Senin, 14 Januari 2013
SURAT PHK DARIKU UNTUK ULUPI TERSAYANG (bagian-1)
Cantiik, harum, dan mempesona. Itulah Upi. Sesuai namanya Ulupi (mempesona) Widati (harum hatinya). Entah mengapa saat pertama kali melihat Upi , di mataku biasa-biasa saja. Sampai mbak Mimin, temen mbakku, nyenggol aku sembari berbisik agak keras, “ Cantik ga, Yo.” Memang aku ga konsen. Maklum lagi nonton TV minggu siang. Supaya suasana enak, mengingat mbak Mimin bukan saja kakak kandung Upi melainnkan juga yang ngontrak rumah ini bersama mbakyuku, aku tersenyum sambil melirik Upi. Dari kejauhan. Ya, mungkin lantaran jauh, pancaran pesona itu ga sampai ke diriku. Namun aku akui sekilas Upi adalah gadis menarik. Apalagi kulitnya putih, dan itu poin . Pesona itu baru terpancar bila menikmatinya dari dekat, dekat sekali. Yaitu saat dia merias diri di depan cermin dan aku berada di dekatnya, dekat beneran. Cuma sekilan ! lho kok bisa ? Begini kisahnya.
Gara2 provokasi mbak Mimin , aku tergoda untuk menggoda cewek Ikip negeri itu. Sebetulnya aku jarang ke kontrakan mbakyuku di Jl Gajayan masuk gang itu. Memang kalo hari minggu kerap tak ada pilihan lain selain ke sana. Kebanyakan temen gaulku punya acara sendiri – minggon istilah orang sana. Ya beginilah nasib bujangan, sering berkelana seorang diri.
Mbak Mimin sering bikin aku gregetan. Mbak Mimin itu macan lho. Maksutnya, disamping galak, ia juga MAnis – CANtik. Keelokan wajahnya khas, mirip aktris kelahiran Kanada, Kristin Kreuk. (terkenal sbg Lana Lang, cewek idaman Clark Kent alias Superboy dalam serial fil TV Smallville, prod WB). Kritin putri dari Peter Kreuk yang keturunan Jerman dan Deana Che, etnis Tionghoa yang lahir di Indonesia. mBak Mimin kalo nggoda aku nyrempet- nyrempet bahaya. Sering dia ngejek aku. “Ah, kowe iku cah lanang jirih. Takut sama cewek kan? ‘ Yo enggaklah mbak, bantahku. “Ayo taruhan, kowe pasti ga berani sun aku….!” Aku tetegun dibuatnya. Di rumah siang itu cuma aku sama mbak Mimin tok. Mbakku kuliah di Fak Hukum Atmajaya . Aku Cuma bisa misuh “Jangkrik “. Bukan aku ga berani sun mbak Mimin karena pacarnya Iwan Gunawan , anak Tambang UPN yg gayanya di-sangar-sangarkan.
Tapi memang bener aku takut kepergok. Bukan sama orang kampung sekitar melainkan sama …..cewek idamanku. Anak Sadar (IKIP Sanata Dharma) bernama Nina. Mungkin ini alasan mengada-ada. Nina kos dekat Selokan sana, mana mungkin blusukan sampai Gejayan masuk agak jauh, belak-belok pula. Ga tahulah. Pikiranku waktu itu adalah ingin menunjukkan aku sudah setia, walau aku belum mengutarakan cintaku padanya. Sama sekali. Nina itu ditaksir temen mainlku dan aku pernah diajak ke rumah Nina, dan aku dibuat GR . Kok Nina saat bicara kerap ditujukan kepada diriku daripada temenku. Nina tiap hari lewat jalan selokan dan aku kos dekat jl Selokan. Pernah aku berpapasan sama Nina di Selokan. Aku naik vespa super menuju kampus Bulak, dia juga naik Honda Astrea menuju kampusnya. Kami sama-sama berhenti . Dia dulu yg negur – Nina memang grapyak orangnya. “Sampean itu kemana saja to Mas, tiap kali aku lewat sampean ga pernah ada.” (batinku, ya jelas ga mungkinlah aku nongkrong berdiri di pinggir selokan nungguin kamu). Seneng sekali aku digoda seperti itu.
Mbak Mimin pernah nodong aku, mempromosikan adiknya. Kamu naksir ga? Sudahlah, pacafin dia, sahutnya memprovokasi. Kami dari keluarga baik-baik, katanya. Tahu kan kami empat saudara kuliah semua. Adikku perempuan kuliah di Arsitek UNS. Adikku laki-laki, masnya Upi, di AKABRI. Kamu mau cari perempuan kayak apalagi? Kalo kamu malu, takut, biar aku comblangnya.
Bagaimana aku ga gemes sama mbak Mimin. Dia pernah curi ngesun aku. Aku yang kelabakan. Aku salah tingkah . jengah. Selama ini aku selalu menghormati siapa saja yang lebih tua, apalagi wanita. Bukannya aku tidak suka wanita yang lebih tua…. Entahlah aku lupa episode ini setelah kejadian itu . Kayaknya saat itu kesibukanku lumayan di kampus. Banyak tugas kelompok bikin makalah. Temen “gang” kampus bentuk study club sederhana , sekedar melancarkan conversations saja.
Suatu hari yang kelabu aku dengar kabar dari Jacki Su, kalau Nina sudah pacaran. Pacare duwur gagah pitekso koyo kowe, wah yen tarung betapa serunya ya…Hus, aku bentak. Apakah gara-gara aku kalah cepat mengutarakan cintaku ? Kamu kalah mblubut, kata Jacki. Cah kuwi rajin antar jemput si Lili Caratti-mu. Olok Jacki, sahabatku. Menurutku pernyataan cinta bukalah racing, balapan. Ada proses yang mempertemukan aku dan Nina, dan proses itu tidak atau belum terjadi pada diriku.
Entah beberapa lama aku tidak ke rumah kontrakan mbakyuku. Mungkin lantaran sumpek pikiranku, aku ke rumah kontrakan mbakyuku. Seperti biasa, mbak Mimin dengan nel-nelan meyambutku. Tak tanggung-tanggung. Aku dipelukanya lalu cipiki cipika segala. Sebel juga aku sebetulnya. “Aduh, adikku tersayang sudah kembali ke rumah…sini..sini duduk sama embak…” Coba,…ugh !
Setelah ba-bi-bu ngobrol kayak bakul di pasar ikan, akhirnya aku baru sadar. Rumah ini sepi. Kok cuma mbakyu sama mbak Mimin tok, …lha satunya mana. Aku lirak-lirik. “Kamu cari Upi ya….” Tebak mbak Mimin. Enggak,…laopo? Sanggahku, meski sesungguhnya berlawanan dengan hati nuraniku. Aku ke sana mau hiburan, dan memang , jujur saja, yang biasa menghiburku ya si Upi itu. Tiap kali aku main ke sana dan entah di sengaja atau tidak, dua mbakku itu selalu ada saja alasan untuk pergi , meninggalakn kami dua-duan. Biasanya kami berdua ngobrol dulu, lalu Upi nawarin kopi atau te manis, lalu muncullah minuman hangat beser ta kletik-an. Lalu kami ngobrol ke sana kemari sampai kehabisan tema, lalu aku ajak main scrabel. Dan dia selalu kalah , apalagi kadang aku curang. Upi ngambek pura-pura atau beneran, yang jelas aku senang. Eh, dia kalau ngambek tampak manisnya lho. Atau kami main catur. Upi lumayan juga tapi selalu kalah. Lama-lama kupikir anak ini ga pernah menolak ajakanku. Meski mungkin dia kurang menikmati game –nya. Kupikir, Upi ingin selalu menyenangkan diriku. Dari roman mukanya terpantul keceriaan tanda ia suka melihat aku tertawa Ah, andai saja hatiku tak diisi oleh Nina mungkin dari kemarin-kemarin aku pacarin kamu, Upi.
“Upi udah lulus, dia pulang kemarin. Kamu dinanti-nanti ga kunjung datang,…biasanya jedal jedul”, kata mbakyuku. Seperti biasa, mbak Mimin nyamber kayak bensin jumpa api. dengan gaya serius mbak Mimin mendekati aku untuk berbisik seolah-olah hendak memberitahukan hal penting dan rahasia. Mbakku sendiri biasa saja, malah ia menyingkir untuk membuatkan aku t e h manis panas.
“Dengerin Yo, adiikku yang kuliah di Solo entar sore mau mampir sini. Dia mau pulkam. Kowe bikin surat ya buat Upi.” Aku mengrenyit alis, kurang setuju. “Ga usah panjang-panjang, singkat wae…..eng misal ya…kamu nulis…’aku rindu kamu…” Spontan aku mau protes. “Oke..oke…begini.…Upi, sejak kamu pulang , rumah kontrakan terasa sepi banget….kapan kamu ke sini. Aku tunggu ya…..salam.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar