Minggu, 21 Juli 2013

GODAAN CUACA PANAS

Boleh dibilang ini toserba (toko serba ada) terbesar di pinggiran ibukota. Toserba dibangun beberapa bulan lalu di lokasi dekat area perumahan mewah. Posisinya lebih dekat perumahan mewah daripada rumah perkampungan. Nyaris semua barang kebutuhan terpajang rapi di toko dua lantai itu – kecuali pakaian modis. Sembako, sabun-2, susu-2, barang pecah belah, sayur buah, mi, soft drink hingga minuman beralkohol kadar rendah, rokok, hingga mainan anak-2 tersedia di sana.
Jam 12 Siang itu matahari sedang leluasa memancar tanpa terhalang mendung. Panasnya sampai ubun-2, tantangan indah bagi yang berpuasa. Toserba ramai tiap siang karena suasana di sana dingin karena AC-nya bagus. Orang-2 pengin belanka atau tidak, yang penting bisa ngadem sejenak. Tapi biasanya mereka akhirnya belanja juga, kendati barang-2 murah semisal mi instant, sabun.
Siang itu mereka kena batunya. ACnya mogok, ogah menghembuskan nafas dinginnya. Namun mereka ogah keluar karena masih berharap AC kembali berfungsi. Beberpa kali beberapa orang mengintip dari dalam keadaan di luar. Terang-benderang oleh lampu matahari. Pucuk pohon kecil pun tak bergoyang sama sekali, tanda sepi dari tiupan angin. Betapa panasnya, betapa gersangnya. Gerah. Pepohonan masih balita semua, tapi masih belum meranggas karena dirawat dengan benar oleh tooserba grup, beda dengan tanaman pinggir jaan di luar komplek. Kering. Meranggas dan merana. Tiada keteduhan sedikit. Mereka yang di dalam toserba rata-2 kaya. Biasa manja. Aleman. Mereka kuatir kalau kena sinar matahari terlalu panas seperti siang itu kulit mereka gosong yang bisa cepat kisut, keriput akibat kekeringan dan tak lama lagi akan mengelupas.
Roi Sugeng dan Cyntia Rahayu adalah kakak adik usia 8 dan 5 tahun . klas 2 SDN dan TK nol kecil. Seperti anak-2 di luar komplek pada umumnya. Fisik mereka kecil, tidak bongsor maupun tinggi. Seperti kebanyakan anak-2 di luar komplek, seragam mereka licin tanda setrikaan tapi seperti tidak pernah pakai deterjen mutakhir untuk mencucinya sehingga warnanya tidak kinclong.
Cyntia maksa Roi untuk mengantarnya ke toserba sebentar saja, mumpung waktu belajar abangnya selesai lebih awal. Biasanya jam satu, dimajuin selesainya jam 10.30 selama ramadhan. Cyntia sendiri selesai waktu belajarnya jam 9.30. Karena tak dijemput, Cyntia harus menunggu abangnya untuk pulang bareng. Jalan kaki, hampir 1 kilo. Selama dua jam lebih Cyntia menunggu abangnya di halaman sekolah. Kadang masih ada temannya tapi biasanya temen-2nya dijemput tepat waktu karena mereka ditungguin emaknya. Kalau toh terlambat jemput, paling lama setengah jam. Dua jam Cyntia dipaksa utuk kreatrif supaya tidak jenuh sendirian.
Ke toserba jauh dik pulangnya, kata Roy.
Ga apa-2 mas, sekali ini, kata sang adik.
Entar kalau dimarahi mama, ga tahu lho, kata Roy menakut-nakuti.
Ga bakal marahin. Mama kan sayang sama Cyntia, mas saja yang ga sayang, kilah sang adik. Roy tak bisa berkata apapun selain membayangkan pulang pasti dia yang akan gendong adiknya. Toserba ke rumahnya lumayan jauh, mana panas terik begini.


Roy setuju ke toserba tetapi aku pengin main kelerang sebentar sama teman, tungguin mau ga, pintanya kepada Cyntia. Ya udah tapi bagi minum dong Bang, kata sang adik. Ya kan belum waktunya minum dik. Entar dzuhur baru boleh, kata sang Roi meski bingung darimana dapat minum, bekal minum adiknya habis. Dia dia ia sendiri tak pegang uang. Lima ratus sekalipun untuk beli aqua gelas.
Pengunjung toserba yang di lantai dua pada ngomel dan terpaksa turun lantaran gerah. Menejer toserba sudah menyiapkan 2 kipas di lamyai 2 dan 3 kipas angin di lantai satu. Mbak Ning protes serius kepada menejer. Jika tak disediakan kipas angin di mejanya lebih baik pulang ancamnya. Begitu kipas angin ditaruh di meja kasir yang tingginya sedada orang dewasa, barulah mbak Ning duduk diam tanpa gerutu di kasir dan orang-2 pun pada antri sambil menjinjing barang belanjaan.
Pengunjung paling cerewet adalah nyonya menor, yang tinggal dua blok dari toserba. Ia terkenal cerewet dan suka komplen. Baik di acara arisan bulanan maupun di organisasi wanita yang mengelola koperasi di perusahaan suaminya.
Dandanan wanita paruh baya yang gemuk ini selalu spektakuler. Modelnya eksotik dng motif kain yang warna warni. Entah meniru mode darimana, roknya merupakan rangkain kain berlapis-lapis. Orang heran bukan lantaran modelnya melainkan “apa enggak gerah”. Tetapi kaum pengkritik lupa bahwa wanita endel ini berasal dari spesies manusia kaya. Kemanapun tujuannya tentukan selalu didampingi mesin pendingin. Rumah dan mobil full AC. Tempat yang dituju tentu gedung yang berAC. Apes baginya siang itu. AC toserba mati sejak 5 menit lalu. Mana barang yang musti dibeli banyak dan ditungguin koperasi kantor suaminya.
Kini ia terjebak situasi tidak enak. Mau ganti toko lain sudah kelamaan di situ, bagaimana kata ibu-ibu pejabat nanti kalau mereka harus menunggu lebih lama lagi. Cuma gerutu yang bisa ia lakukan sekarang, Ia sudah capai teriak-2 kepada pegawai toserba agar segera “mendinginkan” rauangan. Bagaimana kek caranya, pakai wayer (kipas angin) kan bisa. Jangan bilang tidak ada ya, semua tahu kalian jualan wayer berbagai model. Pelanggan segini banyak apa kalian mau telantarkan semua ?
Nyonya menor sedang antri di depan kasir, menunggu mbak Ning selesai mentotal jumlah nilai barag yang dibelinya. Secara manual karena PC nya ikut ngadat gara-2 tak kuat panas. Kipas angin kecil di dalam PC tak mampu mendinginkan hardwarenya sehingga otomatis mati. Mengkalkulasi nilai barang yang begitu banyak secara manual dalam suasana gerah jelas menyebabkan mbak Ning mulai pusing. Mana nyonya menor masih saja ceriwis. Kipas angin duduk yang berada dekat dirinya tak banyak membantu. Awalnya kepas angin ia set menghadap ke arah dirinya. Namun berhubung nyonya menor protes mengapa wayernya tidak disetel kipasnya bergerak, bukan statis. Kan bukan samepan tok yang gerah sus, protesnya. Aku pelanggan setia lho mbak, tambahnya. Maka mode kipas angin disetel bergerak oleh mbak Ning, maka kepala kipas angin pun bergerak memutar sehingga arus angin ikut berkeliling naik-turun. Termasuk mengenai dada nyonya menor dan kepala Roy Sugeng. Karena masih kecil, tinggi Roi pas setinggi meja kasir.
Di dekat nyonya menor, Roi yang menjaga adiknya, Cyntia, yang berdiri di depan lemari kaca mainan anak-anak. Ia tengah menikmati apa yang diinginkannya sejak kemarin: melihat boneka puteri tidur yang memang indah. Roi Sugeng yang berdiri di antara nyonya menor dan Cyntia hanya mengawasi adiknya saja. Karena antrian di kasir panjang dan banyak pengunjung masih saja ngedumel, Roy tak konsen mengamati adiknya, sekali- kali ia tengok ke arah orang yag berteriak kesal karena urusan nyonya menor tak kunjung kelar.
Sabar mas, sebentar lagi kelar kok,tinggal bayar. sahut mbak Ning.
Nyonya menor mengambil segepok uang yang telah disiapkannya. Pertama satu bundel pecahan 100 ribu, dan dipeganggnya dengan tangan kiri lalu tangan kanannya menarik selembar seratus ribu dan langsung ia taruh di atas meja kasir , yang segera ia timpa dengan satu bundel satu juta tadi.
Satu juta tujuh puluh delapan ribu, kata kasir Ning sambil menyodorkan slip rincian tulisan tangannya.
Yah, perkiraan saya benar kan, wong tadi sudah aku itung kok, kata nyonya menor dengan lagak endel. Nih mbak Ning satu juta, katanya sambil hendak menyerahkan seikat satu juta tadi, tapi ga jadi diserahkannya karena ia tak melihat selembar uangnya yang di bawah satu bendel, pecahan seratus ribu. Lhoh mana uangku ? serunya.
Tadi uang yang seratus ribu sudah mbak ambil ya ? Ning membantahnya.Tadi aku taruh di atas meja sini, di depanku mbaak !
Ya, tapi saya tidak mengambil uang Ibu.
Ini bulan puasa lho mbak, ga boleh bohong, kata nyonya menor.
Ning sewot. Sumpah demi Tuhan, saya tidak mengambilnya.
Lalu siapa yang mengambil uangku kalau gitu ? di sini cuma aku dan mbak, di depanku, siapa lagi ? Memang ada tuyul ?
Ibu jangan nuduh sembarangan gitu, tukas Ning dengan suara lebih keras. Menejer toko datang.
Nyonya menor juga bingung, ia pun tengak-tengok,....dan tiba-tiba sudut mata melihat Roi memegang selembar uang pecahan seratus ribu.
Nah, udah ketemu, udah ketemu malingnya yang ambil duit, seru nyonya menor.
Pernyataan nyonya menor jelas menarik perhatian orang-2. Mereka lebih memperhatikan dan lebih mendekat nyonya menor. Malingnya ketahuan, ya ini tuyul cilik ini, seru nyonya menor sambil menuding Roi yang tengah memegang uang seratus ribu.
Menejer ! bagaimana ini ? kok bisa tuyul bebas berkeliaran di toko besar yang berwibawa begini ?
Menejer toko masih muda, kurang dari 30-an. Ia bingung juga bagaimana bersikap. Ia menghampiri Roi. Bener adik yang ambil uang ? tanya menejer toko.
Roi diam saja selain memandang menejer, dengan tatapan minta dikasihani. Ia tidak menggeleng atau mengangguk.
Ngaku sajalah bocah ! kata nyonya menor, ini puasa lho. Tidak boleh bohong, apa lagi nyuri.
Pria yang antri di belakang nyonya menor menimpali. Kalo bukan kamu siapa lagi. Adikmu itu ? dia adikmu kan ?
Roi seketika menjawab. Bukan , bukan dia yang nyuri.
Orang-2 berkerumun menyaksikan “maling ketangkap”
Wanita muda menyahut, Lhah di dekat uang cuma empat orang. Kasir, ibu ini, kamu dan adikmu, kasir dan ibu ini tidak ambil adikmu kamu bilang bukan, berarti kamu dong yang ambil ??
Seorang ibu bermuka teduh iba melihat anak lelaki ini seperti dkeroyok. Rumahmu dimana dik ? Roi menengok sebentar lalu menunjuk ke arah tertentu. Kampung di atas sana? Roi mengangguk. Ibumu tahu kalau kamu dan adikmu pergi ke sini ? roi diam sebentar lalu memberi tanggapan tidak tegas. Semula mengangguk lalu geleng kepala. Kalian berdua ke sini diantar? Anya ibu itu. Roi menggeleng. Naik apa? Roi diam. Jalan kaki ? Roi mengangguk. Ibu itu cuma bisa menghela nafas panjang.
Satpam Kalabendana muncul setelah menyibak kerumunan. Perawakanya tinggi besar. Tetap gagah kendati usianya hampir enampuluhan. Melihat wajahnya, Pak Kala, tipe petugas yang tegas tapi penyabar. Ia hendak ambil alih situasi tapi orang-2 masih pingin memuntahkan uneg-2.
Jelas dia bohong, tandas nyonya menor. Mana mungkin ibunya mengijinkan anaknya ke tempat yang jauh. Kampung atas jauh dari sini. Panas-2 begini, bawa adiknya lagi. Jelas bohong.
Orang-2 riuh rendah menaggapinya.
Dengar bapak ibu, coba pikir, kata nyonya menor. Kalau toh anak ini tidak bohong, orang tua macam apa yang tega membiarkan anak-2 nya yang masih precil ini keliaran sampai sejauh ini.
Orang-2 mulai terpengaruh.
Perhatikan pakaian seragam mereka, khusunya si maling kecil ini, kata seseorag di belakang kerumunan. Pak Kala tak bisa mengenali orangnya karena terhalang pengunjung lainnya. Baju putihnya memang putih, seragam, kata orang itu. Tapi lihat, betapa kumuhnya anak ini. Sana-sini bercak kotor tanah. Rupanya ia habis main di kebon terus membersihkan tangannya dengan baju yang dipakai. Emang dia pakai bahan gombal apa ? (sebagian tertawa)
Maksud saya, tambah orang tadi, kekumuhan baju menunjukkan asal lingkungannya. Jelas dia hidup terbiasa serba kekurangn atau pas-2an. Jadi wajar kan kalau dia mencuri.
Seorang laki-2 bermuka kasar karena dibiarkan kumis dan jenggotnya tumbuh liar sehingg kesannya berangasan berseru. Akui saja tong, daripada nanti jadi tak karuan ? kamu ambilkan ??
Bibirnya bergetar. Demikian juga seluruh tubuhnya gemetar. Akhirnya ia mengangguk pasrah.
Orang-2 serentak bersuara, Naaa.... salah seorang celometan, serahkan polisi saja. Orang-2 sebagian berseru setuju.
Pak Kala tampil ke depan sambil mengangkat ke dua tangan, menyuruh orang-2 diam.
Sabar.sabar. sabar bapak ibu....sabar, imbau Pak Kala.
Sampean siapa sih ? celutuk laki-2 yang tak kelihatan tampangnya.
Kepala satpam MnB grup ini, yang membawahi segenap satpam di toserba-2 se – Jabodetabek, jawab pak Kala yang disambut teriakan melecehkan. Huuu....
Saya pensiunan polisi,......
Huuu..... , orang-2 menyorakin lagi.
Saya pensiunan tetapi masih aktif dan boleh menggunakan serana kepolisian untuk tujuan keamanan !
Huu.., dua tiga mulut masih celometan.
Saya masih dibekali ini, serunya tegas seraya mengancungkan pistol FN.
Dan ada pelurunya, bukan pistol kosong, tambahnya sambil mengeluarkan pelurunya, menunjukkan peluru kepada orang-2 lalu mengisinya kembali. Dan, diberi wewenang untuk menggunakannya, katanya datar,
Pengunjung bungkam.
Sekarang boleh saya bertanya....., kata Pak Kala lalu diam sebentar agar orang-2 lebih fokus pada dirinya. Hawa panas di dalam toserba kian tinggi, terutama di depan kasir. Karena orang-2 , hampir semua pengunjung toko, berkonsentrasi di situ. Gerah bertambah, oksigen berkurang karena dihisap orang-2. Entah mana yang lebih dulu dominan penyebabnya : gerah atau emosi. Gerah menyebabkan temperamen naik dan atau temperamen menyebabkan makin gerah?
Bapak ibu berasal dari mana ? ....dari komplek sini kan ? Betul ?
Banyak bapak ibu bekerja atau bisnis di perusahaan besar sehingga dengan gaji besar bisa beli rumah di sini. Untuk ke sana, jadi karyawan atau pengusaha besar, dibutuhkan keahlian yang tidak main-2 dan itu butuhkan pendidikan yang luar biasa. Artinya, bapak ibu berasal dari kalangan pendidikan. Betul ?
Sekarang coba tengok rumah-2 di kampung-2 sebelum masuk kompek ini, dimana bocah ini tinggal, apakah orangtua bocah ini sama atau setara dengan pendidikan bapak ibu ? di seberang sana banyak lingkungan yang kerap bapak ibu malas melihatnya karena apa istilah dari bapak tadi ?....kumuh ?
Poin bapak apa? Buruan pidatonya, gerah ini, seseorang celometan.
Baik, cuma sekedar mengingatkan kita semua. Saya mengimbau, bersikaplah sebagai orang yang berpendidikan, sesuai dari lingkungan mana bapak ibu berasal.
Maksut bapak apa ? tanya seorang ibu.
Taati asas praduga tak bersalah ! jangan gampang menghakimi seseorang
Hooo....
Lha wong sudah jelas kok Pak, sampean itu gimana c ? seru pengunjung di belakang.
Iya kalau sangkaan anda benar, kalo tidak ? apa kalian mau memberi ganti rugi kepada bocah ini karena kehormatan bocah ini telah kalian coreng. Mereka belum berhak mendapat perlakuan seperti itu karena masih anak-2 ?
Pengunjung diam.
Pak Kala melakukan penyidikan sederhana.
Ibu tahu, maksud saya, melihat sendiri bosah ini mengambil uang ibu ?
Lho dia memegang uang saya kok, itu jelas.
Jawab pertanyaan saya saja. Ibu melihat anak ini mengambil uang ?
Melihat sih tidak tap...
Ya sudah. Berarti ibu tidak melihat. Ibu melihat gerakan anak ini , anak ini bergerak misalnya
Kayaknyasih iya....
Ini ramadhan bu,...ibu puasa kan ? ibu melihat sendiri anak ini bergerak atau imajenasi ibu...
Emm anu sih....
Baik, ibu tidak melihat anak ini bergerak. Ning melihat anak ini mengambil uang.
Kasir Ning menggeleng kepala.
Kok bisa tak melihat, posisi kamu kan lebih tinggi. Jadi mudah untuk melihat.
Saya harus serius menghitung pak, ga sempat tengok kiri kanan.
Kala menghadap kerumun lalu bersuara lantang, Ada bapak atau ibu yang melihat anak ini mengambil uang di meja kasir ?
Sebagian menggeleng, sisanya diam.
Pak Kala menyuruh pegawai toko mengambil snack coklat paling enak, kemudian beralih kepada nonya menor untuk bertanya. Ibu menaruh uang dimana? Tanya kepala satpam menunjuk bagian atas meja kasir, Disini? Oh, agak di sini, dekat monitor ya?
Lalu Pak Kala memamerkan snack coklat kapada Roi. Kamu tahu ini apa ?
Coklat mede Pak.
Mau ?
Roi tersenyum untuk pertama kalinya. Puasa pak.
Maksudku buat nanti setelah bedug azan.
Roi mengangguk.
Kala meletakkan coklat di posisi sesuai yang dibenarkan nyonya menor dimana ia menaruh uangnya. Benar di sini ya bu, ibu menaruh uang seratus ribu itu ?
Nyonya menor mengangguk.
Cyntia menarik baju Roi. Aa, ayo pulang,....uda siang banget ini....aku lapar aa, keluh sang adik.
Sebentar adik manis, Bapak pinjam aa-mu bentar aja, bujuk Pak Kala.Cyntia lalu diam tapi masih menarik-narik baju Roi.
Pak Kala minta Roi mengambil coklat di atas meja kasir itu. Roi memandang Kala . Ia ragu-2 untuk mengambilnya. Tapi ia jinjit untuk memastika posisi coklat mede. Ambil, ambil saja Roi. ....Ga papa,,,ambil. Roi ragu-2. Ambil Roi,...kalo Roi bisa mengambilnya, coklat itu buat adikmu, Kan tadi dia blang lapar, ujar pak Kala.
Meski agak ragu-2 Roi maju melangkah, mendekati meja kasir. Ia coba meraihnya dengan tangan tapi tak sampai. Ia coba lagi menggapai-gapai tangannya agar menyentuh coklat. Ia sendiri tak bisa melihat coklat karena badannya kurang tinggi. Kurang dikit lagi.
Pak Kala mengambil coklat lalu menghadap ke arah orang-2 lalu berkata bahwa bocah ini tak bisa mengambil coklat karena ia kurang tinggi.
Tapi faktanya ia memegang uang itu pak, ujar seorang pengunjung.
Pak Kala garuk-2 kepala. Ia minta nyonya menor mengulang kejadian tadi, mulai dari awal ia menaruh semua uangnya. Pak Kala minta Roi berada di posisi saat ia pegang uang seratus ribu.
Pertama nyonya menor ambil segepok ikatan uang sejuta lalu dipegangnya dengan tangan kiri, lalu mengambil lagi selembar uang pecahan seratusribu dan diletatkannya di tempat seperti tadi. Selembar uang seratus ribu ia tindih dengan segepok uang sejuta. Nyonya menor diam sebentar lantas ia pungut segepok satu juta dulu untuk diberikan kepada kasir Ning. Seikat uang sejuta ia angkat dan angin wayer pas berhembus ke arah lokasi uang, maka terbanglah selembar uang pecahan seratusi itu tertiup oleh angin dari wayer.
Selembar uang pacahan seratus ribu itu melayang-layang lebih dulu sebelum jatuh di dekat kaki Cintya. Spontan ia pungut selembar uang itu lalu langsung ia berikan kepada abangnya, Roi. Roi menerimanya dan menengok ke arah Pak Kala.
Ooo, begitu kejadiannya, kata orang-2 serempak lalu geleng-2 kepala. Satu demi satu mereka meninggalkan tempat itu.
Nyonya menor jadi kikuk, merasa bersalah kapada anak ini. Ia membungkuk untuk menyalami Roi lalu nge sun pipinya, juga pipi Cyntya. Maaf ibu, ya nak, katanya sambil mengusap matanya dengan sapu tangan. Uang seratus ribu ia selipkan ke dalam genggaman Roi. Roi hanya bisa diam dan termangu.
Kerumunan bubar. Setan bisa menyelinap dan menyaru jadi panas dan merasuki siapapun.
Mengapa Roi tidak terus terang saja bahwa bukan kamu yang mengambil tetapi adikmua yang memungutnya ? tanya Pak Kala.
Roi sayang sama adik, aku tak mau adik kena marah orang-orang nanti....., katanya dan tak kuasa lagi ia menahan air matanya.

Pak Kala memeluknya. Sudah, sudah, anak laki-2 ga boleh menangis. Ayo bapak antar pulang.....

Bukan Sinetron -4

5 Mimpi Buruk


Bagaimana mas hantunya ? tanya Ika.
Ferry memang demen guyon kok.
Tapi guyon kok sampai nyingung orang lain. masak nggarang hantu selingkuh. Dia nyindir itu.
Emosi Pras yang mulai adem kini mulai naik.
Tak ada yang kebetulan, kalo toh dia nyindir, tentu sudah disetel yang Di Atas, agar omog begitu.
Emang siapa yang selingkuh, enak saja nuduh.
Mungkin kita semua.
Berarti aku juga? Mas juga dong ?
Entahlah, siapa tahu?
Lhoh , mas nuduh aku ?
Kamu masih hubungan sama Herman ?
Ika menunduk. Enggan menjawabnya. Keadaan ini sangat tidak baik bagi mental Pras yang rawan.
Kamu masih berhubungan sama Herman?
Iiya, tap...tapi sudah jarang.
Jadi kamu bergaul sama aku tapi juga berhubungan sama pacar lamamy yang sudah beristrii?
Iya tapi hubungan kami tidak seperti yang mas bayangkan. Kami....
Mengapa tidak kamu putus aja.
Ika diam.
Mengapa?
Ika diam.
Mengapa, Ika sayang ? kata sayang lebih ditekankan sehingga bagaimanapun membuat keder Ika.
Tidak semudah itu mas.
Jadi kamu belum putus hubunan setelah sekian lama kita ke sana-kemari..
Ika diam, menunduk,
Kamu anggap aku, ha ?
Ucapan Pras keras, seperti berteriak sampai Ferry mendengarnya memeski berada di dalam kamar sedang membaca. Pintu selalu terbuka. Buru-buru ia tutup buku dan mendekati kamar Pras.
Kamu anggap aku ban serep gitu ?
Bukan mas, enggak mas. Aku tak pernah anggap seperti itu, kata Ika terisak.
Kamu masih berpikir aku pura-pura ? Iya begitu ? !!
Tidak mas, tidak...., kali ini Ika menangis sedu sedan,
Ferry berpikir keadaan akan semakin gawat. Ia mau masuk tapi ragu-ragu.
Apakah aku masih tampak pura-pura he ?
Tidak mas... mas...tidak...
Lalu kamu anggap apa PENGORBANKU selama ini ha ?
Ika tidak faham, pengorbanan apa.
Pengorban besar, asal kamu tahu....pengorbanan ku besar tahu ?
Gubrak !! terdengar sesuatu di banting , Ika menjerit
Aku, kurang baik bagaiana ? apapun aku penuhi....kurang apa?
Gbrak ! Ika menjerit lagi.
Salahku dimana ?
Gubrak ! Ika menjeirt lagi.
Ferry membuka pintu.
Fer, jangan ikut-ikut.
Tidak, aku cuma mau menyelamatkan perempuan ini.
Biarkan Fer ! Jangan ikut-ikut.
Kamu boleh merusak barang-barang mu, tapi jangan menyakit orang !
Ferry menarik Ika keluar dari kamar. Pras mau mencegahnya, tapi segera dihalangi Fery untuk pasang badan. Ika didorong Ferry keluar.
Kamu menantangku, Fer.
Yang aku lawan bukan dirimua Pras, ingatlah. Sadar.
Pras melancar pukulan asal tapi bisa dielakkan Ferry.
Pras, dengarkan. Mungkin kamu bisa kalahkan aku, tapi apa yang kamu dapat ha ?
Beruntung masih tersisa sedikit kesadaran Pras. Ia masih mau mendengarkan.
Kamu ga suka sama anak ini, atao anak ini ga suka kamu, ya sudah...tapi jangan ngawur begitu.
Tapi dia menyakiti aku....
Dua tiga tetanggga memasuki rumah dan berdiri di belakang Ferry.
Baik, anak ini kamu anggap menyakiti kamu. Baik, kita selesaikan nanti....
Mata Pras sudah tak buas tadi.
Suruh pergi jauh perempuan jalang itu. Pergi ! pergi sana ke pelukan playboinya.
Pras membanting pintu.
Ferry menenangkan orang kampung dengan memberi penjelasan sumir. Mereka mau mengerti dan pulang tanpa berkata apapun.
Ferry menjawil Haryo, pemuda keamanan wilayah itu. Ia kenal baik dengannya. Ferry minta tolong jaga segala kemungkinan sementara dia antar pulang Ika. Sepulang dari nantar Ika, Ferry mendapati rumahnya banyak pemuda kampung lagi. Viktor nyamperi demikian juga Haryo. Hancur wis, kata Haryo. Ga tahu masih ada barang yang belum dibanting ga ? tadi tiap aku ancam mau dobrak pintu dia berhenti mbantingin, tapi aku tinggal santai sebentar, gedobrak lagi. Mudah-mudahan ga ada suara lagi, makin malam kan makin sepi, khawatir sesepuh sini mendengar.....
Tapi si Prasnya ga papa kan Kang, tanya Ferry. Ngga, aku dah suruh initp bocah-bocah...ga papa. Sekarang berhenti karena sudah ga ada barang lagi untuk dibanting.
Baik kang, entar kalo keliling ronda, sering mampir ya, pesan Ferry kepada pemuda keamanan itu sembi nyelipin uang nasi goreng.
Ferry dan Viktor gantian tidur untuk “jagain” Pras, kalo-kalo terjadi apa-apa, mereka berkali-kali mengajak bicara, menawari makan, tapi tak dijawab. Mau masuk, pintunya dikunci. Sampai pagi jam delapan, Pras tetap tak mau diajak biacara. Manurut Haryo yang rutin mengintip kamar Pras—entah lewat lobang mana melaporkan, Pras masih terjaga. Tidak tidur. Ferry tidak tahu lagi cara mengatasi masalah meski ia mulai mengkhawatirkan kondisi Pras yang belum makan sejak siang itu.
Sekitar jam 9 Kekayi datang dengan wajah cemas. Segera saja ia dan Ferry bicara banyak. Berlinang air mata mendengar penuturan Ferry mengenai keadaan Pras. Setelah merasa bisa menguasai emosi nya, Kekayi coba membujuk Pras untuk keluar.
“Pras, ini Ayi....Pras,...buka dong Pras,....Ayi ini.” Kata Kekayi lirih sambil mengetuk pintu.
Upaya Kekayi sia-sia. Dicoba kali sampai tiga kali juga tak membuahkan hasil. Henry datang jam 10.30. Kekayi hanya kenal nama tapi tidak orangnya. Ferry tahu karena pernah ke sana lebih dari dua kali. Apalagi Henry – dan Pras-- pernah nanya Ferry daerah mana yang nyaman untuk kontrakan rumah buat wanita. Ferry megutarakan keadaan Pras, sementara Kekayi mengaku apa adanya bahwa dirinya sangat dekat dengan Pras. Henry menyampaikan tujuannya ke sana untuk meneruskan pesan temannya yang juga teman baik Pras, Lidya.
Oh, bukan Lena ? Pertanyaan Ayi menyebabkan Hanry menengok ke arahnya. Tidak usah kaget, Pras banyak cerita padaku, mungkin sama Ferry lebih banyak ke aku. Ferry mengangguk. Lena itu pacarnya Pras ? tanya Ferry. Henry mengangguk. Lalu Lidya tadi, apanya Pras atau apanya Lena ? tanya Ayi. Henry menjelaskan bahwa berempat – Pras, Lena, dirina dan Lidya satu SMA. Lidya teman dekat Lena. Lidya minta Pras menelpon dia. Pakai telepon ini saja, kata Henry sambil menggeluarkan ponsel – masih sebesar roti tawar kali.
Mau apa kira-kira apa yang mau disampaikan Lidya? Tanya Ayi. Maksutku, pesan dari Lena atau Cuma mau mengumpat.
Henry angkat bahu.
Oke, kalao mendengar cerita Ferry tadi, kejadian dimana Lena melihat sendiri Ika ngesun Pras, mohon, tolong, jangan dilihat dari sebelah kacamata. Aku setuju Lena atau siapapun yang tak tahu faktanya, akan menyalahkan Pras. menuduh Pras khianat. Aku paham. Tapi aku pastikan, Pras tidak pernah mengkhianati siapapun. Kalo mau cari siapa yang salah, nih aku. Aku yang salah.
Kata Ayi tegas tapi tak urung meloncat juga air matanya.
Panjang lebar Ayi mengutarakan mengapa Pras bisa dekat dengan Ilka. Adiknya. Jika orang bilang aku jahat, ya memang aku jahat. Menghasut Pras aar nantinya bisa kawin dengan adikku pada akhirnya yang kemuidan membawa akibat ia mengabaikan Lena, Kekasih Pras. Aku memang memaksanya, dan aku tahu Pras orangnya tak tegaan, pasti meluluskan pemintaanku. Aku memang terkutuk. Semua salahku dan aku tidak mengada-ada atau mengarang cerita. Terserah kalian percaya atau tidak. Aku berani sumpah pocong sekalipun.
Tetapi lebih penting sekarang adalah menyelamatkan Pras. dengan cara apapun. Aku yang tangung jawab apapun urusannya. Dunia akherat. Semoga Tuhan mengampui aku dan masih mendengarkan doaku agar mau menolong kita semua untuk menolong Pras.
Amin, kata Ferry.
Ayi mencoba lagi setelah diskusi bertiga mengenai bagaimana membujuk Pras. Jika cara ini gagal, terpaksa pintu didobrak. Ferry siap minta bantuan Haryo.
Piintu kamar Pras diketuk Ayi kembali. Pras,...Ayi ini. Ayolah Pras...jangan begitu. Semuai ini gara-gara aku. Aku yang salah...Pras...Pras.
Dicoba lagi sampai tiga kali tapi sia-sia. Sampai akhir dimabil keputusan didobrak. Haryo dipanggil untuk menjaga segala kemungkinan. Haryo datang bersama dua pemuda. Viktor datang bersama pacarnya, Grace.
Pintu siap didobrak ketika tiba-tiba Ayi menccegahnya. Ia punya ide pemungkas.
Ayi berpesan kepada Ferry. Fer, apapun yang terjadi padaku yang terlalu dipikirkan. Aku siap segalanya. Bahkan matipun.
Baik Ferry maupun Henry percaya pada Ayi sehingga mereka lupa menanyakan caranya.
Ayi mengetuk pelahan. Pras, Ayi lagi ini. Tokk-tok-tok.
Pras, Ayi ini. Ayi mengetuk lagi agak keras.
Pras, dengerin. Kamu belum makan seharian. Pras kamu harus jaga kesehatan. Akau bawakan makanan. Buka Pras.
Pras, ingat jaga kesehatan, apa kamu tidak kkepingin ketemu Lena lagi ?
Ayi melihat Ferry mengacungkan jempol. Henry tersenyum. Dari dinding pintu Ayi mendengar gerakan. Pras bereaksi.
Pras buka pintu. Makan dulu gih.
Tidak ada suara apapun.
Pras, dengerin aku sekali ini. Dengerin yang aku sampaikan.
Tok-tok-tok. Di sini ada Henry. Denger Pras, ada Henry di sini.
Henry terperangah. Ayi mau ngapain, tanya Henry. Ayi menaruh telumjuk di bibirnya supaya Henry diam. Dengar Pras. henry di sini. Dia bawa pesan dari Lena ! buka puntu.
Henry terbelalak, tak sangka Ayi akan mengumpabk dirinya.
Pras buka puntu, Pras.....
Ayi meminta Henry berdiri di posisi yang kira-kira bakal terlihat jika Pras mengintip dari lubang kunci.
Tidak ada suara gerakan.
Pras buka pintu. Pras buka pintu....kalo tidak, Henry akan pulang.
Kleck ! Kunci diputar.
Pintu dibuka. Henry masuk, seru Pras.
Tapi yang masuk Kekayi.
Kekayi seketika ditelikung Pras, lehernya dipiting. Kekayi megap-megap sulit bernafas.
Henry , apa pesan Lena ?
Henry mendekat.
Pras, apa yang kamu lakukan itu. Anak ini bisa mati.
Biar saja, dia yang bikin aku begini.
Ya, bukan begitu caranya. Lalu apa yang musti aku bilang kepada Lena bila kamu sekarang menyiksa wanita ?
Seketika Pras lepaskan pitingannya dan dicampakkan Kekayi begitu saja. Kekayi terjatuh dan terbatuk-batuk akibat cekikan itu.
Pras tak peduli. Ferry mau masuk untuk menolong Ayi, Pras memberi isyarat jangan masuk.
Kamu bawa pesan apa Hen....?
Em..em..anu ya...pesan....
Kamu bohong padaku Hen !
Pras maju hendak meninju Henry.
Henry tidak bohong Pras ! Teriakan Ayi – meski kemudian disertai batuk, mencegah Pras untuk bertindak ngawur lagi. Lidya,...Lidya yang bawa pesannya !
Mimik Pras menunjukkan tidak percaya.
Henry, telpon Lidya ! telpon Lidya....
Hanry bingung. Ia melihat ke arah Ferry, minta pertimbangan. Ferry mengangguk.
Henry menelpon dan segera tersambung.
Li, ini ada Pras mau....tap, Henry belum selesai ngomong ponsel sudah terampas Pras.
Halo Lidya, apa pesan Lena,.....
Halo ? Pras suara Lidya tapi pitis-outus.Ponsel dikembalikan dan Henry mencobanya. Halo, seru Henry tapi ga ada suara, Henry pencat pencet lalu mencobanya lagi. Halo, Li
Pras....? terdengar suara Lidya yang ternyata kepencet mode handless. Semua mendengar, tetapi Pras keburu merebutnya.
Apa pesan Lena, Li
Pras ? Ini Pras kan?
Ya, Pras ini.
Ih, kamu terlalu. Pakai perasaan dong. Pilih perempuan terserah kamu tapi jangan beri harapan sama Lena. Kamu tahu enggak sih Lena kumpulkan uang supaya bisa ke Yogya. Supaya bisa lanjutkan sekolah bersama kamu. Tapi apa dia dapat ?
Kamu tahu enggak sih Pras, Lena kepaksa melawan papanya. Lena tak kasih tahu papanya mau pergi kemana. Dia minggat demi kamu, Pras. Tapi apa yang dia dapat Pras ?
Pras, kamu punya perasaan enggak....?
Pras tiba-tiba merasa lemas, kepalanya pening. Ia melihat banyak kunang-kunang berputar di sekitar matanya. Kakinya lumpuh tak mampu menyangga badannya.
Pandangannya kosong matanya berlinang, mulut terbuka seperti mau bicara tapi tak keluar suara apapun. Ia sempoyongan dan segera ambruk kalo saja Kekayi tak merangkulnya. Pras pingsan.
Ferry membantu memapah Pras sampai di kasurnya. Grace masuk bawa peralatan medis. Ia memang sudah siapkan begitu diceritain Viktor kalo Pras tidak mau keluar kamar dan tidak makan. Grace melanjutkan studi keperawatan, saat ini semester akhir.
Grace mengkordinas sambil mengeluaran peralatan dan obat-obat ingan. Mbak tolong ambilkan teh panas, tadi aku udah bikin, tinggal nuang air panas. Lalu air putih juga, Fer, bantu itu mbak ini. Kak, katanya kepada Viktor, beta bawa tadi bubur di tempat khusus, tolong siapin sekalian.
Ayi, Ferry dan Viktor segera gerak cepat. Grace. Sementara Henry hanya bisa bengong dan geleng-geleng kepala melihat kamar Pras yang penuh puing-puing barang-barang yang dibanting, termasuk radiio dan recorder, meja belajar hancur. Buku-buku berserakan, sebagian sobek.
Mas, seru Grace kepada Henry, tolong bilangin Ferry, minta air hangat, waslap lalu minta Ayi ke mari secepatnya untuk bersihin badan Pras......
Beberapa menit setelah dirasakan sebagian badan sudah bersih, juga sebagian kamar sudah diibersihkan tapi belum rapi benar, Pras dipaksa siuman oleh Grace dengan cara yang biasa i lakukan. Begitu siuman, Grace memberinya air putih. Bibir Pras kering. Lalu secara pelahan Ayi menyuapi Pras dengan teh manis hangat.
Pras bangun dengan reaksi yang aneh. Matanya tidak jalan seperti tadi waktu ia marah. Sorot matanya kosong. Ferry dan Haryo cs yang siap-siap kalau Pras ngamuk lagi juga heran.
Pras ingin bertanya banyak hal tapi kepala pening dan badannya terasa lemas. Ia heran mengapa Grace dan Ayi memberinya minum. Mereka tak berkata sepaah kata pun selain. Sudahlah nanti sasa biar tak tambah pening. Ayi sering tersenyum, Grace pun lebih ramah dibanding biasanya, Ayi menyuapinya lagi dengan bubur. Sambil merawat Pras, Grace menyusuh pergi Ferry, Viktor, semuanya.
Meski awalnya tak suka tapi karena dua wanita itu secara halus memaksanya, lagi pula lapar, Pras menelan saja bubur itu sampai hampir habis.
Seperempat jam kemudian Pras di suruh mandi oleh Grace. Pakai air hangat. Semula Pras ogah dengan alas masih pening tapi kembali dua cewek itu memaksanya dengan rayuan yang semakin menyebalkan Prras sehingga lebih baik mengiyakan saja.
Aku mandiin apa Pras ? Grace melototi Ayi. Biar bersih, kilah Ayi. Tuh banyak dakinya. Gatal ya ? Pras diam saja. Ayi, koondisi Pras masih lemah, kata Grace, dia kekurangan energi. Jadi...
Emang aku mau ngapain ? Buka saja kamar mandi, ga ga , ga bakalan aku memanfaatkan situasi, kata Ayi kesal dituduh macam-macam.
Di luar ada siapa saja ? tanya Pras,
Ga ada siapa-siapa. Ferry keluar, ...ada viktor. Mau dipanggilin ? kata Grace.
Aku kenapa ya...? Ingatanku banyak tapi kenapa ga bisa mengingat-ingat ya , Tadi Henry ke sini ?
Henry siapa? Kata Grace pura-pura tidak tahu, Ia memang minta rumah ini dikosongkan sementra. Maksudnya tamu2 diminta pulang. Kecuali yag merawat Pras.
Akhirnya Pras mau mandi tapi kemudian ia mengeluh tak kuat berdiri lama. Maka ia mandi pakai kursi, dan dimandiin Ayi. Dikeramisin juga. Pintu kamar mandi terbuka dan Viktor diminta duduk di ruang tengah sehingga ia bisa melongok ke kamar mandi jika mau. Setelah mandi dan berpakaian rapih Pras dibimbing Grace duduk di ruang amu sementaa Ayi merapihkan kamar Pras. Ia jadi penurut saja karena diam-diam Grace memberi obat penenang. Pras makan di ruang tamu bersama Ayi, Grace, Viktor dan Ferry.
Tugas Ferry nyediakan konsumsi. Grace pulang. Ayi menemani Pras. Artinya tidur di kamar Pras. praktis sepanjang hari berikutnya yang merawat Pras adalah Ayi. Pagi jam 8-an Henry datang bersama kerabatnya yang dokter. Pras di kamar dan dibiarkan saja. Ayi menceritakan kondisi Pras. Ia menggingau selama tidur, Kata-kata yang kerap diucapkan Pras adalah maafkan, mafkan aku Lena, lalu ngomong tak jelas dengan nada marah, lalu tidur lagi. Demikian papar Ayi.
Menurut dokter, akibat tekanan hebat pada mentalnya, terutama rasa bersalah, menyesal, Pras mengalami kelupaan sementara. Ia bisa ingat teman dekatnya tapi lupa kejadian-kejadian sebelumnya. Dengan mimpi yag dialami Pras. ingatan mulai pulih. Semakn pulih ada kemungkinan dia akan marah-marah tak jelas juntrungya apabila teringat sesuatu yang membuatnya menyesal. Keadaan ini bisa lebih parah karena ia seolah-olah mendengar suara-suara. <irip gejala Scifoferina, Maka dokter memberi obat penenang sedikit, dengan catatan secepatnya konsultasi ke psikiater apabila fisiknya sudah pulih benar. Ajak dia bertemu temen-2 lamanya atau kegiatan santai, demikian pesan dokter.
Aku jemput kalian nanti jika mau ke pasikiater. Biaya aku tanggung, kata Henry.
Ayi kemana aja se, tanya Pras siang itu. Ayu menjawabnya dengan halus (mesra ?) barwa ia harus ke kampus. Mau makan dimana, kita keluar makan yuk, ajak Ayi.
Aku lebih butuh kamu di sini daripada makan.
Trenyuh Ayi mendengarnya. Pras takut sekali ditinggal pergi Ayi, seperti anak kecil saja. Alasan Pras, dia suka mendengar Lena memanggilnya atau Ika juga kadang-kadang. Tapi ketika aku buka mata tidak ada siapa-siapa, keluh Pras.
Pernah Ayi menawari Pras jumpa Ika, tapi ia tolak. Kenapa ?Aku telah melukai perasaannya, kata Pras. Tapi belum tentu terluka, kan ? Komen Ayi. Entahah, cuma aku merasa – entah kapan dan diimana-- pernah berkata tidak pantas padahal adikmu itu baik, sayang sama aku.
Ayi,...kenapa Ayi menangis, ada kata-kataku yang salah, maaf ya.
Pernah pula Ayi mencoba reaksi Pras, dengan menawari menghubungi Lena. Jangan, jangan Ayi, pinta Pras dengan nada ketakutan. Aku telah merusak hatinya, menghancurkan harapan Lena, kata Pras. Aku pernah mimpi tapi seperti kenyaataan. Lena datang ke rumah ini. Kan memang dari dulu aku minta dia sekolah bersamaku di sini. Aku lihat bekerja lalu kumpulin gajinya , jika sudah cukup, dia ke sini. Eh aku nya yang ga bener sehingga dia lari, ga jadi sekolah sini.
Lena sering mendatangiku lalu marah-marah. Atau pernah datang untuk mempertanyakan, mengapa jadi negini Pras ? Kan aku ga tahu, memang ga tahu Ayi. Sumpah. Kalo sudah begini aku mencari kamu, kalao kamu pas lagi tidur, aku peluk kamu, untuk menyembunyikan wajahku. Aku menahgis Ayi, mungking kamu ga berasa,...aku menagis Ayi...sampai tertidur.
Bukan tidak berasa, tapi Ayi sengaja mendiamkannya. Karena Ayi sendiri bingung. Ia juga ikut menangis mengetahui Pras sesunggukan lalu bajunya basah oleh air mata Pras. Ia tak tahu haus bagaimana mengatasinya. Dan itu tidak terjadi sekali dua kali.
Ayi kalo pergi, jangan lama-lama ya. Besok kalo ke kampus, aku ikut ya. Ga papa aku nunggu di parkiran atau dimanapun.
Bagaimana tidak trenyuh kalo sudah begini batin Ayi. Semua ini gara-garaku, keluh Ayi kepada dirinya sendiri.
Sudahlah Ayi, jangan menangis terus, aku jadi ikut sedih.
Ayi menghentikan tangisnya – dengan menahan sekuatnya—lalu tersenyum.
Na gitu lho, kalau tersenyum kamu manis, Ayi, Kekayi. Tenan,....sumpah....



Bukan Sinetron -3

4 Kado Ulang Tahun
Tanggal itu adalah hari istimewa buat Prasaja. HUT. Pas hari libur, hari minggu. Namun Pras lupa dan seingatnya ga ada teman yang mengingatkannya. Termasuk Kekayi maupun Lena. Mereka bukan jenis manusia yang romantis dan Pras tak begitu peduli. Malah teman sekontrakan, Victor dan Ferry, yang ribut. Bukan hanya mereka berdua, melaikan satu “gang asrama” kompak untuk merayakannya. VIktor dan Fery ajak ika berkolaborasi untuk mempersiapkan pesta itu. Rencana pun mereka susun. Pesta sederhana : kue tart dan makan siang. Begitu saja, Gang asrama tahu Pras ga suka hura-hura, tidak seperti mereka.
Sesungguhnya HUT Pras saat itu membawa berkah. Lena datang untuk mewujudkan impian Pras: sekolah di Yogya. Dan itu adalah kado termanis – dan termahal-- dari Lena. Selama ini mereka pacaran – kalau keadaan demkikian disebut pacaran – lebih banyak secara verbal tapi merasuk ke dalam jiwa. Mereka tidak pernah pergi berdua kecuali ketika latihan opera dulu itu. Selebihnya tidak pernah. Di rumah pun mereka ngobrol sangat formal tapi bila bertemu di sekolah sikap Lena hangat kepada Pras. Boleh dibilang mereka pacaran – kalo keadaan demikian dibilang pacaran –secara gerilya. Tidak ada yang tahu. Paling yang tahu Yopi, teman sebangku Pras, dan Lidya. Juga teman sebangku Lena. Mungkin pacar Lidya. Mungkin juga Henry. Karena Henry adalah adik pacar Lidya. Selebihnya, teman-teman dekat Lena maupun Pras, cuma bisa menebak, antara iya dan tidak apakah Pras dan Lena pacaran. Lena memang tertutup. Sedikit banyak juga Pras.
Pintu depan terbuka. Lena mengetuk pelahan karena tahu di ruang tengah banyak orang. Lelaki berambut keriting dan berkulit agak gelap menyambut Lena. Oh, temannya Pras ya? Kata Victor langsung menebak setelah melihat Lena menenteng bingkisan indah , yang diperkiakan kado. Lena mengangguk. Ayo, ayo masuk ke ruang tengah saja. Kebetulan kami teman-temannya mau merayakan ulang tahunnya.
Di ruang tengah sudah berkumpul sekitar sepuluh orang sebaya Pras. masakan beberapa pilihan tersaji di dua meja. Kue tart dan lilin ulatah disiapkan di atas meja kecil dorong dan diparkir di depan pintu kamar Pras. Lena dipersilakan Viktor dudu di sofa panjang di depan kamar Ferry sementara dia sendiri mau mengatur acara yag segera di mulai.
Fer, siap ? seru Viktor. Ferry yang berdiri di depan kamarnya dan berartii tak jauh dari Lena menjawab. Yoi Vicky, tapi liline nyalain dulu, rek, teriak Ferry. Viktor baru ingat dan sibuklah ia cari korek api. Dia lupa anak asrama dibiasakan tidak merokok. Wajar mereka bukan perokok meski ada satu dua yag kembali merokok setelah keluar dari asrama. Ferry perokok tapi diam saja tak menawari korek.
Teman kampus Pras? tanya Ferry yang dibalas dengan anggukan. Aku Ferry teman lama Pras, sama-sama dari timur sana.
Ferry punya firasat tak enak dengan kehadiran Lena. Pras bukan tipe “hobi wanita”. Teman wanitanya sedikit. Cuma Kekayi saja yang Ferry tahu. Pacarnya yang sekarang pun adik Kekayi. Bukan karena ia sekolah di fak teknik. Bukan karena ia tak bisa gaul dengan perempuan. Tapi karena Pras memang “gak wedok-an”. Pernah Ferry ke kampus Pras dan di faknya, Geologi, bisa dihitung ceweknya. Kalau ada yang kayak bidadari seperti tamunya ini, aku pasti pasti tahu, pikir Ferry. Siapa dia ya, pikir Ferry.
Mas, mereka semua teman kuliah Pras, tanya Lena.
Oh bukan. Kami berlima teman main Pras. yang cewe-cewe pacar mereka masing-masing. Kami berlima boleh dibilang kakak kelas Pras, cuma beda kampus. Kami semua sudah tidak kuliah, lagi nunggu...eh nyelesai-in tugas akhir.
Kok kayaknya istimewa banget Pras, sampai dimeriahkan begini.
Ya,,,ha,,,ha,,, dia sering bantu kami.
Urusan kuliah ?
Ha...ha..ha..tidaklah. dia rupanya lebih cekatan di jalanan daripada kami, jebolan asrama.
Untuk urusan apa ?
Biasalah, namanya laki-laki. Kadang-kadang kami yang lebih senior tak tahu diri. Masih demen nakal. Ia bantu kenakalan kami. Ha....ha...ha...
Nakal dalam hal apa ?
Biasalah, nakalnya anak laki-laki, tapi jangan salah paham. Ia tak sampai teseret. Itulah hebatnya Pras. Bisa leluasa hidup di dunia penuh godaan tanpa larut . Kerap kami minta Pras untuk tak segan-segan mengingatkan kami....
Fer, teriak Viktor. Ferry mengacungkan jempol. Viktor lalu mengetuk pelahan pintu kamar Pras.
Pintu kamar Pras terbuka dan keluar Ika dengan dandanan tercantiknya.
Tersirap darah Lena tapi ia masih bisa menahan diri. Hanya Ferry yang tahu bahwa tamu ayu ini agak shock. Ika masuk kembali dan keluar lagi bersama Pras.
Sorak sorai membahana di ruang yang sempit untuk jumlah orang sebanyak itu. Selamat ulang tahun, happy birthday Pras. begitu mereka bersorak. Tentu saja ini kejutan besar bagi Pras. Ia tak sangka akan dirayakan semeriah ini.
Tiup lilinnya, tiup llinya. Mereka serentak menyanyi. Segera Pras meniup lilin dan semuanya bersorak dan keplok. Lalu semuanya diam. Sesuai skenario. Giliran Ika tampil.
Selamat Ulang tahun mas Pras, kata Ika disertai cipika cipiki dan .... !
Lena terbelalak, tak percaya apa yang disaksikan di depan matanya.
Ucapan harapan buat Pras dari Ika tak terdengar lagi oleh Lenal. Juga sorak-sorai mereka yang berada di ruangan. Telinga Lena tiba-tiba tuli. Dadanya sesak seperti hendak meledak. Ingin ia menjerit tapi ia paksa supaya tak sampai terjadi. Ingin ia menangis tersedu-sedu sepuasnya tapi ia redam dengan segala kekuatan yang ada, meski toh sebutir dua butir air mata tetap meloncat dari sudut pelupuk matanya. Ia ingin menunjukkan kepada dunia bahwa ia bukan wanita tidak lemah , bukan perempuan cengeng. Meski dibayarnya dengan menggigit bibir sampai berdarah. Tapi bibirnyaia tahan tak bergetar.
Kalau saja ia tak mempersiapkan mental sejak kecurigaan tadi, tentu ia pingsan. Ferry tahu hal itu.
Di tengah sorak sorai itu, Lena menyelinap keluar. Ferry tahu tapi tak mungkin mencegahnya.
Boleh tahu namanya, mbak, nanti aku sampaikan ke Pras. Ferry menawarkan diri.
Dengan suara bergetar Lena manjawab, Sekarang tak penting lagi siapa aku, lalu pergi membiarkan kado tergolek di sofa.
Acara makan-makan berjalan penuh keakraban. Anak-anak gang asrama yang tak serumah ngobrol dengan Pras. Sementara pasangan mereka lebih suka nggrumpi bersama Ika. Kelebihan Prasaja lainnya adalah jeli. Ia suka nenperhatikan apa saja, apalagi yang berhubungan dengan dirinya. Dari tadi Pras tidak melihat Ferry makan minum. Ia ngobrol sebentar dengan anak gang tapi kemudian mojok, menyendiri untuk merokok. Ia memang tak suka makan, wajar bila badannya kurus. Pras cukup dekat dengan Ferry. Mereka kenal ketika dipertemukan grup hiking Pras yang mengajak Ferry ikut dalam kemping di Kali Kuning. Ferry bukan saja cerdas tapi juga pintar main gitar. Waktu kecil sampai SMA ia sekolah musik khusus gitar. Klub hiking Pras mengundangnya ke acara kemping untuk memeriahkan suasana. Kebetulan banyak Pras dan Ferry sama-sama arek wetan, jadi klop unntuk berteman. Ferry kemudian ajak Pras kontrak rumah bareng2 setelah ia keluar dari asrama. Ferry semakin mendekat pada Pra karena sikapnya yang tegar, tak mudah goyah iman. Beberapa kali ia tawari cewek gratis, manis dan aman tapi Pras emoh. Pras menganggap Ferry sebagai adiknya (meski usianya justru lebih tua 2 th) yang sedang lupa diri. Ia tak membiarkan Ferry larut terus menerus. Menurut Pras, menyembuhkan sex maniac tak bisa grusa-grusu seperti memberi obat kepada pnderita flu. Menurut Pras, teladan yang konsisten lebih diperlukan daripada nasehat. Ferry gila wanita padahal ia sudah free sex sama pacarnya.
Pras menghampiri Ferry yang menyendiri, berdiri di tengah pintu dan menghadap pekarangan belakang sambil sedal-sedul merokok. Ono opo cak ? sapa Pras. Ferry membalikkan badan tersenyum. Lagi kepikiran opo ae ?
Setelah basa-basi sebentar baru Ferry lebih menjurus omongannya. Pras, awamu ato temen lain tahu aku tidak setia sama pacar. Karena aku memang bejat. Tapi di mata pacarku ga begitu. Ia tetap menganggapku orang baik-baik. Dan memang itu yang aku harapkan. Karena aku serius sama dia. Dia akan kukawini. Ada pertimbangan mengapa main di belakang dia. Aku main putus. Hampir sama dengan jajan. Sisi negatif aku tahu dan aku mulai memikirkan dampaknya di masa nanti. Semua ini berkat kowe, Pras.
Gaya serius Ferry yang tidak seperti biasanya ini membuat Pras gerah. Suwun. Lalu poinnnya apa ?
Jangan selingkuh selagi kamu bisa, kata Ferry pendek.
Pras tertawa. Yang aku cintai satu, Fer. Dan aku tidak selingkuh.
Maksudmu pacarmu siji ?
Pras mengangguk.
Yang ini, kata Ferry sambil menunjuk Ika yang sedang ngobrol dengan pacar-2 gang asrama.
Pras tak segera mengangguk dan malah memelototi Ferry. Seingatku aku belum pernah cerita apa-apa , termasuk Lena, pada Ferry, pikir Pras. Mengapa Ferry menuduhku begitu.
Ferry membalas tatapan tajam Pras lalu melengos, kembali memandang pekarangan belakang. Jelas Ferry malas ngomong lagi sama Pras. Ferry menyayangkan kenapa Pras bohong padanya, dan tanda kekhawatirannya akan terbukti. Pras akan hancur, pikir Ferry prihatin.
Karepmu opo se Fer ? hardik Pras. Suaranya meungkin tidak keras tapi suasana lagi hening sehingga terdengar orang-orang. Pras memang tidak bermaksud apa-apa pada Ferry tapi bagaimanapun sikap Ferry menjengkelkannya.
Viktor datang. He ada apa nih? Lagi bagi bagi kado ya ? isinya apa sih ?
Pras malah heran, Kado apaan ?
Tadi kan ada cewe cantik nenteng kado, sergah Viktor.
Cewe apaan ? bojoku itu yang mau kasih kado tapi ga jadi beli. Kesiangan, ujar Ferry.
Viktor menatap Ferry dengan pandangan bloon. Pras bingung, bergantian memandang Viktor dan Ferry. Ferry meninggalkan mereka untuk ambil cocktail lalu bergabung dengan teman-teman lain.
Pesta telah usai teman-teman Pras sudah pulang semua. Termasuk pacar Viktor dan pacar Ferry. Karena Viktor dan Ferry mengantar pulang pacarnya masing-masing, berarti di rumah itu tinggal Pras dan Ika berdua. Mereka santai di kamar. Baca-baca sembari mendengarkan radio.
Tadi waktu cuci piring bareng-bareng kami bahas hantu, papar Ika. Awalnya Grace mengutarakan keresahan Viktor. Pacarnya yakin menerima tamu wanita cantik bawa kado, ia persilkan masuk dan duduk di sofa itu. Ferry berdiri dekat sofa. Kok tadi Ferry membantahnya. Karena penasaran Viktor menegaskan lagi ke Ferry tapi Ferry tetap pada pendiriannya. Viktor jadi gundah dan ngomel-ngomel sama Grace. Masak Ferry sampai bilang begini, hantu kali. Mana ada hantu siang bolong begini ? Tapi si Om yang punya rumah ini pernah crita bahwa di rumah ada penghuninya, kata Hartatik, pacar Ferry. Tapi hantu baik, tak asal nakutin orang. Ia muncul tanda ada yang selingkuh di sini.
Aku jadi tak enak hati, mas. Aku termasukkah? Aku terlibat iya, tapi yang selingkuh bukan aku tapi si Herman kan ?
Ika tampak galau.
Mas kok diam saja ?
Pras memang sedang mencermati kisah hantu itu. Maunya Ferry itu apa? Jelas dia ngada-ada, pikir Pras. Itu cerita isapan jempol, komen Pras.
Endah, pacar siapa lupa aku, juga bilang begitu. Grace percaya pacarnya tidak bohong. Viktor lhat dengan jelas wanita putih putih kayak putri cina itu membawa kado.
Pras tersentak mendengar Ika menyebut ciri-ciri hantu itu. Ika melanjutkan. Lalu kami rame-rame bongkar sana sini untuk mencari kado. Barangkali tertinggal atau jatuh di rumah ini. Tidak ketemu.
Ya berarti kadonya dibawa lagi sama si hantu, canda Pras.
Terdengar deru suara motor masuk rumah. Pras hafal, motor Kawasaki milik Ferry.Tak seberapa lama terdengar pintu kamar dibuka. Pras segera keluar dan menuju kamar Ferry. Pras masuk kamar Ferry dan langsung menutup pintunya.
Fer, terus teranglah maksud mu apa dengan sikapmu itu, dengan crita hantu, maumu apa ?
Ferry tak jadi membuka jaketnyya tapi memuka lemarinya lalu mengeluarkan kado dan dilemparkannya ke Pras. Sudah terbuka sedikit, dia sendiri yang buka, ujar Ferry. Kamu buka dan periksa isinya, jangan keluar sebelum urusan kado ini beres.
Pras membuka kado sementara Ferry membuka jaket.
Mauku bukan sekarang aku memberikannya padamu. Tapi aku ndak punya pilihan lain, kata Ferry.
Giliran Pras terpukul. Isi kado adalah kaos warna merah kostum MU. Saking kepinginya punya sampai terlontar harapannya kepada Lena. Kapan ya aku punya uang berlebih buat beli kaos MU. Harganya sih lumayan tapi bukan berarti tak terjangkau. Tapi ngapain ya Len, beli begituan mahal sementara ortuku butuh biaya buat sekolahku di Yogya nanti, kata Pras kepada Lena. Lagi pula beli kaos MU ang asli harus ke Surabaya. Pras tahu kerabat Lena banyak di Surabaya.
Lihat tuh remasan kertasnya, kata Ferry. Aku memegangnya tai tidak berusaha membukanya. Kurasa tadi agak basah, mungkin tangannya basah oleh air matanya.
Pras tertegun mendengar kertas ini basah dan sekarang sudah tidak lagi. Benarkah Lena menagis?
Dengan hati-hati remasan kertas di buka. Ternyata konidisinya sudah tercabik-cabik lalu diremas-rema hingga jadi satu lagi. Potongan kerta Pras coba jadikan satu. Mugkin karena basah, sebagian hancur. Cuma sepotong yang bisa tersisa. Tertulis di situ....elalu sayang kam.....
Pras menunduk sambil memegangi kepala, nafasnya tak teratur. Ia remas-rema kaos MU lalu mengusap wajahnya dengan kaos itu. Ferry tahu Pras menangis dan berusaha mengatasi emosinya dengan segala daya.
Pras termenung. Matanya masih berkaca-kaca.
Kamu di sini saja. Aku bilang ika, kamu sakit perut. Mules, berak-berak, lemes, sekarang tidur di kamarku. Ku antar Ika pulang bagaimana ?
Ga perlu, aku baik-baik. Aku mau balik ke kamar. Trim ya.
Apa yang mau kamu lakukan ?
Pras mencep. Memandang Ferry dengan tatapan kosong. Pras angkat bahu.

Saranku, yang ada dulu pegang. Ika anak baik. Aku bisa baca dari sikap dan kelakuannya. Yang sudah, biarlah terjadi. Pras mengangguk sebelum keluar darikamar Ferry.

Bukan Sinetron -2

3 Ika
Kekayi menunduk sedih. Pupus sudah harapannya untuk menyelamatkan adiknya dari azab akibat merusak rumah tangga orang . Dengan taktik pengalihan itulah ia berharap Ika, adiknya, sadar bahwa di dunia ini masih banyak laki-laki lebih baik yang bisa mencintai dirinya.
Ini soal perasaan. Jangan dimain-mainin. Ini bukan kisah sinetron yang biasa menjungkirbalikkan logika dan perasaan. Lagi pula bukan watakku untuk bisa berpura-pura. Demikian penuturan Pras.
Kekayi menyadari permintaannya memang ga masuk akal. Ide ini muncul setelah teringat Prasaja pernah menggodanya ketika ia memperkenalkan adiknya itu kepada teman-temannya termasuk Pras. Adikmu buat aku ya. Yi, canda Pras. Kayi marah beneran dan butuh tiga minggu untuk menetralkan amarahnya. Mengapa? Ya karena dia sendiri naksir berat sama Pras dan Pras pernah berterus terang bahwa ia masih mengharapkan temen SMA nya.
Kamu khawatir Lina,....siapa cewe yang kamu taksir itu.. ke sini dan memergoki kamu pacaran, gitu?
Maksa banget anak ini, batin Pras. Kamu tidak khawatir adikmu hancur lagi hatinya setelah tahu aku hanya berpura-pura mencintainya ? Jangan pakai jalan pintas. Masalah sekarang selesai tapi menyeret masalah lagi, kamu tidak kasihan sama adikmu?
Teguran Pras menyentuh nurani Kekayi sampai membuatnya tertunduk sedih. Matanya sembab. Ya sudahlah Pras, ga papa, kata Ayi terisak. Kan aku sudah berusaha maksimal buat adikku, tambahnya. Aku pulang dulu ya Pras.
Ayi sudah sampai pintu ketika Pras bertanya, kalau aku mau kamu bisa atur pertemuannya?
Hari minggu besok kami adakan pertemuan bulanan di Bandungan. Aku dan saudara-saudara – kandung maupun sepupu, papar Ayi. Pras mau protes tapi Kekayi segera mengangkat tangannya agar diam dulu. Aku sudah kasih tahu saudara-saudara mengenai kerumitan masalah Ika, sudah kubeberkan skenarionya. Mereka sudah tahu kok, Pras.
Minggu pagi Pras, Ika, Kekayi berangkat dengan Suzuki Carry . Sopir ya Heru, anak geodesi yang ngebet banget sama Kekayi. Dari Bandungan naik sedikit di kaki perbukitan Gedongsongo. Tak perlu diceritakan pertemuan itu yang berlansung tanpa greget, selihatan sekali kalu memang sudah disetting untuk skenario Kekayi. Pertemuan diakhiri dengan makan siang bersama.
Sementara Ayi dan saudara-saudaranya tetap berbincang-bincang di dalam, Pras dan Ika di teras untuk menikmati pemandangan bukit-bukit hijau dimana candi – candi Gedong Songo bercokol. Mata Pras nyaris enggan lepas dari pandangan ke bukit itu, menganggumi keanggunan alam. . Ia bayangkan betapa asyik jalan-jalan berdua bersama Lena menuju bukit-bukit dalam suasana sejuk. Namun Pras sadar bahwa Lena belum tentu mau , sama seperti Ika. Karena mereka tergolong kaum lemah. Ga suka kegiatan yang berujung lelah.
Mas pengin ditemani Ika naik ke sana ?
Pras menengok ke arah Ika dan sekian detik mereka saling berpandangan. Jelas Pras tak menyangka Ika akan mengajaknya sebab sudah ketahuan perbukitan itu jauh sekali. Bukan saja melelahkan tapi juga lama. Apakah ia tak akan bosan bersamaku berduaan? Pikir Pras.
Pras berjalan santai beriringan dengan Ika. Hatinya berbunga-bunga. Bukan karena faktor Ika melainkan karena Ia memang suka pegunungan. Kekayi tahu itu. Dialah yang punya inisiatif untuk menjelajahi bukit Menoreh. Berempat dengan Tony dan Rudi, Ayi dan Pras menyusuri jalan setapak di sekitar perbukitan di atas Borobudur itu. Motor mereka titipkan di rumah penduduk. Kalau Kali Kuning dan area lain di sekitar Kaliurang sudah biasa mereka jelajahi.
Pikiran Pras melayang, mengingat-ingat betapa hangatnya persahabatan dirinya dengan Kekayi. Kemana mana selalu berdua. Mengapa ia tak jatuh cinta dengannya, tanya Pras kepada batinnya sendiri. Kini bersama adiknya, yang kelihatannya hampir sama wataknya, inisiatif dan aktif. Tak suka nuggu bola dulu, misalnya. Dan mungkin lebih cantik, karena lebih muda ?
Mas kok melamun, ga suka ngobrol kalo lagi jalan ya ? Pras menghentikan langkahnya, diikuti Ika, lalu mengajak duduk di bebatuan. Lagi mikiran apa mas ?
Lagi mikirin kamu, kok mau capai-capai nemani aku.
Ika tersenyum. Senyum yang membuat dirinya tak kalah manis dengan Lena, di mata Pras.
Kenapa mas seperti menahan senyum? Apa yang aneh pada diriku mas ?
Kamu itu manis sekali,.....
Kata-kata ini meluncur begitu saja, seperti kelepasan, karena Pras tak pernah memuji wanita manapun. Tidak juga Lena. Ika jadi jengah.
Jalan lagi yuk, baru beberapa langkah. Masih jauh ke candi, ajak Pras sembari mengulurkan tangannya mengajak Ika berdiri. Ini kejutan bagi Ika karena menurut kakaknya Pras tak pernah menyentuhnya sama sekali. Ikapun menyambut tangan Pras dengan senyum ceria.
Dua pekan kemudian Ika menawari lokasi Rawa Pening dan langsung disetujui Pras. Mereka pun bermotor ria ke rawa dekat Ambarawa itu. Lebih dari dua kali Ika ke Rawapening. Maklum rumahnya di Magelang. Tapi kali ini ia ingin menikmati keindahan dan kekhasan suasananya dengan citarasa lain : bersama laki-laki baik yang dijodohkan kakaknya dan mungkin ia menyukainya. Praspun pernah ke sana bersama Toni dan Rudi. Memang Pras takkan pernah bosan untuk beranjangsana ke suasana alam. Apalagi didampingi cewek manis. Tentu ada bedanya, pikir Pras.
Pras dan Ika menggelar tikar kecil dekat rel tua yang mengelilingi rawa. Bekal makanan dan minuman pun dikeluarkan dan ditata di atas tiker lain oleh Ika. Barangkali ini salah satu bedanya dengan bepergian bersama Tony-Rudi, kata Pras sembari tertawa dalam hati.
Maka semakin akrablah mereka sejalan dengan frekuensi pergi berdua mereka. Dari sebulan jadi tiap dua pekan mereka bermotor ria ke luar Yogya. Memang tidak tiap malming mereka berjumpa karena alasan pekerjaan dari Ika. Pras tak bersyakwasangka apapun.
Sama seperti kakaknya, Ika juga menganggap rumah kontrakan, tepatnya kamar, seperti rumah sendiri. Tidur siang dan mandi sore sudah langganan. Bedanya, Kekayi bisa saban dua hari mampir tidur siang di kamar Pras. Ika cuma pas libur, minggu. Sama seperti kakaknya, Ika juga akrab dengan penghuni kamar lain seperti Viktor dari Ambon dan Fery dari Dukuh Kupang, Surabaya.
Jarum jam tak pernah bergerak untuk adu kecepatan namun nyatanya waktu berjalan terasa lebih cepat.Hampir setahun Pras-Ika “pacaran khas” dan sepertinya rencana Kekayi berbuah baik. Bagaimana dengan Lena? Masih seperi dulu, kalau pulkam baru Pras bertemu Lena. Pulkam terakhir semester lalu, saat Pras masih kaku dalam berpura-pura memacari Ika. Rindu pada Lena masih kuat. Semangatnya masih pekat untuk mengajak Lena sekolah di Yogya. Pras sudah mencarikan daerah yang cocok dan bahkan sudah mendapatkan rumah kontrakan yang baik buat Lena. Bersama Henry mencarinya. Henry adalah adik kandung pacarnya Lidya. Maka, kapan saja Lena siap, sudah ada rumah menantimu, kata Pras ketika jumpa Lena. Lena hanya geleng-geleng kepala sambil tersenyum menyaksikan ulah dan semangat pria yang benar-benar mencintainya itu.
Pras – Ika jelas pernah ke pantai Parangtritis. Tapi siang hari. Kali ini Ika mengajaknya ke sana malming. Bisa ditebak, yang pacaran di sana buanyak banget. Baik yang sudah lama pacaran maupun yang baru, termasuk baru menemukan pacar baru ketika sampai di pantai berombak ganas itu.
Beda antara gaya pacaran Pras-Ika dulu dan sekarang, Dulu cuma sebatas ngobrol tok, kini saling berpegang tangan. Malah ketika menyusuri tepi pantai mereka bergandengan tangan layaknya orang pacaran. Bukan itu saja. Mereka berangkulan.
Capai jalan-jalan mereka bersantai di kedai gubuk sambil nikmati kopi dan teh panas. Mereka pun asyik ngobrol. Obrolan semula selalu kontekstual. Itulah kelebihan kalau bepergian dengan Prasaja. Ia selalu tahu seluk beluk lokasi yang didatangi. Kalau tak tahu baru ia tanya pada siapapun orang situ yang tahu. Toh pada gilirannya mereka sampai pada obrolan yan lebih serius,
mBak Ayi kasih tahu aku semuanya.
Meski Pras yakin tak semua informasi tentang dirinya akan dibeberkan kepada Ika, tapi tak ayal membuat Pras rada cemas. Ia memiilih diam, menunggu ke mana arah pembicaraan ini.
Bahwa mas Pras mendekati aku dan aku diminta coba memahami.....supaya...supaya aku... Ika tak melanjutkan. Ia menunduk dan pandangannya menerawang jauh melewati cakrawala laut kidul yang gelap. Lalu melanjutkan. Mas tahu masalahku kan ?
Pandangan Ika beralih ke Pras, yang kemudian mengangguk. Mas tidak risih ? Pras ga paham, Risih ? Risih dengan keadaanku, risih dengan problemaku....banyak pihak mengatain aku naif.....
Embuh ya, ga pernah berpikir ke sana. Apa sikapku menunjukkan seperti yang kamu maksud ?
Terkadang aku merasa diiriku sampah, kotor, ujar Ika. Tega merusak rumah tangga orang. Tentu mas punya pikiran seperti itu. Pras membantahnya, Eem, ga sampai ke sana, tapi begini ya menurutku, perbuatan orang itu punya latar belakang. Tidak berdiri sendiri. Ada memang, dan itu terjadi demi mengejar kesenangan semata. Namun aku percaya Ika bukan tipe perempuan seperti itu.
Jadi mas memaklumi?
Belum sampai ke sana. Aku cuma berusaha menjelaskan mengapa terjadi seperti itu, yang menyebabkan Ika dikatain naif, yang membuat Ika merasa dirinya bersalah. Aku coba memahami dengan merunut penyebabnya. Singkatnya, ada asap ada api. Bukan aku membenarkan terjadinya asap yang merugikan orang.
Jadi sikap mas terhadapku bagaimana ? Pras diam. Sulit menjawabnya ya Mas ?
Pras mengumpat dalam hati. Ia tahu wanita butuh kejelasan. Tapi jangan terlalu buru-burulah.
Aku permudah ya mas, tapi jangan marah lho. Kalo memang sulit juga menjawabnya, ya ga usah jawab dan aku tak akan mengejar lagi, bagaimana ? Pras mengangguk lemah.
Apakah aku akan bernasib sama dengan mbak Ayi ?
Meski agak tersentak tapi Pras masih mampu berdiplomasi, Emang Ika rasa sama ? Menurutku sih tidak, tandas Pras. Ada perbedaan kendati sedikit.
Ya memang, Mas mulai meremas tanganku,...dan bahkan merangkulku tadi. Sesuatu yang tidak dialami mbak Ayi. Tetapi bagiku masih ngambang.
Maksut Ika ?
Baik aku akan berterus terang. Tapi ini perndapatku saja mas. Ga perlu ditanggapi kalau perlu. Begini, kita berteman, bergaul – untuk tidak menyebut pacaran – cukup lama. Berbulan-bulan. Meski mungkin ga selama mbak Ayi. Aku juga tidur siang di kamar mas. Bagiku aneh. Kok tak ada upaya mas Pras untuk bertindak layaknya laki-laki terhadap wanita ?
Maksut Ika hubungan seks begitu ?
Ga usah terlalu vulgar begitu. Tapi kan setidaknya ada gelagat ke sana.
Maksud Ika ?
Mas belum pernah sun aku !
Astaghfirullah.
Oke, ga usah itu, sun pipi saja ga pernah, ....
Ya mohon pengertian Ika-lah, aku memang terlalu takut untuk melanggar norma. Tidakkah Ika, juga aku, sebaiknya bersyukur, imanku masih kuat.
Yah, jelas, aku bersyukur. Kalao memang sikap begitu lantaran mas Pras tetap kuat iman, Ika sangat bersyukur dan Ika akan setia menunggu sampai kapan pun. Ika lalu diam sebentar, lalu melanjutkan. Tetapi kalau bukan karena itu , umpamanya, bagaimana ?
Maksud Ika ?
Ika yakin Mas Pras tipe orang setia. Tetapi bisa terjadi kan – mudah-mudahan aku keliru- kesetian mas bukan untukku melainkan untuk wanita lain, bisa kan ?

Ketertegunan Pras ditutupi dengan tersenyum lebar. Mungkin meniru Lena kretika bingung menjawabnya: ya atau tidak. Ika masih menunggu ketegasan Pras tapi Pras ngotot diam. Membiarkan soal ini menggantung.

Bukan Sinetron -1

1 Kekayi


Permintaan bantuan sahabat dekat sekalipun tetap berat bagi Prasaja.
Semua tahu kamu orangnya baik hati tapi aku bukan hendak memanfaatkan itu. Sekali ini saja aku minta tolong kepadamu, Pras. Setelah itu aku takkan mengganggumu lagi, kata Kekayi, sang sahabat,
Pras memperlakukan Kekayi sama seperti sahabat dekatku lainnya seperti Tony atau Rudi. Tony dan Rudi sudah biasa blusukan ke rumah kontrakannya. Mereka bertiga kerap nongkrong bareng termasuk malming. Maklum tak ada acara wakuncar, waktu kunjung pacar. Pacar Tony di Jakarta. kuliah di ekonomi dan memang anak Jakarta. Pacar Rudi di kampugnya sana, Semarang. Sejak tahun ke dua kuliah di Yogya mereka berteman dan saling cocok, selera sama. Dari musik hingga film Begitu juga Kekayi, kerap ke kontrakan Pras. Dulu nayaris tiap siang pasti Kekayi mampir ke rumah Pras sepulang dari kampus. Bahkan tidak sungkan-sungkan tidur siang di kamar Pras.
Dan kini sahabatnya itu memohon pertolongan yang tak mungkin ia lakukan: pura-pura naksir Ika, adik Kekayi dan memacarinya ! Tujuan utamanya supaya adik Kekayi pisah dengan kekasihnya sekarang, laki-laki yang beristri dan beranak satu. Laki-laki itu tak lain adalah supervisor perusahaan dimana Ika bekerja. Ika memilih bekerja karena pertimbangan ekonomi meski ortu maupun kakak-kaknya tak pernah mengarahkannya untuk bekerja. Bapaknya pensiunan angkatan darat dengan pangkat terakhir perwira menengah. Pras menatapnya tajam untuk menegur sikapnya yang terlalu menekan dirinya.
Kedekatan Pras dengan Kekayi melebihi saudara, Siapapun yang belum kenal betul mengira mereka pacaran. Baik Tony dan Rudi sampai bilang. Sudahlah Pras, kawini saja Ayi. Mau cari perempauan kayak apa lagi ? Da cantik, bodinya mendukung, pintar, terbukti kuliahnya di Pertanian lancar. Apa iya cewekmu di kampung melebihi dia ? Kok aku tak yakin, Pras.






2 Lena
Jelas Lena lebih dari segalanya di mataku. Dan di hatiku, ujar Pras mantap.
Padahal dulu sampai tengah semester pertama SMA swasta Pras belum tahu ada nama Lena dalam daftar teman sekelas bahkan. Padahal dia ketua kelas. Baru ketika Pras kekurangan orang untuk opera yag ia sutradarai dalam rangka pensi perpisahan – yang cantik-cantik sudah diserobot kakak kelas untuk penampilan serupa, Yopi teman sebangkunya menyodorkan nama Lena.
Siapa dia ?
Kamu itu terlalu Pras, kata Yopi. Dia sebangku dengan Lidya, mereka duduk di bangku deretan tengah, belakangnya baru Surya dan Handoko gendut. Aku sering canda sama Lidya tapi Lena, yang mana sih ? keluh Pras.
Lantaran ga ada stok lagi, Lena dipakai sebagai pemeran utama tanpa audisi segala. Yopi mengingatkan tapi Pras yakin. Yang penting anaknya mau, kilah Pras. Sebab hampir semua teman yang ia tawari ikut opera pada nolak. Kecuali Didik, anak klas 3, berterus terang mendudukung Pras. Gagasanmu hebat tapi terlalu tinggi Pras, kata Didik. Kayak hendak menggapai bintang. Tapi aku salut, Kalau saja aku tidak sedang buat teater panggung besok, aku mau ikut kamu Pras.
Bakat Lena pas-pasan, hanya keseriusan saja yang menolong kekurangannya. Namun di lapangan kata temen-temanya Pras termasuk jarang ngomelin Lena atau memberi pengarahan. Apalagi sampai membentaknya. Kamu pilih kasih Pras, kritik Yopi yang setia memantau latihan meski tak ikut main. Enggaklah, sanggah Pras. Aku bukan tipe otoriter, kilahnya. Teman-teman komplainnya ke aku, Pras, ujar Yopi. Mereka takut semua sama kamu.
Masak sih, batin Pras. Tak penah aku membedakan siapa-siapa, kata Pras membela diri.
Lha iyalah Pras, namanya juga jatuh cinta, cinta pertama lagi !
Ha ? jatuh cinta ? Masa ? Sempat terbersit dalam pikiran Pras ketika berrpandangan dengan Lena lebih dari 3 detik. Apakah ini awal jatuh cinta ? Tentu saja insisden ini dianggap sepi oleh Pras. Fatamorgana, ilusi. Kami berpandangan karena sedang menafsirkan adegan dalam skenario setelah kami berdebat, kilah Pras kepada Yopi. Lagi pula aku kenal wajah Lena baru beberapa hari.
Namun hati kecilnya tak bisa ingkar bahwa dirinya memang sedang menimbang, sesungguhnya Lena ini cantik atau tidak. Kalau toh aku antar jemput Lena lantaran pertimbangan meringankannya. Dia tak punya motor. Kalo tiap kali latihan ke rumahku naik beca habis berapa ? Bukan meremehkan keluarga Lena namun rumahnya kecil dan sederhana. Perabotan rumahnya juga biasa. Tidak ada yang bisa dikagumi. Biasanya kalau lihat perabotan bagus, kita tergoda untuk menaksir harganya.
Opera selesai dan tak sukses meski saat pentas tak terdengar sorakan mengejek, malah tetap dapat tepuk tangan. Pras sadar temen-temannya segan. Mereka tahu Pras termasuk “kokoh”. Tokoh-tokoh kunci di sekolah dekat dengan Pras atau setidaknya beraliansi dengan kelompok Pras. Lena sebagai bintang utama tak banyak dibicarakan meski akting maupun vokalnya tidaklah jelek-jelek amat. Tapi Pras menuai pujian dari guru-guru. Bahkan Didik mengajaknya ikut grup teaternya.
Mungkin ada benar syair lagu dangdut, pandangan pertama. Terbukti Pras jadi kerap mengunjungi rumah Lena. Sampai hari-hari terakir masa SMA. Pras pernah ajak Lena kemping bersama “gengnya”. Tersenyum manis. Selalu begitu tanggapan Lena. Tidak menolak ataupun mengiyakan. Lena pendiam banget kalau di rumahnya. Beda kalo di sekolah. Suka bercanda baik sama teman-teman kelompoknya atau sama...Pras. Bahkan “lebih berani” bercandanya. Tetapi di rumahnya kok jadi seperi anak pingit. Pendiam. Sering menangapi omongan Pras dengan senyum. Pras sampai tahan nafas saat Lena tersenyum. Senyumnya begitu manis sampai bikin Pras gemes.
Hobi Pras lainnya olah raga. Bakat sih nol. Ga bisa main bola, voli, maupun basket. Renang ga bisa. Tapi Pras senang jaga kebugaran. Tak heran bila Pras serimg ke sekolah tiap sore. Kadang nimbrung latihan atletik. Lempar lembing, lempar cakram dan tolakpeluru. Tak jarang latih tanding lari 100 m.
Jumat itu pelajaran olah raga. Utamanya lari cepat dan dinilai. Karena sering menang Pras diadu dengan Candra, salah satu atlit lari sekolah yang kerap ikut kompetisi. Entah kenapa cewek-cewek gangnya Pras menyaksikan pertandingan itu dan lebih heran lagi mereka mengelilingi di belakang Pras. Tumben, pikir Pras. Guru OR diujung garis finis sana untuk meberi aba-aba sekaligus pegang stop watch. Pras dan Candra ambil posisi siap lari.
Entah siapa diantara cewek-cewek yang mulai, salah satu menyepak kaki Pras pelahanaki. Pras, kamu pacaran sama Lena ya ? Pras tersentak. Mau nengok ga mungkin. Ga tahu malu, kata cewek satunya. Apa ga ada teman-teman kita yang lebih cantik dari Lena ? Kata-kata ini menusuk perasaan Pras. Jelas mereka cantik manis. Memang kenapa Lena, tanya batin Pras. Kamu dikasih apa sama Lena ? Ah, kenapa sih mereka berkata kasar padaku. Hampir tiap pekan aku berkumpul dan bercanda sama mereka, tapi kok tega sama aku. Pras kesal. Guru OR beli aba-aba, “Lari” Pras dan Candra melesat. Dan aneh, Pras aku menang dengan kecepatan 10.9 detik.
Setiap Jumat sore Pras memang diminta guru OR untuk latihan atletic, tolak peluru. Begitu juga sore itu. Usai latihan atletik ia diminta grup lain untuk ikut voli, supaya genap pemainnya. Ia pun ikut meramaikan sampai permainan dihentikan karena Lidya datang untuk menemuinya.
Pras heran. Ngapain ke sekolah, bukan dia yang kuminta datang tapi Lena. Kok mau-2nya Lidya disuruh Lena ke sekolah untuk menyampaikan pesan, pikir Pras. Rumah Lena kan lebih dekat. Bisa jalan kaki. Rumah Lidya jauh, msaih satu RW denggan rumahku. Ia ke sekolah sore itu dengan beca.
Pras, Lena ga bisa ikut kemping.
Oke, ga apa-apa. Sudah aku tebak kok, tapi kenapa musti minta Lidya yang menyampaikan, bukan dia sendiri ? memang alasannya apa, ga boleh sama ortunya ? Memang aku tadi minta ketegasan tapi dia belum bisa jawab. Lalu kuminta dia ke sini sore ini.
Lidya hanya angkat bahu sambil tersenyum. Aku langsung pulang ya, Pras.
Lidya ke sekolah cuma sampaikan pesan itu saja? Lidya mengangguk lalu naik beca dan beca pun bergerak keluar dari sekolah, aku memperhatikan dari dekat lapangan voli. Tapi beca bergerak ke kiri, bukan ke kanan. Mau kemana ? aku tahu gangnya Linda ga ada yang rumahnya di sekitar jalan yang hendak dituju beca. Kecuali Lena. Segera aku lari ke pagar untuk menghentikan beca Linda.
Lidya mau ke rumah Lena ?
Beca berhenti dan Lidya mengangguk.
Aku antar yuk . Tapi Lidya menolak. Eh, kenapa ? Lidya diam. Aku antar kamu lalu aku drop di toko sebelah rumah Lena. Jadi dia tak tahu kan kalo aku antar Lidya.
Sudahlah Pras, biar aku naik beca aja. Kalo mau ke rumah Lena mau selesaikan urusan kalian, jangan ajak aku, oke Pras ? Pras diam. Pras ? nada suara Lidya agak memelas, dengan tatapan mata seakan memohon pengertian Pras . Akhirnya Pras menangguk. Dengan perasaan kecewa.
Penolakan Lena menyiratkan kendala besar yang merintangi hubungan mereka. Selama beberapa minggu hubungan keduanya tawar. Setelah libur semester hubungan mereka normal. Hanya saja sikap Lena tetap dingin di rumah tapi hangat di sekolah. Di semester akhir tidak semakin hangat, malah semakin tak jelas nasib hubungan mereka. Sekali tempo pernah Pras ke rumahnya dan pada suatu kesempatan ngobrol dengan pemilik toko tetangganya. Komentar bapak pemilik toko itu membuat Pras semakin mantap. Anak ini ..gini, kata bapak itu seraya mengacungkan jempol. Kecantikannya luar dalam. Dia rajin, santun dan ramah.
Ketika ngobrol lagi dengan Lena, Pras nekat ajak Lena menjutkan sekolah ke Yogya.
Kamu tahu, ga mungkin aku ke sana kan ?
Kenapa ? karena jauh ?
Seperti biasa kalau di rumahnya, Lena lebih suka mendengarkan Pras mengoceh.
Konco2 gengmu ada mau ke sana, aku pernah tanya mereka.
Ga ada , siapa?
Nina, Preti, Yeni, Yongki, Candra, Henri, kata Pras memberi contoh tapi Lena menggeleng kepala. Aku dekat sama Candra dan Henri, Len. Tapi Lena kelihata tak terkesan. Tetap tak tergoyahkan, emoh sekolah di Yogya.
Jadilah Pras melanjutkan sekolah di Yogya. Semester ke dua ia pulkam dan coba lagi merayu Lena supaya mau sekolah di Yogya.
Ga bisa, Pras. Ga ada biaya. Kamu tahu keadaan papa. Oke aku sekarang bekerja . Tapi mana cukup. Belum bagaimana ngomongnya sama papa.....
Kalo aku bantu cari uang di Yogya bagaimana ? Aku kabari kalo udah punya penghasilan, walau mungkin sedikit, Lena mau kan?
Tak berani janji Pras.......
Pras berpisah lagi setelah meninggalkan alamat kontrakan kepada Lena. Candra dan Henry pernah ke rumah, kata Pras sebelum pulang.

Jarum jam terus berjalan, waktu berlalu tanpa kepastian apakah Lena jadi atau tidak menyusul Prasaja. Episode ini pernah ia utarakan kepada sahabatnya, Kekayi.