Senin, 12 Agustus 2013

BALADA DUA DARA

Minggu siang itu temen-2 Prasaja memenuhi janjinya untuk merampungkan tugas makalah kelompok. Sejak jam 10 mereka sudah membuat kapal pecah di kamar Pras. Mereka bekeja sama menjalankan perannya sesuai kesepakatan, mengisi bab demi bab. Semuanya laki-2.
Jam 11 pintu diketuk, karena Pras yg buat outline ia nganggur sampai mereka rampung, maka dialah yang menyambut tamu. Terpana Pras melihat siapa tamunya. Dua bidadari kesiangan tersenyum manis begitu Pras muncul. Usia mereka sebaya dgn Pras. 20-an. Mereka gadis kinyis-2. Yang membedakan mereka dengan teman-2 kampus adalah dandanan mereka. Bedak sampai gincu semuanya tebal. Salah satu pakai yukensi hitam tapi tersembunyi di balik jaket putih. Rambut lurud, paendek dan hitam. Bibir agak tebal dan indah. Satunya mirip manakin eropa. Rambutnya pirang tetapi tesembunyi dalam topi ruisa utih yang tebal, seperti terbuat dari kulit biri-biri. Keduanya pakai jin tapi tetap kelihatan norak. Setidaknya di mata Pras. Ini membuat Pras berprasangka negatif.
Toni lagi pergi, mbak. Aku tidak tahu kemana dan sampai kapan kembalinya. Jawaban Pras yang menyebakan mereka saling pandang dan tersenyum kecewa.
Boleh kami nunggu mas ?
Tanpa ragu-2 Pras menjawab boleh dan langsung mempersilakan mereka masuk. Ia sadar berhadapan dengan perempuan yang bisa jadi berprofesi khusus – kalau menilik penampilan mereka—bisa riskan. Tapi kenyataannya siang itu mereka kan tidak sedang menunjukkan gelagat mau menjalankan profesi mereka. Lagi pula rasanya tak pantas membiarkan mereka nunggu Toni di teras karena satu-2nya tempat duduk adalah tembok pendek di teras yang sempit-- cuma satu bata lebarnya. Lagi pula sinar matahari yang cukup terik menguasai seluruh teras. Meski begitu Pras menyempatkan diri melirik sekeliling situasi di luar rumah. Sepi.
Bagaimanapun Pras berharap tak ada warga yang tahu atau melihat dirinya “memasukkan” tamu cewek norak. Belakangan Pras baru tahu kalau sesungguhnya warga mengamati rumah ini setelah ia dekat dengan Tika Wulandari, tetangga seberang rumah. Aku tahu banyak permpuan sliweran d rumah mas, kata Wulan ketika Pras main ke rumahnya. Tapi bukan aku,...bukan tamuku lho, buru -2 Pras pasang tameng untuk mengamankan citra dirinya. Ya, kami tahu, jawab Wulan. Orang-2 juga tahu siapa di antara teman-2 mas yang suka bawa cewek. Tapi karena sejauh ini tak sampai bikin ribut ya warga diam saja.
Aku tahu mas suka ke warung depan (toko sembako), nemuin Isye, anak Malaysia itu, atau Yati, anak Ngadirojo itu, kata Wulan sambil tersenyum nakal. Gila, ni cewek kayak FBI aja. Semua langkahku dipantau. Tapi datanya keliru lagi. Isye itu bukan asal Malaysia. Suami mbakyunya Isye , orang Malaysia yg lagi tugas belajar. Namanya bukan Isye lagi tapi Aisyiah, anak sosiologi, batin Pras. Ia sekampus dengan Pras, beda fak. Tapi soal Yati itu memang benar. Pernah ia ke toko dan Mbakyunya Aisyiah yang jaga dan bertanya, cari Yati ya ? jangkrik, umpat Pras dalam hati.
Jangan heran kalau aku sampai tahu semuanya, mas, kata Wulan. Sini lingkungan kecil mas, tuturnya. Hanya mas yang kontrak rumah, lainnya. Pegawai PJKA. Sudah berkeluarga. Pemuda disini bisa dihitung dnegan jari. Adikku laki dua, di toko sana dua juga, sebelahnya mas Sentot. Gak ada lagi, sisanya pensiunan dan pegawai negri senior. Jadi Mas Primadona di sini, katanya.


Sejak awal Pras sudah merasa bahwa ia tinggal di lingkungan yang lebih kecil wilayahnya dan tidak selonggar rumah kontrakan sebelumnya. Ketertiban, kebersihan serta ke asrian RT sini memang patut diacungin jempol. RT kami pernah meraih perngharga RT terbaik lho mas, kata Pak RT ketika Pras mengunjunginya untuk lapor diri sebagai warga baru.
Rumah yang dikontrak Pras bersama dua temannya itu tanggung bangunannya. Dari luar kelihatan mentereng. Sebuah rumah berdinding bata (bukan batako) yang cukup bagus.Tapi kalau masuk ke dalam dan diamati, cuma satu kamar yang berdinidng bata. Tak sampai 3 meter ke belakang. Selebihnya gedek alias anyaman bambu. Lantainya plester. Meski semua dinding dari kaso dan gedek tapi rapih, setidaknya kokoh. Cuma memang catnya mulai mengelupas – kalau dibersihkan pakai sapu serpihan-2nya rontok. Kamar Pras di tengah dari 4 kamar dan paling luas tapi gedeknya mulai kumuh dimakan usia. Pras ga kurang akal. Dibelinya plastik tipis warna merah muda dan abu-2 mendekati ungu buat dekorasi. Dinding sebelah kanan warna pink. Sebelah kiri ungu-abu-2. Sedang dinding yg ada pintu dan cendela, dibiarkan saja karena masih rapih. Oh, dinding sekeliling rumah, separuh bata separuh gedek. Termasuk yang ada cendelanya.
Dua bidadari itu digiring Pras ke ruang tengah, depan kamarnya karena ruang tamu tidak nyaman. Kursinya lilitan tali plastik dengan kerangka besi. Di ruang tengah juga terbatas perabotannya. Cuma ada tiga kursi dan satu meja kecil. Semunya model mebel standar untuk rapat kelurahan atau pertemuan di gedung sederhana. Pras pilih di ruang tengah agar dekat dengan teman-2nya yang sedang menggarap makalah sehingga kalo mereka butuh dia, bisa segera menanggapi.
Tanpa cangung Pras seduh 3 cangkir teh manis hangat. Mereka kagum mungkin. Kok baik banget jejaka ini, mau repot bikin suguhan, pikir mereka. Mereka belum tau bahwa kebiasaan Pras selalu menyuguhkan teh manis hangat kepada tamunya. Siapa saja.
Kok enggak minggon (pergi rekreasi di hari minggu), mas. Kata si hitam manis.
Kebetulan lagi banyak tugas, kata Pras.
Lalu merekapun ngobrol ngalor-ngidul ke-mana2. Pras malas untuk mengarahkan pada satu topik pembicaraan. ia lebih banyak nge-gongi aja tapi lama-2 bosan juga. Sementara satu demi satu teman Pras keluar, hendak ke ruangan belakang. Mau ngapain mereka pikir Pras. Kalau ke kamar mandi kok ga terdengar suara gemercik air. Atau ke dapur ? ngapain, ga ada makanan apapun. Masak mau ke dua kamar yang bukan kamar mereka? Pras menebak tujuan mereka adalah menginitp tamu-istimewa itu.
Mas, mahasiswa itu sombong ya, celetuk bidadari rambutnya pendek.
Kok bisa begitu kesimpulannmu? Tanya Pras.
Iya, masak ga ada yang mampir satupun ke sini, keluar masuk kamar, plerak-plirik.
Mati aku, pikir Pras. Ah, salah kamu. Mereka tidak sombong. Mereka banyak tugas sehingga mereka ga sempat apapun. Kepikiran tugasnya.
Jadi mahasiswa sulit ya mas? Harus pinter dulu ya ? kata bidadari topi rusia.
Sulit ? embuh ya....tapi menurutku biasa saja.
Ya, karena mas pinter orangnya, biadadri satunya menimpali. Sedang kami itu apa?
Gini lho, semua peker...semua apapun punya kesulitan. Tentu situ pernah menghadapi kesulitan ketika bekerja misalnya ?
Keduanya terdiam. Sebelum beberapa detik kemudia si topi rusia buka suara. Memang mas pingin tahu pekerjaan kami ?
Giliran Pras terdiam dan terhenyak kayak pecatur amatir kena skak. Kedua biadadari menatap, menunggu jawaban Pras.
Enggak, jawab Pras datar.
Kenopo enggak mau tahu pekerjaan kami, kejar si manis bibir sensual.
Ya karena kalian sendiri yang segan mengutarakan, kata Pras tajam seraya menatap keduanya.
Kedua bidadari sempat beradu pandang dengan Pras , bahkan si bibir indah sudah mau buka mulut, mau blak-2an tapi dibatalkan. Ia memilih mengarahkan sorot matanya ke bawah. Tak mau beradu pandang lagi. Topi rusia juga mengalihkan pandangannya dan agak menggigit bibir. Pras merasa tak enak hati juga karena menyebabkan kedua tamunya seperti merasa sedih.
Suka baca ga kalian ? tanya Pras memecah kekakuan suasana.
Tidak ? buat apa ?
Masak? Ga suka baca koran ?
Paling-paling stensilan, kalau masih ada yang nyimpen,.....keduanya cekiki-an.
Stensilan adalah buku kecil dan tipis yag berisi penggambaran atau deskripsi adegan seks antar lawan jenis secara vulgar dan detil, tanpa gambar dan diketik dengan mesin ketik dan diperbanyak dengan mesin cetak manual disebut stensil.
Tidak apa-2, yang penting baca, ujar Pras. Tidak apa-2 ? tanya mereka bareng. Ya, terus saja baca. Lama-lama nanti kan bosan baca begituan. Kalo sudah bosan, biasanya cari bacaan lain.
Mas, masih pingin tahu kesulitan kami ketika bekerja? Tanya topi rusia.
Sebenarnya malas Pras terus ngobrol tapi tak tega untuk menghentikannya. Pras mengangguk.
Kesulitan muncul bila menghadapi pelanggan, kata bibir indah si rambut pendek
Mengapa ia memakai kata menghadapi dan bukan melayani ? batin Pras. Menghadapi bagaimana? Kok istilahnya seperti mau gelut saja.
Ya memang begitulah, papar si manis rambut pendek. Kami tidak tahu apakah akan meraih kemenangan atau sebaliknya.
Menang kalau kami senang, dan seballiknya, Topi rusia menimpali. Apapun hasilnya, menang atau kalah, suka atau tidak suka, kami tetap babak belur.
Bedanya dengan petinju, tambah bibir indah, kami tidak bisa memilih lawan kami.
Kadang kami dapat lawan yang sulit juga. Seperti sekarang, kata topi rusia.
Tiba-2 Pras merasa pahanya ditimpa sesuatu, telapak kaki salah satu bidadari itu. Bukan itu saja, kaki tadi terus bergerak kemana-mana yang membuat emosi Pras mulai spaneng. Wah anak ini nakal, batin Pras. Tanpa mengalihkan pandangannya dari bidadari itu, Pras memegang telapk kaki dan diturunkannya secara pelahan.
Mas, mau bantu kami ? todong topi rusia.
Waduh, sori sekali ya ....aku lagi banyak perkerjaan, kata Pras seraya berdiri. Dua bidadari itu tertegun dengan sikap Pras yang menjawab penolakan sambil berdiri. Pras tahu mereka paham maksudnya, mereka hendak ikut berdiri.
Habisin dulu, tehnya....di luar masih panas, biar ga cepet haus, kata Pras.
Dua biadadari menatap Pras. Mungkin karena melihat sinara mata Pras menunjukkanketulusan, maka keduanya minum sampai habis lalu pamit. Pras mengantarkan tamu sampai pintu pagar dan melambaikan tangan ketika tamunya berbalik untuk melihat Pras dan kemudian balas melambaikan tanganya.
Siapa Pras cewek itu ? kok kelihatan hot banget ? temanmu kah, atau sesungguhnya kamu ada acara khusus denga mereka? Trus, sesungguhnya mau ngapain sih mereka kemari ?
Begitulah pertanyaan beruntun yang dicecar teman-2nya begitu Pras masuk rumah.
Mereka teman Toni dan ke sini pingin bertemu Toni. Pras menjelaskan. Apapun yang kalian kira siapa mereka, apa pekerjaan mereka, itu setelah kalian amati penampilan dan dandanan mereka. Padahal kalian sendiri tahu yang kalian lihat itu kan sekedar bungkusnya tok, kemasannya doang.
Ya, tapi kan biasanya kemasan menunjukkan isi. Beras dikemas dalam karung. Makanan dibungkus dengan daun pisang, ....
Oke, kalau benar dugaan kalian, terus kenapa ?
Ya ga apa-2, pengin tahu apa apa tujuan mereka sebenarnya. Ga mungkinlah mereka berdua kesini tanpa tujuan. Ga mungkin pula mereka cari Toni untuk nagih utang, kalu cari kamu Pras, mau nagih utang, wajarlah. Potonganmu selalu memelas ngono.....ha....ha...ha...
Oke hoke...sekarang menurut dugaan kalian mereka ke mari mau ngapain.
Hibur kalian berdualah. Kamu ada, Faisal ada di kamarnya. Aku sempat ngobrol sebentar sama dia. Kamu aja yang ga tanggap, atau gara-2 ada kami di sini ?
Bisa jadi dugaanmu benar. Dan aku tak tanggap. Mungkin benar, tapi yang jelas, saat ini atau hari ini dan mungkin beberapa hari ke depan, seks bukan prioritas bagiku. Mungkin juga Faisal karena aku tahu pikirannya lagi fokus pada ujian pendadaran minggu depan. Pengujinya dari ITB.
Berarti kamu sesungguhnya mau kan,...kalau tidak ada siapa-2 di sini ?
Hm, pernahkah aku sumbar anti cewek ini-itu, anti cewek nakal. Dan satu hal yang aku tangkap dari pertemuan tadi, mereka telah memilih jalannya sendiri meski aku berusaha memperlakukan mereka sebagai teman, dan karena sebagai teman, mereka boleh datang ke sini kapan saja. Dengan syarat tetap sebagai teman, dan memperhatikan etika sebagai teman, tapi mereka ternyata kukuh pada misinya, dan itu berarti mereka telah mantap dengan pilihan jalan hidupnya.
Tapi kamu pernah dekatin cewek nakal juga kan Pras ?
Iya kalau yang kamu maskud score girl , perempuan di rumah bilyard. Ya memang. Tapi kan ga sampai final. Ga semua score girl mudah dirayu. Memang biasanya mereka mudah takluk oleh mahasiswa. Tapi score girl yang kudekati itu mungkin sadar dan emoh dirinya dijadikan bunga di tepi jalan yang bebas dihisap madunya oleh tawon. Hidupnya memang sulit tapi ia masih teguh dengan prinsip hidupnya. Aku kira siapapun tak akan nyesel kawin sama dia.
Lalu kenapa kowe enggak mau sama dia ?
Ya kan aku perlu menguji diriku sendiri. Benarkah aku akan mantap dengan score girl itu. ayolah dewasa dikit. Dia paling cantik di antara semua score girl di rumah bilyar itu. padahal kalian semua tahu kan dunia tak sedaun kelor. Di luar sana banyak wanita cantik antri menunggu kita.
Pras memanggil temanya yang sering bareng kemana-mana. Man, ingat ga, kamu dan aku pernah berpapasan dengan Nina Quinita, anak fiisafat, ketika kita jalan ke gedung pusat dan dia menyempatkan diri mendatangiku hanya untuk say hai ?
O, yang mirip bintang sinetron itu, kata Loman. Iya, manis banget tuh anak.
Bagaimana umpama Nina baru sadar kalau aku naksir padanya. Lalu nanti malam mencariku untuk memberiku sinyal membalas cintaku ?
Pras, Pras, sergah temannya yang lain. Kapan sih kamu bangun dari mimpimu ? Bangun, bangun. Jangan mimpi melulu.





Tidak ada komentar:

Posting Komentar