Minggu siang itu
temen-2 Prasaja memenuhi janjinya untuk merampungkan tugas makalah
kelompok. Sejak jam 10 mereka sudah membuat kapal pecah di kamar
Pras. Mereka bekeja sama menjalankan perannya sesuai kesepakatan,
mengisi bab demi bab. Semuanya laki-2.
Jam 11 pintu diketuk,
karena Pras yg buat outline ia nganggur sampai mereka rampung, maka
dialah yang menyambut tamu. Terpana Pras melihat siapa tamunya. Dua
bidadari kesiangan tersenyum manis begitu Pras muncul. Usia mereka
sebaya dgn Pras. 20-an. Mereka gadis kinyis-2. Yang membedakan mereka
dengan teman-2 kampus adalah dandanan mereka. Bedak sampai gincu
semuanya tebal. Salah satu pakai yukensi hitam tapi tersembunyi di
balik jaket putih. Rambut lurud, paendek dan hitam. Bibir agak tebal
dan indah. Satunya mirip manakin eropa. Rambutnya pirang tetapi
tesembunyi dalam topi ruisa utih yang tebal, seperti terbuat dari
kulit biri-biri. Keduanya pakai jin tapi tetap kelihatan norak.
Setidaknya di mata Pras. Ini membuat Pras berprasangka negatif.
Toni lagi pergi, mbak.
Aku tidak tahu kemana dan sampai kapan kembalinya. Jawaban Pras yang
menyebakan mereka saling pandang dan tersenyum kecewa.
Boleh kami nunggu mas
?
Tanpa ragu-2 Pras
menjawab boleh dan langsung mempersilakan mereka masuk. Ia sadar
berhadapan dengan perempuan yang bisa jadi berprofesi khusus –
kalau menilik penampilan mereka—bisa riskan. Tapi kenyataannya
siang itu mereka kan tidak sedang menunjukkan gelagat mau menjalankan
profesi mereka. Lagi pula rasanya tak pantas membiarkan mereka
nunggu Toni di teras karena satu-2nya tempat duduk adalah tembok
pendek di teras yang sempit-- cuma satu bata lebarnya. Lagi pula
sinar matahari yang cukup terik menguasai seluruh teras. Meski begitu
Pras menyempatkan diri melirik sekeliling situasi di luar rumah.
Sepi.
Bagaimanapun Pras
berharap tak ada warga yang tahu atau melihat dirinya “memasukkan”
tamu cewek norak. Belakangan Pras baru tahu kalau sesungguhnya warga
mengamati rumah ini setelah ia dekat dengan Tika Wulandari, tetangga
seberang rumah. Aku tahu banyak permpuan sliweran d rumah mas, kata
Wulan ketika Pras main ke rumahnya. Tapi bukan aku,...bukan tamuku
lho, buru -2 Pras pasang tameng untuk mengamankan citra dirinya. Ya,
kami tahu, jawab Wulan. Orang-2 juga tahu siapa di antara teman-2 mas
yang suka bawa cewek. Tapi karena sejauh ini tak sampai bikin ribut
ya warga diam saja.
Aku tahu mas suka ke
warung depan (toko sembako), nemuin Isye, anak Malaysia itu, atau
Yati, anak Ngadirojo itu, kata Wulan sambil tersenyum nakal. Gila, ni
cewek kayak FBI aja. Semua langkahku dipantau. Tapi datanya keliru
lagi. Isye itu bukan asal Malaysia. Suami mbakyunya Isye , orang
Malaysia yg lagi tugas belajar. Namanya bukan Isye lagi tapi Aisyiah,
anak sosiologi, batin Pras. Ia sekampus dengan Pras, beda fak. Tapi
soal Yati itu memang benar. Pernah ia ke toko dan Mbakyunya Aisyiah
yang jaga dan bertanya, cari Yati ya ? jangkrik, umpat Pras dalam
hati.
Jangan heran kalau aku
sampai tahu semuanya, mas, kata Wulan. Sini lingkungan kecil mas,
tuturnya. Hanya mas yang kontrak rumah, lainnya. Pegawai PJKA. Sudah
berkeluarga. Pemuda disini bisa dihitung dnegan jari. Adikku laki
dua, di toko sana dua juga, sebelahnya mas Sentot. Gak ada lagi,
sisanya pensiunan dan pegawai negri senior. Jadi Mas Primadona di
sini, katanya.
Sejak awal Pras sudah
merasa bahwa ia tinggal di lingkungan yang lebih kecil wilayahnya
dan tidak selonggar rumah kontrakan sebelumnya. Ketertiban,
kebersihan serta ke asrian RT sini memang patut diacungin jempol. RT
kami pernah meraih perngharga RT terbaik lho mas, kata Pak RT ketika
Pras mengunjunginya untuk lapor diri sebagai warga baru.
Rumah yang dikontrak
Pras bersama dua temannya itu tanggung bangunannya. Dari luar
kelihatan mentereng. Sebuah rumah berdinding bata (bukan batako) yang
cukup bagus.Tapi kalau masuk ke dalam dan diamati, cuma satu kamar
yang berdinidng bata. Tak sampai 3 meter ke belakang. Selebihnya
gedek alias anyaman bambu. Lantainya plester. Meski semua dinding
dari kaso dan gedek tapi rapih, setidaknya kokoh. Cuma memang catnya
mulai mengelupas – kalau dibersihkan pakai sapu serpihan-2nya
rontok. Kamar Pras di tengah dari 4 kamar dan paling luas tapi
gedeknya mulai kumuh dimakan usia. Pras ga kurang akal. Dibelinya
plastik tipis warna merah muda dan abu-2 mendekati ungu buat
dekorasi. Dinding sebelah kanan warna pink. Sebelah kiri ungu-abu-2.
Sedang dinding yg ada pintu dan cendela, dibiarkan saja karena masih
rapih. Oh, dinding sekeliling rumah, separuh bata separuh gedek.
Termasuk yang ada cendelanya.
Dua bidadari itu
digiring Pras ke ruang tengah, depan kamarnya karena ruang tamu tidak
nyaman. Kursinya lilitan tali plastik dengan kerangka besi. Di ruang
tengah juga terbatas perabotannya. Cuma ada tiga kursi dan satu meja
kecil. Semunya model mebel standar untuk rapat kelurahan atau
pertemuan di gedung sederhana. Pras pilih di ruang tengah agar dekat
dengan teman-2nya yang sedang menggarap makalah sehingga kalo mereka
butuh dia, bisa segera menanggapi.
Tanpa cangung Pras
seduh 3 cangkir teh manis hangat. Mereka kagum mungkin. Kok baik
banget jejaka ini, mau repot bikin suguhan, pikir mereka. Mereka
belum tau bahwa kebiasaan Pras selalu menyuguhkan teh manis hangat
kepada tamunya. Siapa saja.
Kok enggak minggon
(pergi rekreasi di hari minggu), mas. Kata si hitam manis.
Kebetulan lagi banyak
tugas, kata Pras.
Lalu merekapun ngobrol
ngalor-ngidul ke-mana2. Pras malas untuk mengarahkan pada satu topik
pembicaraan. ia lebih banyak nge-gongi aja tapi lama-2 bosan juga.
Sementara satu demi satu teman Pras keluar, hendak ke ruangan
belakang. Mau ngapain mereka pikir Pras. Kalau ke kamar mandi kok ga
terdengar suara gemercik air. Atau ke dapur ? ngapain, ga ada makanan
apapun. Masak mau ke dua kamar yang bukan kamar mereka? Pras menebak
tujuan mereka adalah menginitp tamu-istimewa itu.
Mas, mahasiswa itu
sombong ya, celetuk bidadari rambutnya pendek.
Kok bisa begitu
kesimpulannmu? Tanya Pras.
Iya, masak ga ada yang
mampir satupun ke sini, keluar masuk kamar, plerak-plirik.
Mati aku, pikir Pras.
Ah, salah kamu. Mereka tidak sombong. Mereka banyak tugas sehingga
mereka ga sempat apapun. Kepikiran tugasnya.
Jadi mahasiswa sulit
ya mas? Harus pinter dulu ya ? kata bidadari topi rusia.
Sulit ? embuh
ya....tapi menurutku biasa saja.
Ya, karena mas pinter
orangnya, biadadri satunya menimpali. Sedang kami itu apa?
Gini lho, semua
peker...semua apapun punya kesulitan. Tentu situ pernah menghadapi
kesulitan ketika bekerja misalnya ?
Keduanya terdiam.
Sebelum beberapa detik kemudia si topi rusia buka suara. Memang mas
pingin tahu pekerjaan kami ?
Giliran Pras terdiam
dan terhenyak kayak pecatur amatir kena skak. Kedua biadadari
menatap, menunggu jawaban Pras.
Enggak, jawab Pras
datar.
Kenopo enggak mau tahu
pekerjaan kami, kejar si manis bibir sensual.
Ya karena kalian
sendiri yang segan mengutarakan, kata Pras tajam seraya menatap
keduanya.
Kedua bidadari sempat
beradu pandang dengan Pras , bahkan si bibir indah sudah mau buka
mulut, mau blak-2an tapi dibatalkan. Ia memilih mengarahkan sorot
matanya ke bawah. Tak mau beradu pandang lagi. Topi rusia juga
mengalihkan pandangannya dan agak menggigit bibir. Pras merasa tak
enak hati juga karena menyebabkan kedua tamunya seperti merasa sedih.
Suka baca ga kalian ?
tanya Pras memecah kekakuan suasana.
Tidak ? buat apa ?
Masak? Ga suka baca
koran ?
Paling-paling
stensilan, kalau masih ada yang nyimpen,.....keduanya cekiki-an.
Stensilan adalah buku
kecil dan tipis yag berisi penggambaran atau deskripsi adegan seks
antar lawan jenis secara vulgar dan detil, tanpa gambar dan diketik
dengan mesin ketik dan diperbanyak dengan mesin cetak manual disebut
stensil.
Tidak apa-2, yang
penting baca, ujar Pras. Tidak apa-2 ? tanya mereka bareng. Ya, terus
saja baca. Lama-lama nanti kan bosan baca begituan. Kalo sudah bosan,
biasanya cari bacaan lain.
Mas, masih pingin tahu
kesulitan kami ketika bekerja? Tanya topi rusia.
Sebenarnya malas Pras
terus ngobrol tapi tak tega untuk menghentikannya. Pras mengangguk.
Kesulitan muncul bila
menghadapi pelanggan, kata bibir indah si rambut pendek
Mengapa ia memakai
kata menghadapi dan bukan melayani ? batin Pras. Menghadapi
bagaimana? Kok istilahnya seperti mau gelut saja.
Ya memang begitulah,
papar si manis rambut pendek. Kami tidak tahu apakah akan meraih
kemenangan atau sebaliknya.
Menang kalau kami
senang, dan seballiknya, Topi rusia menimpali. Apapun hasilnya,
menang atau kalah, suka atau tidak suka, kami tetap babak belur.
Bedanya dengan
petinju, tambah bibir indah, kami tidak bisa memilih lawan kami.
Kadang kami dapat
lawan yang sulit juga. Seperti sekarang, kata topi rusia.
Tiba-2 Pras merasa
pahanya ditimpa sesuatu, telapak kaki salah satu bidadari itu. Bukan
itu saja, kaki tadi terus bergerak kemana-mana yang membuat emosi
Pras mulai spaneng. Wah anak ini nakal, batin Pras. Tanpa mengalihkan
pandangannya dari bidadari itu, Pras memegang telapk kaki dan
diturunkannya secara pelahan.
Mas, mau bantu kami ?
todong topi rusia.
Waduh, sori sekali ya
....aku lagi banyak perkerjaan, kata Pras seraya berdiri. Dua
bidadari itu tertegun dengan sikap Pras yang menjawab penolakan
sambil berdiri. Pras tahu mereka paham maksudnya, mereka hendak ikut
berdiri.
Habisin dulu,
tehnya....di luar masih panas, biar ga cepet haus, kata Pras.
Dua biadadari menatap
Pras. Mungkin karena melihat sinara mata Pras menunjukkanketulusan,
maka keduanya minum sampai habis lalu pamit. Pras mengantarkan tamu
sampai pintu pagar dan melambaikan tangan ketika tamunya berbalik
untuk melihat Pras dan kemudian balas melambaikan tanganya.
Siapa Pras cewek itu ?
kok kelihatan hot banget ? temanmu kah, atau sesungguhnya kamu ada
acara khusus denga mereka? Trus, sesungguhnya mau ngapain sih
mereka kemari ?
Begitulah pertanyaan
beruntun yang dicecar teman-2nya begitu Pras masuk rumah.
Mereka teman Toni dan
ke sini pingin bertemu Toni. Pras menjelaskan. Apapun yang kalian
kira siapa mereka, apa pekerjaan mereka, itu setelah kalian amati
penampilan dan dandanan mereka. Padahal kalian sendiri tahu yang
kalian lihat itu kan sekedar bungkusnya tok, kemasannya doang.
Ya, tapi kan biasanya
kemasan menunjukkan isi. Beras dikemas dalam karung. Makanan
dibungkus dengan daun pisang, ....
Oke, kalau benar
dugaan kalian, terus kenapa ?
Ya ga apa-2, pengin
tahu apa apa tujuan mereka sebenarnya. Ga mungkinlah mereka berdua
kesini tanpa tujuan. Ga mungkin pula mereka cari Toni untuk nagih
utang, kalu cari kamu Pras, mau nagih utang, wajarlah. Potonganmu
selalu memelas ngono.....ha....ha...ha...
Oke hoke...sekarang
menurut dugaan kalian mereka ke mari mau ngapain.
Hibur kalian
berdualah. Kamu ada, Faisal ada di kamarnya. Aku sempat ngobrol
sebentar sama dia. Kamu aja yang ga tanggap, atau gara-2 ada kami di
sini ?
Bisa jadi dugaanmu
benar. Dan aku tak tanggap. Mungkin benar, tapi yang jelas, saat ini
atau hari ini dan mungkin beberapa hari ke depan, seks bukan
prioritas bagiku. Mungkin juga Faisal karena aku tahu pikirannya lagi
fokus pada ujian pendadaran minggu depan. Pengujinya dari ITB.
Berarti kamu
sesungguhnya mau kan,...kalau tidak ada siapa-2 di sini ?
Hm, pernahkah aku
sumbar anti cewek ini-itu, anti cewek nakal. Dan satu hal yang aku
tangkap dari pertemuan tadi, mereka telah memilih jalannya sendiri
meski aku berusaha memperlakukan mereka sebagai teman, dan karena
sebagai teman, mereka boleh datang ke sini kapan saja. Dengan syarat
tetap sebagai teman, dan memperhatikan etika sebagai teman, tapi
mereka ternyata kukuh pada misinya, dan itu berarti mereka telah
mantap dengan pilihan jalan hidupnya.
Tapi kamu pernah
dekatin cewek nakal juga kan Pras ?
Iya kalau yang kamu
maskud score girl , perempuan di rumah bilyard. Ya memang. Tapi kan
ga sampai final. Ga semua score girl mudah dirayu. Memang biasanya
mereka mudah takluk oleh mahasiswa. Tapi score girl yang kudekati itu
mungkin sadar dan emoh dirinya dijadikan bunga di tepi jalan yang
bebas dihisap madunya oleh tawon. Hidupnya memang sulit tapi ia masih
teguh dengan prinsip hidupnya. Aku kira siapapun tak akan nyesel
kawin sama dia.
Lalu kenapa kowe
enggak mau sama dia ?
Ya kan aku perlu
menguji diriku sendiri. Benarkah aku akan mantap dengan score girl
itu. ayolah dewasa dikit. Dia paling cantik di antara semua score
girl di rumah bilyar itu. padahal kalian semua tahu kan dunia tak
sedaun kelor. Di luar sana banyak wanita cantik antri menunggu kita.
Pras memanggil
temanya yang sering bareng kemana-mana. Man, ingat ga, kamu dan aku
pernah berpapasan dengan Nina Quinita, anak fiisafat, ketika kita
jalan ke gedung pusat dan dia menyempatkan diri mendatangiku hanya
untuk say hai ?
O, yang mirip bintang
sinetron itu, kata Loman. Iya, manis banget tuh anak.
Bagaimana umpama Nina
baru sadar kalau aku naksir padanya. Lalu nanti malam mencariku untuk
memberiku sinyal membalas cintaku ?
Pras, Pras, sergah
temannya yang lain. Kapan sih kamu bangun dari mimpimu ? Bangun,
bangun. Jangan mimpi melulu.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar