, cuma sejuta. Kan gerobaknya bisa dipindah. Meski tetap berat katanya, sebab tahu sendiri untungnya bubur ayam berapa, kata Sina yang termuda diantara mereka bertiga. Seharusnya ia pakai seragam putih abu-2. Lulus SMP ia mau dikawinkan sama ortunya tapi ia memilih kabur dan kemudian bertemu Dora.
Yang konyol itu mpok sana itu yang jual nasi uduk, warungnya permanen kayak kita, kata Sina. Dia bilang, biasa mah, mereka minta jatah susu. Nih susuku kalo mau, gitu bilangnya.
Ha ? terus mereka mau ? tanya Luna yang dianggap Dora dan Sina sebagai presiden mereka karena dialah yang mengajak mereka untuk buka warkop indomie di tepi jalan tak jauh dari pantai itu.
Ya enggaklah, mpok kan udah hampir 50 usianya.
Terus ?
Ya tetep mereka minta dua juta. Mpok mau coba tukar guling.
Istilah itu kan untuk tanah, tukar guling bagaimana ? kata Luna.
Dirinya diganti yang lebih muda, tiga dara. PSK.
Kok 3 ?
Mereka kan bertiga ?
Lho, lha dulu bagaimana ? kamu tanya enggak sama mpok ?
Sama, 3 orang tapi beda orangnya kecuali si Gatel , kepala satgasnya. Itupun 2 tahun lalu,
Mpok kasih apa ?
Ya punya dia sendiri lah !
Gila lu, masa iya ?
Iya, aku juga kaget mendengar pengakuannya. Mpok bilang begini, 2 taon lalu, bodi gua masih singset. Montoknya kagak nggelambir gitu. Lagian si Gatel kan baru diangkat setahun sebelumnya dan tahun pertama dia bertingkah. Dasar nggragas kali, dia seneng saja. Anak buahnya apalagi.
Dia sendiri bagaimana ? apa stres atau gimana ? tanya Luna.
Dia kan janda, meski dia ngumpat ga karuan tapi dia tak punya pilihan. Uang satu juta setengah cukup besar. Dia pikir setelah kasih susu, urusannya selesai. Paling ya tetap kasih uang keamanan 200 ribu tiap bulan sesuai kesepakatan. Seperti kita juga kan ? Tapi nyatanya tiap tahun mnta jatah.
Dasarnya ya surat seperti yang diberikan kepada kita itu ?
Iya, ada stempel instansi. Yang menyatakan area ini jalur hijau dan akan dilebarkan jalannya, maka dimohon pindah...bla..bla....
Hape cross Dora berdering. Ia terima dan menjauh agar terdengar jelas ngobrolnya. Lima menit kemudian ia kembali ke warung.
Dari mpok, kata Dora. Dia crita Gatel tak mau diganti dengan pelacur rendah , ini istilah dia. Enaknya ga sebanding dengan penyakitnya. Aku mau cash saja. Dua setengah atau siang ini aku bongkar. Anak-anak sudah di seberang kali situ. Begitu kata Gatel. Terus ga tau, mpaok ga bisa melanjutkan. Kayaknya dia nangis. Sebelum menutup pembicaraan, mpok titip pesen supaya kita pergi saja. Cari lahan lain. kalian masih muda, katanya. Masih pinya masa depan. Aku iya aja meski batinku membantah. Masa depan apa ?
Saran mpok memang baik, ujar Luna. Aku setuju, tapi mau pergi kemana ? Pergi diam-2, berarti orangnya aja yang pergi. Barang-2nya ga mungkin dibawa. Aku ga punya modal buat mengawali dagang seperti ini lagi.
Luna memandangi dagangannya. Yang terpajang rentengan nempel dinding belakang : kopi, kopi susu, kopi jahe, white coffee, jahe wangi, STMJ, extra joss, hemaviton, kukubima. Display di meja: roti-2, gorengan 3 macam, kacang goreng diplastik kecil, kardus kecil isi obat-2an sepeti anti mabuk, bodrex, fludan, inza, obat batuk sachet dan pil. Di kolong meja, mie instan gores, rebus masing-2 epat kardus. Belum lagi, gula pasir, telor, teh.
Luna menunduk sedih.
Sekarang terserah kalian, kata Luna dengan nada pasrah.
Sina dan Dora diam.
Baiklah. Aku jelas ga bisa kemana-mana. Orangtuaku transmigrasi dan sejak kecil aku ikut bude. Sebelum bude meninggal aku sudah dijodohkan dengan laki-laki yang sudah beristri, aku tak mau lalu minggat. Aku tak tahu apakah pulang ke kampung dan jadi istri ke sekian lebih baik atau tidak, tapi yang jelas aku malu pulkam.
Sina dan Dora diam.
Baik, aku sendiri yang tangani. Kalian tetap jaga warung dan jaga diri.
Gathel datang dan pesen kopi susu. Langsung dua. Buat dia sendiri. Maklum tinggi besar, gendut dengan rambut awut-awutan. Yang bikin ia tampak tak kumuh adalah seragam instansinya, lengkap dengan emblem instasi. Kemana-mana, terutama untuk nagih, ia sendiri . meski usianya tak lagi muda. Tak pernah ajak buah . Dora menyeduh dua gelas white coffee. Ketika Dora menyajikan kopi ke dekat Gatel, manusia tambun itu kebetulan sedang menguap. Oaahhh....! Bau amis bangkai basah menyerang hidung Dora. Angin laut bertiup. Sssheng...ng.... bau kambing menyerbu indra pembauan siapapun di sekitar Gathel. Buru-buru Dora keluar dan berlari menjauhi warung. Di baliik pohon ia lampiaskan mualnya. Ia muntahkan tapi ga keluar. Sampai keluar air mata baru berhenti aksinya. Dengan berjalan gontai ia ke warung. Luna dan Sina memperhatikan dengan perasaan antara geli dan prihatin.
Kalian tentu telah dibilangin mpok, memang aku suruh memberitahu kalian, kata Gathel setelah menghabiskan gelas kopi susu pertamanya. Tiga dara menyimak Gathel dengan gemas dan muak. Siapkan dua setengah sore ini atau dua dianatara kalian ikut aku. Bukan buat aku, aku mau ke kantor lapor bos dulu. Baru besok giliran aku, ...he...he..he... aku jemput besok agak sorean karena aku harus ambil uang dulu dari manusia-manusia bandel macam kalian. Ga punya lahan, pakai tanah negara maunya gratis, manusia macam apa kalian.
Gigi Sina sampai gemeretak saking jengkelnya mendengar Gathel merendahkan mereka. Dora merangkul Sina lalu mengajaknya keluar warung.
Apa yang kalian siapkan untuk aku bawa sekarang ? Dua dianatara kalian atau dua setengah juta ? kata Gathel sambil berdiri.
Aku, tandas Luna tanpa ragu-2.
Kubilang dua, bukan satu, kamu dengar eggak sih ?
Aku sanggup melayani kalian bertiga sekaligus !
Oiya, menarik. Boleh di coba nih. Kalau begitu, setelah urusanku selesai sama bos, aku gabung dah, lumayan. Ha...ha...ha...
Tidak bisa ! hardiik Dora yang tiba-2 muncul.
Jaga mulutmu neng, ancam Gathel.
Dia kakakku, pengganti orang tua. Dia ga boleh sakit gara-gara ulah kalian. Aku sebagai gantinya !
Hm, emamg kamu mampu melayai kami bertiga ?
Tidak, sesuai kesepakatan. Aku menggantikan satu orang, jadi dua orang yang aku layani. Tidak ada tawar menawar, tegas Dora.
Besar juga nyalimu. Kalau aku menolak, kamu bisa apa ?
Aku dan kakakku melayani abang besok, malam ini abang istirahat agar besok benar-2 siap tempur, ujar Dora.
Kalau aku tidak mau ?
Ya kagak apa-2. Kami bertiga jauh lebih baik pergi dari sini sekarang juga. Tandas Dora. Bukan hanya Gathel yang kaget, Luna pun terperanjat. Dora ini nggertak atau bagaimana sih ? Batin Luna. Kok diam-2 saja kalo ada rencana.
Ha...ha...ha...anak kecil bisanya gertak sambal, kata Gathel.
Hm, Dora mendengus lalu memanggil Sina. Sina muncul meenjinjing kopor yang kelihatan berat.
Kita pergi sekarang kak, kata Dora kepada Luna. Panggil anak buah abang sekarang, silakan bongkar warung kami. Ambil barang-2nya. Masih bisa bikin kenyang itu barang-2 kami.
Keder juga Gathel. Ia terdiam beberapa saat sebelum akhirnya melambaikan tangan mengajak Dora ikut dengannya.
Dora pergi bersama Gathel. Tinggal Luna dan Sina yang kemudian saling berpelukan dengan air mata berlinang. Mereka tak menyangka sikap Dora yang nekat seperti itu. Tak terbayangkan pengorbanannya. Mereka menutup warung sore itu. Mungkin untuk bersemedhi, berdoa bagi sahabatnya yang rela berkorban demi mereka semua.
Tempat istirahat mereka tak jauh dari warung. Menyebrang jalan besar lalu masuk gang. Di sana terbujur rumah petak 3 x 3 m diantara sekian rumah petak yang berdesakan dan berdiri di atas tanah yang rentan karena kerap terendam air akibat sungai di tepi jalan mengguap bila hujan deras lebih dari 3 jam. Kondisi rumah petak tak beda jauh dari warung. Sama-sama bedeng, separuh tembok separuh triplek. Bedanya, keadaan tanah warung lebih aman. Tak pernah kemasukan air kecuali banjir besar lantaran air laut meluap sampai ke sana. Tak ada perbotan kecuali dua kasur busa gulung dan bantal. Kopor. TV 14 in menyala dengan volume suara lirih.
Jam sepuluh Dora belum datang. Luna dan Sina sejak tadi cemas. Hilang nafsu makan mereka meski perut keroncongan. Paling mereka ngopi. Pengin banget mereka menghubungi Dora tapi tak berani menelpon hape maupun ber SMS. Khawatir mengganggu atau entah pokoknya mereka khawatir melakukan apapun. Serba salah.
Lepas jam sebelas pintu dibuka, masuk Dora dengan tenang namun raut mukanya dingin. Ia memberi senyum sekejab, Luna dan Sina saling pandang. Mereka berdiri hendak menyambutnya dengan pelukan.
Dora, kamu tidak apa-apa kan ? tanya Luna dengan nada khawatir.
Yah,..ga apa-2, jawab Dora lalu duduk. Sulit membaca ekspresi wajah Dora. Tatapan matanya kosong, mulutnya terkunci rapat, seperti tak mau bicara sepatah kata pun.
Sina mendekati Dora dan memegang tangannya, lalu mengelus pipi kanannya. Dora tersenyum masam. Sina meraih telapak tangan Dora lalu menariknya supaya memegang pipinya. Tak perlu risau Sin, aku tidak apa-2, kata Dora yang melihat mata Sina mulai berkaca-kaca. Dora mengerti, Sina ingin dibelai bila sedang galau hatinya. Wajar Sina sedih karena ia tahu kisah Dora sebelumnya, ketika remaja, jauh lebih suram dari pengalaman pahit dirinya maupun Luna. Rasanya ingin bunuh diri waktu itu, keluh Dora tatkala mengutarakan kisah muramnya dulu. Harga diriku, kehormatan diriku sebagai perempuan, sebagai manusia, dicabik-cabik sampai menjadi sekerat daging cabikan yang mungkin anjing pun tak doyan memakannya. Sempat terlintas di benakku untuk meracuni mereka dengan baigon lalu giliran aku yang terakhir menenggaknya. Tetapi aku terlalu takut, takut mati, takut dosa. Aku meratapii diriku sendiri, tanpa air mata berlinang. Sudah terkuras habis air mataku. Juga kesedihanku. Aku hanya bisa diam dan diam. Pengakuan terakhir inilah yang diingat Sina karena sekarangpun sesungguhnya Dora keadaannya mirip seperti itu. Tida air mata, tiada kata-kata. Mungkinkah ia mengalami hal yang sama? Pikir Sina.
Meski Luna sibuk bikin minuman tapi tetap memperhatikan Dora dan Sina. Begitu akur dan saling menyayngi mereka berdua. Kayak kakak-adik beneran. Padahal bukan. Memang Luna bertemu dengan mereka bersamaan, bukan satu-satu, kemudian mengajak mereka untuk buka warkop. Beda usia mereka lima tahun tetapi mereka megaku bukan saudara satu sama lain. Asalnya pun beda. Luna tahu Dora memendam sesuatu. Dari dulu. Ia tak terlalu terbuka kepada Luna. Ia paham kesedihannya cukup mendalam akibat perkara upeti ini. Luna menahan diri untuk tidak mengorek keterangan dari pengalamannya malam ini. Betapapun ingin ia berbagi kesedihan. Berbagi pahitnya hidup. Lebih-2 ia akan mengalami hal serupa besok.
Luna membuatkan teh manis panas untuk Dora. Minum dulu biar seger, lalu mandi kramas. Sudah kusiapkan semuanya tuh....mau mandi pakai air hangat ?
Dora tertawa. Janganlah begitu, tak perlulah aku diistimewakan. Kayak aku habis melakukan hal besar saja. Eh, lupa. Aku bawa nasi padang. Aku beli tadi waktu pulang ke sini. Lauknya dipisah. Dua, jadi tak perlu potekan segala.
Warkop buka seperti biasa, setengah jam setelah adzan subuh. Dora datang ke warung seperti biasa, bersama dua sahabatnya. Seolah-olah tidak terjadi apa-2 tadi malam. Padahal ketiganya sulit tidur. Gerah iya, tapi kan sudah biasa. Luna, bagaimanapun, kepikiran akan dapat musibah seperti halnya Dora. Betapapun tegar mental Dora, dan pernah mengalami kejadian terburuk dalam hidupnya, tetap saja merenungi nasibnya. Akankah terulang lagi? Apakah demikian garis hidupku? Begitu kegalauan hati Dora. Sina tak bisa tidur karena marah. Marah kepada dirinya sendiri yang membiarkan orang lainnya menggantikan dirinya untuk menerima musibah. Sampai kapan ia terus jadi anak kecil yang selalu diistimewakan? Ia telah menemukan ketenangan batin hidup bersama kakak-2 yang baik, yang tulus persahabatanya, yang tak pernah semena-mena terhadap dirinya yang lemah dan bodoh. Tetapi kini kedamaian itu terkoyak oleh ulah bajingan busuk bersana Gathel. Aku tak mau mengalah lagi. Tekadnya dalam hati.
Setelah yakin kedua sahabatnya tidur pulas, pelan-2 Sina bangun dan melakukan sesuatu di sisi kamar sempt itu yang biasa mereka gunakan untuk bikin teh kopi atau mengupas mangga. Setelah tengok kiri kanan bak maling ia menyelipkan sesuatu di balik bajunya. Sama ia tak tahu, Dora mengawasinya sejak ia berdiri dan melangkah mengendap-endap melewati dirinya.
Dora sendiri heran, ia sudah minum sesachet obat anti mabuk, yang biasanya bikin ngantuk, tapi kok malah melek sampai dini hari begini. Ia tak tahu bahwa depresinya terlalu tinggi untuk ditaklukan penenang murah macam obat anti mabuk. Tengah malam tadi ia sudah merasa ga bakal mempan kalau cuma satu sachet, mau ia telan satu sachet lagi. Sina memperingatkan, obat ini efeknya lama kalau kita sedang stres. Tapi bukan berarti kagak ampuh. Jika ditambah satu lagi, memang ampuh daya pukulnya. Tapi efeknya dua kali lipat. Kakak bisa bangun jam 12 , tapi gak apa-apa sih kalu kakak ingin bangun siang. Aku dan kak Luna bisa handel kok. Tapi Dora tak mau bangun siang. Ia batalkan obat anti mabuk ke dua.




Seperti biasa jam dua ke atas, warkop mulai sepi. Mereka bertiga lebih banyak diam. Sibuk dengan pikiran masing-2. Sina mendekati Luna dan berbisik. Entar aku yang nemani kakak ketemu Gathel.
Luna terkejut. Jelas ada yang tak beres ini. Walau tanpa bicara, Luna dan Dora sepakat untuk mengistimewakan Sina dalam perkara ini.
Aku tanya Dora dulu, kilah Luna.
Ga perlu, Dora bukan saudaraku. Ia teman seperti kakak juga, ujar Sina. Ia tak tahu Dora diam-2 berada dekat mereka.
O, begitu, tukas Dora. Sina kaget. Jadi kamu merasa sudah saatnya tampil untuk ikut bertarung?
Ya, ujar Sina tetapi dengan kepala tertunduk.
Oke, kamu sudah pernah sama laki-laki ? tanya Dora.
Belum, eh sudah.
Sama siapa ? kapan ? emang kamu sempat punya pacar ?
Pokoknya sudah pernah, kakak tak berhak tanya sama siapa. Kapan. Pokoknya sudah pernah.
Bagaimana rasanya ? cecer Dora.
Enak, asik. Aku pingin mengulang lagi.
Kukira kamu masih perawan.
Emang,...eh iya, aku memang sudah tidak perawan.
Bagaimana rasanya ketika pertama kali keperawamam kamu robek ? ? pancing Dora.
Biasa.
Tidak sakit?
Tidak, eh sakit juga.
Kamu tahu dengan siapa laki-laki akan kamu layani ?
Aku sudah siap.
Siap apa ?
Pokoknya siap. Kakak gak boleh dong ngatur jalan hidupku !
Dora diam. Membiarkan pikiran Sina berkecamuk sendiri sebelum membuka wacananya. Kamu ga takut menghadapi Gathel, mungkin juga membawa lelaki lain ?
Tidak. Aku punya trik sendiri.
Apa ?
Pokoknya ada deh ?
Kamu tidak sendiri menghadapi Gathel. Sin. Bagus kalau kamu bisa mengatasi perkara ini. Tetapi apakah langkahmu itu membahayakan orang lain ga, dalam hal ini sahabatmu sendiri. Kak Luna.
Sina diam.
Asal kamu tahu Sina, Gathel itu bajingan tengik. Ga tau aku mana yang lebih baik, binatang atau dia. Andai dia sejenis binatang, binatang apa yang tega mengumpankan sesamanya untuk keuntungan dia sendiri.
Apa maksudmu, Dora, tanya Luna.
Dia menjual tubuhku. Tubuhku diserahkan kepada salah satu bosnya, lalu sejam kemudian aku dijemput untuk melayani babe-2 perlente yang kemudian dia kecewa karena aku bukan perawan. Aku dijual Gathel, tahu. Gathel minta imbalan satu juta atas jasannya menyediakan perawan. Untung babe itu baik orangnya. Ia marah-marah tapi akhirnya mengerti situasinya. Ia geram kepada Gathel yang telah menipunya. Ia memberiku lima ratus untuk ongkos naik taksi, di samping ia minta maaf.
Luna dan Sina tertegun.
Sina, kamu jaga keperawananmu, biar aku saja yang hadapi Gathel karena tubuhku sudah dedel duel. Siapa saja bisa memiliki tubuhku tapi tidak jiwaku. Tubuhku bisa membusuk tapi tidak jiwaku.
Tidak kak, aku harus menuntaskan masalah ini, tanda Sina.
Kamu mau membunuhnya, Sina ? tuduh Dora.
Sina diam tapi Luna makin resah. Dora, kamu bicara apa ?
Sina, keluarkan pisau dari balik rok-mu, pinta Dora.
Sina diam saja.
Sina ! bentak Dora. Ayo keluarkan, jangan sampai aku menelanjangimu di sini !
Sina merogoh ke dalam pakaiannya dan terhunuslah pisau dapur. Setelah menatap tajam sebentar lalu dibantinglah pisau dapur di meja warung. Aku hanya ingin berbagi derita dengan kakak, tak lebih. Kata Sina lalu keluar warung dengan wajah bersungut. Dora membiarkan saja pada awalnya tetapi kemudian meyusul Sina.
Luna mecoba melunakkan emaosi Dora. Dora. Biarakan Sina meredakan kekesalannya sendiri, saran Luna. Nanti kan baik senderi seperti sedia kala.
Aku kenal watak anak ini, ga papa, aku omongin sebentar, ujar Dora.
Dari warung Luna melihat Dora memberi nasehat kepada Sina, seperti sikap seorang kakak terhadap adiknya. Sina pun kadang merajuk karena kesal, dengan membalikkan badannya untuk membelakangi Dora. Terkadang sikap Sina masih menunjukkan kekanak-kanakan. Luna maklum karena ia minggat ketika remaja, memasuki usia pancaroba. Usia dimana khayalan kerap diyakini akan terwujud esok hari. Tetapi dengan sabar Dora terus ajak dialog Sina, menggugah semangatnya untuk tetap di jalan yang benar dalam bertindak. Posisi Dora dan Sina yang sedang berdialog tidak jauh namun Luna tak bisa mendengar pembicaraan mereka.
Dua pria masuk warung pesan kopi hitam dan mie rebus dan es teh manis. Luna melihat Dora dan Sina tidak sedang ngobrol melainkan saling mengunci mulut kelihatannya. Sini duduk di puing membelakangi Dora yang sedang melamun. Luna membiarkan saja. Bahkan ketika dua orang lagi masuk warung, Luna tidak memanggil mereka. Ia melihat Sina sekarang yang giat bicara. Tidak sedang membantah tetapi gayanya bicara seperti sales yang tengah meyakinkan calon pelanggan agar membeli dagangamnya. Luna melihat Dora menyimak dengan serius paparan Sina, kadang melirik warung. Entah untuk melihat dirinya atau suasana warung yang ramai.
Satu lagi masuk pelanggan dan langsung mencomot gorengan. Ia pesan es extrajoss. Satu lagi masuk, rupanya temannya dan pesan mi. Luna sudah mau berteiak memanggil “adik”-2nya tetapi Dora muncul dan segera masak mie. Sina pulang sebentar, perutnya mules, kata Dora.
Seperti kemarin sore sebelum langit suram lantaran matahari mulai temeram Gathel datang untuk menjemput “pesanannya”.
Halo cewek, bidadari-bidadariku,...sudahkah kalian siap untuk mengarungi samodra surga ? sapa Gathel yang tampak girang bukan main karena membayangkan surga yang ia reguk sebentar lagi.
Minum dulu bang, aku bikinan ya ? kata Dora.
Ah, engggak usahlah. Kenyang aku kebanyakan minum.
Duduk dululah bang, sementara kami berbenah, kata Dora lagi. Tumben Dora ramah, batin Luna.
Gathel masuk warung lalu duduk tak jauh dari sopir angkot langganan warung yang sedang ngopi.
Tapi aku ga mau minum, kenyang bener , begah rasanya perut ini. Gathel melongok-longok ke belakang meja, mencar-cari sesuatu. Lho, bidadariku satunya kemana ?
Kan dia tidak ikut kan ? kata Luna.
Ya ikutlah, kan aku minta dia.
Kesepakatan tidak begitu bang, kata Luna agak ketus.
Gathel menatap sopir angkotyanng sedang ngopi. He, kamu ngopinya dilanjutnya nanti lagi.
Mana bisa begitu bang, kata sopir.
Bisa. Sekarang kau keluar atau aku yang seret kau ! ancam Gatel sambil berdiri. sopir ga mau ribut. Ia keluar , tak lupa meninggalkan selembar dua ribuan di meja. Neng, uangnya disini, semoga Tuhan memberkati kalian, kata sopir.
Terserahlah apa kata kalian. Pokoknya aku minta dia, kalo enggak ya sudah, kalian bayar dua setengah juta.
Mana bisa begitu bang, kemarin sudah kami penuhi sebagian kesepakatan, bagaimana abang ini sih. Kata Luna lebih keras suaranya.
Lho, kalian tidak bisa memenuhi apa yang aku minta, bagaimana bisa kau ibilang memenuhi kesepakatan. Aku di sini yang menentukan apakah kalian memenuhi kesepakatan atau tidak.
Dora diam saja meski amarahnya sampai ubun-2.
Aku lapor polisi, kata Luna.
Kau pikir aku akan diam saja membiarkan kalian ngoceh ke mana-2 ha ? ancam Gathel.
Luna menggigit bibir.
Ada nih, kok rame bangget, kata Sina yang tiba-2 muncul.
Oh, bidadariku muncul, sudah siap kan ikut abang. Jangan khawatir, nanti kami ajari, kita beriga kok, ya kan neng, kata Gathel seraya mengedipkan mata kepada Dora.
Oke, kata Sina. Luna dan Dora terkejut dan saling pandang. Tapi aku nyusul, tambah Sina.
Ah, aku tak mau kalian akal-akalin lagi. Pokoknya kalian ikut atau bayar dua setengah juta, titik.
Ya, kan aku harus berbenah dulu, nutup warungg kan tidak sebentar. Kata Sina.
Itu urusan kalian mau diapain warung ini, kata Gathel. Pokok kamu ikut aku sama satunya lagi. Titik.
Begitu ya maunya abang baik, kata Sina. Abang merasa jadi laki-laki enggak ? kata Sina.
Mau apa kau ?
Ayo kita selesai di luar, kata Sina lalu keluar sambil mengambil pisau dapur.
Di luar warung dan berarti tepi jalan beraspal, Sina berdiri berkacak pinggang, dengan pisau dapur di tangan kanan. Gathel, keluar kau. Kita selesaikan sekarang ! Gathel kaget. Tak mengira perempuan ini akan nekad. Ia ragu-2 untuk melayani tantangan Sina.
Gathel keluar ! kita buktikan siapa yang pecundang ! seru Sina.
Teriakan dan aksi Sina menarik perhatian para sopir dan kenek -- angkot maupun truk. Mereka yang semula sebagain duduk atau jongkok kini berdiri untuk lebih memparhatikan apa yang terjadi. Lebih-lebih setelah mereka mendengar cerita sopir angkot yang diusir Gathel tadi.
Gathel jadi mikir dua kali melihat gelagat tak menguntungkan ini. Ia bilang kepada Dora dan Luna, ia setuju dengan usulan Sina dan minta salah satu untuk membujuk Sina agar masuk warung kembali. Dora keluar nyamperin Sina danmembujuknya masuk. Sina masuk diikuti pandangan para kenek dan sopir yang kelihatan bersimpati pada warung langganan mereka. Sina tidak beridiri di posisi Luna dan Dora. Ia duduk dekat Gathle. Pisau dapurnya ia taruh di meja di depannya. Gathel Cuma milirik dan melempar senyum sedikit.
Kak, bikinan teh manis dua buat aku dan abang ini, pinta Sina.
Aku yang bikin, sahut Luna.
Jangan kak, kata Sina. Kak Luna adalah presiden kami. Biar kak Dora yang bikin.
Aku ga suka teh, susu bolehlah, kata Gathel.
Abang kan gemuk coba lihat badan abang. Berapa bobot abang ? 80 ? tanya Sina yang dijawab Gathel, Lebih. Nah, apalagi lebih. Kurangi susu. Koresterol, teh bisa bikin langsing, oke ?
Gatel tak segera mengiyakan,
Abang diperhatikan perempuang kok ga suka. Kan aku ini masih peduli sama abang. Kalau lebih langsing dikit aja, abang gini deh, kata Sina yang mengacungkan jempol. Oke ya bang. Menum teh bersama ini menunjukkan damai, damai antar aku sama abang. Kita jadi main ga sih entar ? atau aku ga ikut, biar Kak Luna dan Kak Dora yang ikut ?
Kamu ikut.
Bertiga ?
Gathel mengangguk.
Oke, tapi aku nyusul ya. Tinggal nanti abang atau kak Dora tilpun aku kalau sudah sampai hotel.
Gathel diam saja.
Lho bagaiman kata abang tadi setuju, sekarang berubah lagi.
Gathel ,asih pikir-2.
Abang, aku kan beresin warung dulu. Ga pantaslah presiden melaksanakan pekerjaan kasar, benar-2 sebentar, paling lama setengah jam. Oke.
Oke, kata Gathel.
Bikin kak Dora, kata Sina.
Dora segera menyeduh teh manis.
Sina memastikan racikan tehnya. Ia melongok ke belakang dan menatap Dora dan Luna. Dora memberi isyarat kepada Sina bahwa luna memperhatikan dirinya terus.
Kak Luna, panggil Sina. Luna menengok ke arah Sina dan berarti tak lagi mempertaikan Dora bikin teh. Sebentar lagi, kak Lina sama kak Dora berangkat sama abang, ga sampai 5 menit ya bang ? Gathel menganguk. Ya gitu kak, kakak siap-2 dulu, apa yang perlu di bawa.
Udah ga ada, siap dari tadi kok, kata Luna.
Dora menyodorkan segelas teh hangat. Sina menerimanya lalu diberikan kepada Gathel. Sekali lagi Sina menerima teh dari Dora untuk dirinya.
Ayo bang, minum, mumpung hangat, Sina mempersilakan sambil menghirup tehnya sendiri. Gathel minum satu teguk, dua teguk.
Tanpa sepengetahuan Gathel – bahkan juga Luna—Dora menyodorkan segelas teh hangat lagi. Sebelum menerima teh hangat lagi dari Dora, Sina mengambil tehnya untuk diaruh di sebelah kanan sepanjang tangan kanan menjangkau. Sehingga tetap satu gelas teh di depan Sina.
Ahh, suara Gathel. Rasanya kok agak pahit ya ?
Sina pura-2 minum tehnya sendiri.
Masak ? Punyaku biasa saja, ya memang rasa teh agak sepat bukan pahit, kilah Sina.
Gathel agak tak percaya.
Abang coba in tehku, kan sama.
Gathel menurut. Minum teh punya Sina. Dua teguk.
Sementara Gathel minum, Sina mengambll tehnya sendiri untuk ditukar dengan punya Gathel tadi dimabil Sina. Kali ini Dora berperan. Teh Gathel yang dipindah itu diambil Dora. Sehingga tetap satu gelas teh depan Sina, yaitu tehnya sendiri.
Iya, memang agak pait, apa katamu, sepat ?
Sina mengangguk. Lalu beberapa saat secara demonstratif Sina meneggak tehnya sampai setengah gelas.
Ayo bang dihabisin, keburu sore, ajak Sina.
Udah ah, gak terlalu suka teh, kilah Gathel.
Ayolah, kayak aku ini, kata Sina sambil merajuk.
Gathel ragu-2. Ayolah, biar aku semangat nih, kalo abang mau menghormati aku, rayu Sina.
Munking karena risih mendengar suara Sina merengak terus, Gathel embat itu teh sampai setengah gelas lebih.
Hah, udah, ayo berangkat, ajak Gathel lalu berdiri dan keluar untuk menuju mobil dinas pick-upnya.
Dora melangkah biasa tanpa tengak-tengok pamit Sina, sementara Luna agak gugup dan bingung. Mengapa sikap Sina bisa berubah drastis, terus Dora melangkah tanpa beban. Ada apa ini ? pikir Luna. SewaktuI mau meninggalkan warung Luna pandang Sina yang dibalasnya dengan lambaian tangan Sina sebelum masuk warung. Kok nggak ada kata-kata apa kek, yang menunjukkan ungkapan memberi semangat atau doa. Misal, hati-2 ya kak. Atau semoga Tuhan membantu atau Tuhan membimbing kita. Tak ada. Sina dan Dora cuek saja. Aku ini mau diperkosa, mana bisa seperti itu? jerit Luna dalam hati. Dora menarik tangannya. Dan Luna heran lagi. Kok Dora tenang begitu. Tangannya ga dingin seperti aku, pikir Luna. Apakah pengalaman semalam membuat Dora jadi tenang?
Dora akhirnya tahu, Luna cemas. Tangannya sedingin es batu.
Dora naik pick dulu, berarti ia duduk dekat Gathel yang pegang setir. Dora dekat jendela pintu tanpa kaca. Tak lama setelah kendaraan dinas jalan, Dora meremas tangan Luna. Agar tak lagi dingin. Lalu menepuk-nepuknya tangan Luna dengan tangan kirinya. Untuk membesarkan hati menguragi cemas. Luna mentap Dora dan tersenyum tertahan. Dora membisiki telinga Luna. Tenang, tenang, percaya sajalah, pasti ada jalan keluarnya, bisik Dora.
Sina menemui mpok untuk menanyakan nomor hp dua PSK yang hendak disewanya untuk ijadikan pengganti upeti tetapi Gathel tidak mau pakai PSK karena khawatir tertular HIV-AID dan penyakit kotor lainnya. Buat apa, emang Gathel mau ditukar ? tanya mPok. Maulah, buaya apa saja nbangkai saja dimakan, kata Sina.
Mpok memberi Sina nomor HP dua PSK.
Npok, ada yang mau aku bicarakan serius nih, kata Sina. Mpok serius mendengarkan. Warung mau kami jual aja, lalu kami bertiga pergi sesuai saran mpok. Bagaimana menurut mpok ?
Ya, ya...bagus itu, mau pergi kemana ?
Tergantung laku berapa . mpok mau beli ?
Yah, kagak punya duit neng,
Begini saja, aku titip sama mpok ye,...ntar tawarin sama siapa saja, berapa aja yang pantas harganya menurut mpok.
Terus nanti kalau laku duitnya dikirim kemana?
Aku ambil aja, mpok. Ntar mpok telpon kak Luna, atao Dora, lalu aku kemari. Nih kuncinya ,
Lha neng Luna sama Dora kemana ?
Pulang dulu bebenah lalu berangkat ke terminal, ya nunggu akulah. Tapi setelah aku pastikan psk itu bisa datag ke hotel yang mau dipakai Gathel. Ntar aku hubungi mereka.
Oo, gitu. Ati-ati ya neng.
Ya mpok, kata Sina sambil mencium tangan mpok. Sina berjalan beberapa langkah lalu berhenti dan kembali lagi. Mpok, maaf nih kalau aku suudon, ....
Ada apa neng ?
Mpok punya uang gak berapa saja, buat naik angkot ke terminal....
Duit mpok ga banyak neng.
Mpok, di warung dan masih ada stok mie 4 kardus, rentengan kopi-2, extra joss, dsb, mpok kan bisa ambil buat dagang di sini. Jual warung kan ga sama isinya....mau lihat dulu ?
Berapa duit neng ?
Halah mpok, kayak ga kenal kami bertiga saja. Terserah mpok-lah. Yang penting cukup buat ongkos naik bis bertiga.
Tiga ratus cukup ga ?
Ah cukup mpok, tapi kalau mpok masih butuh buat modal ya ga usah segitu.
Ga papa, kata mpok lalu mengambil uang untuk diberikan kepada Sina.
Sina memanggil taksi, melambaikan tangan kepada mpok sebelum masuk taksi. Sina mampir warung untuk mengambil kopor yang ia sembunyikan di semak-2 dekat warung.
Gathel mulai sering menguap.
Bang kita cari hotel dekat-dekat sini saja ya. Abang ngantuk begitu. Saran Dora.
Boleh, entar di depan situ , hotel kayaknya. Ngantuk memang, kemarin tidur jam satu lewat.....sama ...oahh, Gathel menuap lagi.
Telpunnya berdering. Gathel menerimanya, Ya halo, iye...iye...aku masih kerja nih, pulang malem tapi...oaahh...ga kaya kemarin lah.....iya...iya aku bawa..
Bos abang ? tanya Dora.
Nyonya. Biasalah perempuan maunya dilayani melulu. Selalu tanya kapan pulang, kapan pulang, disuruh pulang buruan. Sampai rumah die molor duluan.
Tanyain oleh-2 kali bang, ibu belum makan kali, nungguin abang bawa makanan restoran, pancing Dora.
Enggaklah, aku oga bawa-2 makanan.
Tadi abang bilang ya aku bawa....kan bawa makanan enak pesenan ibu.
Iya emang pesenan die, tapi bukan makanan. Uang ! perempuan maunya uang melulu.oaahh...
Uang dari pedagang ya bang ?
Gathel menatap Dora.
Sebagian, sebagian lagi titipan teman-2 untuk big bos, ujar Gathel.
Di depan ada hotel bang, seru Dora.
Mobil belok masuk hotel dan berhenti di depan kantor hotel. Dora bilang kepada Gathe bahwa Luna akan bel gorengan dan minuman kaleng dulu. Gathel mngangguk. Luna turun dari pick-up, lalu berjalan menjaui mobil. Ia menurut saja disuruh Dora karena ia sendiri sangat, sangat malas untuk melakukan pekerjaan kotor ini. Tujuan Dora , agar yang tampil dia seorang. Jadi kalau terjadi kemungkinan terburuk Luna tak tersangkut paut. Sina sepakat keetika Dora bilangkepadanya. Resiko kita berdua yang tanggung, Kak Luna ga usah dilibatkan. Ia sudah berbaik hati menampung kita.
Gathel turun dan hampir terjerambab karena ngantuk. Dora segera memapahnya masuk kantor. Gathel langsung didudukkan di sofa ruang tunggu, depan konter pendaftaran tamu.
Bang, pinjam KTP sebentar buat daftar. Bilang ga usah KTP gitu, kata Gathel. Dora mendaftar.
Roomboy mengantar Gathel dan Dora ke kamar. Petugas lain minta kunci mobil untuk memarkir kendaraan. Sambil memapah Gathel –tepatnya Gathel merangkul Dora , Dora membisiki Gathel. Bang, uangnya dimasukkan kamar atau biar di dalam mobil.
Biar saja di mobil.
Ga takut hilang diteteng orang ?
Iya, ya...masukin kamar.
Kamar hotel tidak menggiurkan untuk dipakai tidur atau rebahan santai. Sprei bed besar ditata rapi tapi masih kelihatan kusam, walau belum sampai dekil. Lantainya juga tidak kinclong meski bersih karena sering disapu. Dingin AC menolong suasana kamar.
Gathel langsung menjatuhkan diri di kasur busa itu. Dengan isyarat tangan Gathel mengajak Dora segera mengikuti dirinya. Dora menyambutnya. Ia rebahan di samping Gathel. Gathel segera merangkulnya. Tapi Dora kemudian minta ijin keluar sebentar untuk ambil uang di mobil. Sebentar kok, ga sampai lima menit. Gathel mengangguk.
Dora mengambil kantong plastik tebal berisi uang. Dora sengaja dilama-lamain mengambilnya. Ketika kemballi ke kamar, Gathel masih melek tapi nyala matannya sudah byar-pet. Dora naik ke ranjang dan langsung saja diterkam Gathel. Dora membiarkan saja tangan Gathel kemana-mana sementara tanganya sendiri menepuk-nepuk punggung Gathel.
Taktik Dora jitu. Lambat laun tapi pasti gerakan Gathel melemah dan melemah sampai akhirnya lunglai. Tak sampai dua menit, Gathel tumbang. Ngorok masih dalam posisi memeluk Dora.
Dora SMS Luna agar tunggu di situ tak perlu masuk kamar. Meski heran, Luna menurut saja.
Dora meraih kantong plastik berisi bundelan uang. Ia buka dan hitung berapa bundel. Lebih dari sepuluh bundel setelah isi kantong ditumpahkan dora ke lantai. Bundel pecahan dua puluh-ribuan, 50-ribu-an dan 100-ribua-an. Tiap bundel dikalungi kertas yang menyebutkan nilainya. Total lebih dari 40-an juta, hitungan kasar Dora.
Dora mencabut 50-ribuan sepuluh lembar.
Dora memasukkan lagi bundelan ke kantong plastik tebal. Lalu duduk sebentar. Dora mencari-cari sesuatu di kantong celana Gathel yang tertidur pulas tanpa kuatir Gathel tak akan cepat bangun. Ia yakin obat anti mabok dua sachet yang ia campur dalam teh manis cukup untuk memulaskan Gathel dalam waktu agak lama, Bisa lebih dari empat jam ! Apalagi kamarnya ber-AC. Dengan tenang Dora membalikkan tubuh Gathel.
Dora telah memegang hape Gathel dan kini sedang mencari nomor telpon yang terakhir menghubunginya, yaitu istri Gathel. Setelah ketemu ia ambil hapenya sendiri untuk menyimpan nomor hape istri Gathel tersebut.
Dora duduk di ranjang. Sambil mikir bagaimana cara membawa uang tanpa kantong plastik tadi, Dora matanya berputar melihat seisi kamar. Cari ide. Matanya tertuju pada tempat sampah. Ia periksa, Tempat sampah dilapisi kantong plastik untuk memudahkan membuang sampahnya . Ternyata belum ada sampah satupun. Masih baru kantong plastiknya.
Dora naik ke ranjang lagi. Tanpa ragu-2 ia balikkan tubuh Gathel lalu ia lepas kancing bajunya. Dengan segala kesulitannya Dora bisa melepas baju Gathe. Sabagal gantinya ia menyelimuti Gatel.
Kantong plastik tebal isi bundelan uang ia bungkus dengan baju Gathel lalu dimasukkan ke kantong plastik dari tempat sampah. Dora mencoba mententeng, berat juga. Kuat ga ya, pikir Dora. Ia membesarkan hati, pasti kuat. Muncul ide lagi, Dora menanggalkan pakaianya semua sampai telanjang. Lalu memasukkan celana dalam dan beha ke dalam kantong plastik isi uang. Posisinya di atas baju Gathel. Lalu Dora duduk lagi di ranjang. Ia lihat jam dinding. Sekitar dua puluh menit sudah ia berdua sama Gathel di kamar.
Hape Dora bebunyi, SMS masuk. Dari Luna yang kasih tahu Sina sudah datang dengan taksinya. Dora keluar dari kamar dengan santai. Dora tersenyum genit kepada pria respsionis hotel itu.
Lagi banyak job, bang, kata Dora. Resepsionis menggut-manggut. Begini bang, tugasku selesai. Yah, memang tidak lama sih,.... Resepsioni tersenyum saja sambil manggut-manggut.
Sekarag bos tertidur pulas, kecapain kali, bang. Habis berenang mengarungi samodeera bersamaku,,,,hi..hi...hi...Tapi begini bang, bos tadi pesan sama aku, suruh pesan lagi .
Makanan atau minuman ?
Bukan, nanti dia sendiri yang akan pesan. Bos pesan seperti aku.
Ha ? lagi ? tanya resepsionis melongo.
Dora mengangguk sambil senyum nakal. Iya, dua , bang.
Ah, apa dia maih kuat ?
Entahlah kalau yang itu, yang jelas tadi itu pertarungan berlangsung seru, tapi expres bang.
Maksudnya ?
Peltu.
Peltu ? tanya resepsionis dgn wajah bloon.. apaan-tuh?
Ah, abang ga dong juga. Tadi kulihat abang main iinternet di PC ? respsionis mengangguk. Cari digoogle deh. Humor Superman bercinta dengan Wonderwoman. Crita singkatnya begini. Superman sedang terbang memantau situasi. Pas dia lihat kebawah. Tertangkap oleh mata supernya. Wanita rebahan di tepi kolam renang di rumahnya. Telanjang bulat dan wanita itu Wonderwoman. Maka ya ya begitulah....cari di google kelanjutannya.
Abang aku titip amplop, dua. Masing2 isi 200 ribu. Nanti kasihkan dua waita cantik kayak aku nih....
Mereka mau ke sini jam berapa ?
Sekitar dua jam lagi.
O, baiik nanti saya sampaikan.
Dora minta nomor tilpun hotel dan berpesan, nanti kalo ada tilpun dari cewek cantik itu, bilang terus terang kalau amplop masing-2 isi dua ratus suadah disiapkan bos Gathel.
Siapa nama si bos tadi ?
G a t h e l.
Dan nih 50 buat abang.
Dari tadi resepsionis mengamati tentengan yang dijinjing Dora.
Bang, ini pakaian kotor aku bawa aja, kata Dora. Nih lihat....tambah Dora sambil berputar mendekati resepsinois untuk memperlihatkan isi kantong palstik. Begitu Dora kuak kantong plastik, terlihat oleh respsionis BH, CD dan baju. Bos itu jorok mainnya, crita Dora. Milk dia punya sampai ke-mana-2, jadi korban daleman aku.
Resepsionis sampai menelan ludah karena jijik.
Aku cabut dulu ya bang, makacih. Daag.....
Dora jalan sebentar, taksi sudah menanti. Pintu belakang dibukakan Sina.si bergerak. Dora memejamkan mata beberapa saat, lelah mental dan fisiknyanya mungkin. Bagaimana pun, kejadian sejak diwarung hingga barusan cukup membuat stres Dora. Ia butuh menenangkan diri.
Kita cari resto di jalan serah ke stasiun besar, kata Dora.
Kafe de Kere, kata Sina.
Sip, kata Dora lalu memejamkan mata.
Tadi bagaimana kak, tanya Sina kepada Dora.
Apanya ?
Ya crita, apa-lah. Si Gathel di apa-in. Dibetot kek, atau diguyur....ha..ha... asyik ngak kak, ha..ha...ha..
Kadang Sina memang sering membuat Dora gregetan. Ceriwis dan suka menggoda. Kadang Dora merasa kekanak-kanakanya masih kental.
Kakak tadi sempat dicium ga sama tuan besar bang gathel ? Ha...ha...ha...
Saking gemasnya Dora menarik tangan ina lalu ditaruh di dadanya. Sina kaget. Ternyata Dora ga pakai BH. Oleh Dora, tangan Sina lalu diarahkan ke pangkal pahanya. Sina tahu Dora suka pakai celana kain tipis, ga suka jin. Maka ketika tangan Sina menyentuh pangkal paha Dora, Sina menjerit. Jorok ! Jorok, ih kak Dora Dora jorok. Hoek....hoek.
Abang-abang, stop, stop....aku pindah depan, ga mau duduk sama kak Dora.
Otomatis sopir minggirkan mobilnya. Sina keluar dan minta duduk di depan. Luna geleng-2 kepala tapi mau tanpa komentar pindah duduk di belakang. Taksi jalan lagi.
Luna tidak berrtanya tapi menatap Dora. Dora senyam senyum saja. Ia perlihatkan kantong plastik putih yang dari tempat sanpah hotel itu, lalu ia buka. Terlihat kantong plastik tebal. Luna masih belum paham Dora mau nunjukin apa. Serpti gaya tukang sulap saja, pelan-2 Dora buka kantong plastik tebal warna hitam. Di dalam taksi memang agak gelap karena di luar juga matahari mulai temeram. Lampu-2 jalan membantu penerangan di dalam mobil. Tanpa mengangkatnya, Dora kuak lebar-2 kantong platik tebal dan terlihatlah terlihat oelh Luna isinya. BH dan CD. Luna menatap Dora, belum paham. Dora menempel telunjuknya di bibirnya, memberi isyarat agar diam. Dora angkat dalemannya dan baju Gathel, Dengan isyarat kepala minta Luna melongok ke dalam isi kantong. Tapi tak nampak, masih terlalu gelap. Sudah hampir jam enam. Dengan tangan kiri Dora memberi isyarat Luna agar merogoh isi kantong. Luna menurut dan baru paham dan kemudian kaget ternyata banyak bundelan uang yang ia pegang. Ia angkat satu untuk memastikan. Luna sampai menutup mulutnya, saking takjubnya.
Kok bisa ? kamu ngrampok Gathel ? kata Luna dengan suara yyang maunya lirih tapi Sina sempat menengok ke belakang.
Ssshh, cuma melucuti,
Sampai telanjang, kamu apain dia ?
Setengah telanjang, lalu aku bawa sekarung duitnya.
Lho, di-di-dia diam saja,...apa kamu bunuh ?
Hush..!
Dia tidur.
Mati ?
Tidur !
Dia bangun langsung pingsan lagi dong, tahu duitnya ilang. Dompetnya ga sekalian kamu embat ?
Enggaklah. Biarkan saja dompet dan isinya, kata Dora. Jangan beri kesan kita mengambil apapun darinya.
Aku ga paham, kata Luna
Kamu bilang ga amabil apapun, lha uang ini apa ?
Kesan, kak. Kesan
Kesan bagaimana, jelas uangnya hilang setelah Gathel jumpa kita. Kamu yang utama, paling lama.
Yang akan bilang siapa ? Yang akan cerita bahwa uang di kantong plastik hilang diambil dua wanita pencuri , siapa ?
Ya Gathel-lah.
Kakak yakin orang percaya omongan Gathel ?
Iya-lah, kan dia....
Ya, terbuka pikiran kakak sekarangg. Orang bisa mengira Gathel sendiri yang menghllangkan uang ini. Orang bisa mempertanyakan jika terjadi perampokan kenapa uang di dompetnya asih utuh? Bb-nya juga tidak diambil. Bisa kan timbul kesan dia mengarang cerita pencurian. ?
Kamu belajar dari mana Dora ?
Dora cuma tersenyum.
Kamu telah merencanakan semuanya, Dora,
Tidak semunya. Aku memang ingin mencelakakan bajingan tengik itu tapi cuma nafsu doang. Ketika aku menasehati Sina, tiba-tiba Sina punya ide cemerlang. Kumatangkan sekalian.
Kebetulan di depan area belanja dimana Resto de Kere berada, di depannya kios besar jual pakaian santai wanita seperti daster modis, kaos, you-can-see, katok kolor modis maupun katok jin. Sementara Lina dan Sina nunggu masakan, Dora belanja pakaian santai secukupnya. Uang bundelan sudah dipindah ke kopor, dijagain Luna dan Sina. Mereka duduk berhadapan.
Dora masuk resto , naru sebagian bungkusan belanjaan di meja Luna dan Sina, sebagain lagi ia bawa dan langsung ke kamar mandi resto. Ia mandi kilat, asal sekujur tubuh diguyur air dan disabuni. Sabun, pasta dan handuk sudah ia siapkan.
Waktu Dora krmbali untuk kumpul lagi di meja resto, masakan sudah dihidangkan. Luna tidak heran melihat Dora tampil lebih segar. Tapi tidak demikian Sina. Ia terpana melihat Dora duduk di sampingnya. Ia amati Dora dari ujug kaki sampai rambut. Mendadak, enak saja Sina memegang buah dada Dora. Dora, juga Luna, kaget. Dora menjerit dan manampar tangan Sina.
Ih,...apa-an sih lu ! Elu gay ya ?
Sebagian pengunjung menengok ke meja mereka. Untung belum banyak yang makan di situ, masih suasana magrib soalnya. Sina cuma cengengesan,
Ala, kakak tadi juga begitu, canda Sina.
Tadi kan di dalam taksi, oon !
Kok ga sekalian kramas ? tanya Sina curiga.
Ngapain ? Tanya Dora
Eh, bukannya elu main sama Gathel,
Lu omong sembarangan gua gampar bacot lu, bentak Dora.
Coba, kata Sina menyediakan wajahnya di dpan Dora.
Dora benar mau menghajar Sina kalau saja tidak dibentak Luna.
Dora ! Sina ! apa-apa an kalian !
Pengunjung dan karyawan tersentak juga oleh bentakan Luna. Orang-2 di teras resto pun sampai ikut memperhatikan mereka.
Sekali lagi kalian ribut, aku tinggalkan kalian. Aku pergi begitu saja ! bawa semuanya.
Dora dan Sina menunduk, lalu ambil piring dan nasi. Keduanya cepet-2an ambil centong sehinga kedua tangan keduanya beradu. Keduanya saling melotot.
Teruuus !! kata Luna lagi agak keras.
Baru kedua tangan mereka berdua tak lagi di atas meja. Mereka diam bagai patung. Beberapa saat mereka bertiga diam. Luna kesal juga. Sebagaian pengunjung malah senenag dapat suguhan ekstra, tontonan segar ala Dora-Sina.
Akhirnya Sina berdiri, berjalan memutar ke arah Luna, mengambil periuk nasi dan centong lalu membagikan nasi ke piring Luna. Dora menyodorkan piring tapi Sina menggubrisnya. Luna memalingkan muka untuk melototi Sina. Sina memberi nasi secentong ke piring Dora. Sina menarik kursi di sebelah Luna tapi Luna menunjuk ke tempatnay semula. Sambil cemberut, Sina kembali ke tempatnya.
Usai pesta di de Kere mereka berembug menentukan kota mana akan mereka tuju.
Dora mengusulkan sekitar Dukuh Kupang, Surabaya atau wisata kuliner murah di Genteng Biru, Bali. Di kedua wilayah itu aku punya teman yang bisa diandalkan, kata Dora. Temanku di Surabaya cukup diseganilah. Korak kerah putih begtulah, tambahnya.
Sina ingin di Yogya tapi ia tak menyebutkan daerah maupun contack person. Ia memang belum pernah ke sana.
Luna kemana saja mau. Tapi sempat mempertanyakan kenapa tidak Batam. Riskan kak, kata Dora.
Akhirnya diputuskan ke Yogya dulu baru ke Surabaya dua hari kemudian.
Mereka naik taksi ke statiun besar dan malam itu juga berangkat ke Yogya naik kereta.
Kereta berangkat. Mereka beli tiket empat. Sina minta duduk saa Dora, sedang Luna sendiri, tetapi bangkunya menghadap bangku Sina Dora.
Selama di kereta Luna lebih banyak mendengar omongan Dora dan Sina. Karena ia sama sekali tidak tahu rencana mereka. Dora cuma bilang tadi bahwa Sina telah menjual warung beserta isinya kepada mpok seharga tiga ratus ribu. Karena terlalu sering dapat kejutan mungkin, Luna ga kaget lagi meski hatinya bertanya-tanya, kok murah banget. Tapi lalu ia ingat bunelan uang di kopor.
Udah telpon gadis-2 nya mpok ? tanya Sina. Kok aku ndak tahu. Kak Dora nyuruh gadis-2 itu jam berapa ke hotel? Crita dong,...iihh, kata Sina.
Aku mnta mereka sampai di hotel jam 8, berarti sejam lalu. Kukasih nomor hotel untuk konfirmasi uang transport mereka. Aku telpun hotel, resepsionit membenarkan mereka sudah ia antar ke kamar yang tadi. Lalu kutelpon salah satu gadis itu. Dia bilang bos masih ngorok. Aku bilang diamkan saja dulu mungkin kelelahan setelah sama aku habis-2an tadi, kalau dibangunkan sekarang jangan-2 dia kaget. Kalau marah, ga keluar bonus kalian. Cuma dapat transport doang, 200san. Nanti kalu sejam dia belum bangun, goda itu bos. Caranyam kalian berdua telanjag lalu naik ke kasur, kan dia sudah setengah telanjang (Sina melebar matanya menatap Dora), rangsang dia. Tahu kan caranya. Dia bilang. Bau badannya menyengat. Kubilang itu resiko bisnis beginian.
Kasian, kata Sina.
Terus tilpun siapa lagi, tanya Sina. Waktu antri beli tiket aku lihat kakak tilpun lama dan lebih dari sekali.
Aku tilpun atasan Gathel yang kemarin aku layani. Pada dasarnya dia orang baik-2, punya istri dan anak dua. Hanya karena ditawarin Gathel mau diservis, ia tergoda. Aku minta no hapenya, dikasih. Aku bilang kepada atasan Gathel itu. lho kok ga diajak Gathel pesta di hotel Bintang Melati ? Relasinya diundang kok, ada tiga orang. Semua disewain kamar dan per kamar disiapkan cewek dan konsumsi. Llalu aku crita kalau mau berangkat ke hotel tadi, aku dibeliin baju, di-beli-beliin apa gitu, rupanya bos Gathel lagi banyak duit nih....
Tadi kakak bilang nyimpan nor hape istrinya Gathel, dikomtak juga ? crita dong ?
Waktu aku telpon, benar, yang terima istrinya. Halo, ini nomor pak Gathel ya ? bukan, saya istrinya. Ada apa? Oohh, ga apa-apa bu, saya keliru pencet nomor. Maaf ya bu. Tunggu, ada apa. Ini urusan kantor ? entah ya bu, cuma tadi an Pak Gathel bilang adar acara lalu undang saya dan temen-2 sesama profesi untuk hadir menghibur,....hi..,hi..hi......di hotel Bintang Melati. Katanya kan jam 8 ini, kok belum dihubungi, padahal kan kami perlu persiapan, wangi-2an, dan sebagainya. Kan mau pesta...hi...hi...hi... hotel apa tadi ? tanya istri Gathel. Bintang Melati, sekitar daerah Pantai Pasir Putih. Maaf ya bu...klik, ditutup sama si ibu.
Ada lagi yang kakak gosok ?
Bibirmu kalo ngomong ...., kata Dora gemes lalu hendak mencengkeram bibir Sina.
Sina tertawa lali menyandarkan kepalanya ke bahu Dora.
Luna menyaksilan ulah mereka berdua sampai terharu. Mereka benar-2 kayak kakak-adik, batin Luna.
Sina mengeluarkan hapenya lalu cari nama temannya.
Mau telepon kawan baru, siapa tahu berguna, kata Sina.
Siapa ? Cowok, tanya Dora, yang dijawab denga anggukan Sina. Emang lu punya temen cowok ?
Ih, ngenyek... ini teman kenal di mol 3 bulan lalu. Ia kerja di TV Swasta. Ga tahu bagian apa ?
OB kali ? goda Luna
Sina tertawa. Aku suka kak Luna mulai goda aku, berarti stresnya mulai reda. He...he...he...
Sina lagi beruntung. Maka ngobrollah Sina dengan ceria. Dan tentu saka ia sampaikan info perilaku Gathel yang sedang pesta perempaun itu setelah bahwa dirinya tahu ada petugas peras pedagang kaki lima di sekitar daerah pantai anu. Tak percuma Sina ngobrol lama. Teman barunya itu berjanji langsung meneruskan info Gathel itu ke desk siaran. Ia sendiri tim kreatif TV swasta tersebut.
Saking girangnya, Sina ingin pamer hasil kiprahnya. Kak, temanku mau bantu, kebetulan mobil TV berada di sekitar wilayah hotel. Jadi mungkin bisa masuk tayang kak. Eh, kak tahu nggak, teman itu ngajak ketemu.. tapi bagaimana ya...aku udah ga di Jakarta.....bagaimana kak,...kak..
Sina menengok ke samping. Eh sialan, diajak ngobriol, malah tidur,,,kak..kakak...bangun dong.....aku mau cerita nih...kak Luna kok ikut tidur juga....terus akau bagaimana ini ....
Pukul 01.25 Sina terima SMS dari temannya dari TV swasta. Xina infomu tayang acr reportase mlm jm 2. Pk 02.20 SMS masuk lagi. Gmn Xin kocak ga ? kt PSK si Gtl bau bgt ampe mo mntah xa..xa..xa... infomu bgus mk di wwncr i PSK dll. jmpol Xin. Ny Gtl jg diwwcr i konyol jg y.
SMS pk 02.30 pelaku gtl diwwcr i ktna dia dikrjai psk uangna dirampok namanya jd rusak. reprtr tanya apa psk ini yg ngerjai, kt gtl bukan ada lg lbh cantik tp lbh sadis , gw pkr hbt jg psk tu spt angel faced killer. tau artina ? pembunuh berwajah bidadari , mk bisa jd subjudul acr investigasi besok
Jam 02.45 SMS masuk lagi. Xin lu mati kali di hp ga d angkt awaz !!! lu ga jwb lg gw moh temenan sm lu.
Sms Pk 03.00. payah lu bodo
Sina lagi mimpi stairway to heaven di-SMS, ke laut-lah.
Waktu sarapan gudeg sebelum masuk hotel dekat Malioboro, Sina baru membalas SMS teman barunya. Trm ksh y pren jngn marah gitu ntar belon kwn udh tua
Tetapi SMS Sina baru dijawab siang, saat tiga jagoan ‘Charli’s Angel diduran di hotel bintang 5. Biarin gw blm tua aja lu cuekin
Sina membalas SMS itu. Marah lg. lu ngaca klo lg marah psti lucu eh lu jht ngatain mereka pembunuh berwajah bddari mrk kan tdk mbunuh
Mereka ? ? ? kok lu tahu pelaku yg ngrjai Gtl lbh dari satu ? soal mbunuh itu cm waktu aj. Belum. Klo mrk (ktmu bukan satu org kn?) mau bs aja lain kali mbunuh tanpa jejak. Eh kpn lu ke kntr gw anbil honor. Infomu akurat hornorna gede lu jd narasumber y ? buat acara invedtigasi, kpn ada wkt buat wwcr honor na gede gw ga bohong
Sina jadi merinding sendiri.









Tidak ada komentar:

Posting Komentar