Minggu, 21 Juli 2013

GODAAN CUACA PANAS

Boleh dibilang ini toserba (toko serba ada) terbesar di pinggiran ibukota. Toserba dibangun beberapa bulan lalu di lokasi dekat area perumahan mewah. Posisinya lebih dekat perumahan mewah daripada rumah perkampungan. Nyaris semua barang kebutuhan terpajang rapi di toko dua lantai itu – kecuali pakaian modis. Sembako, sabun-2, susu-2, barang pecah belah, sayur buah, mi, soft drink hingga minuman beralkohol kadar rendah, rokok, hingga mainan anak-2 tersedia di sana.
Jam 12 Siang itu matahari sedang leluasa memancar tanpa terhalang mendung. Panasnya sampai ubun-2, tantangan indah bagi yang berpuasa. Toserba ramai tiap siang karena suasana di sana dingin karena AC-nya bagus. Orang-2 pengin belanka atau tidak, yang penting bisa ngadem sejenak. Tapi biasanya mereka akhirnya belanja juga, kendati barang-2 murah semisal mi instant, sabun.
Siang itu mereka kena batunya. ACnya mogok, ogah menghembuskan nafas dinginnya. Namun mereka ogah keluar karena masih berharap AC kembali berfungsi. Beberpa kali beberapa orang mengintip dari dalam keadaan di luar. Terang-benderang oleh lampu matahari. Pucuk pohon kecil pun tak bergoyang sama sekali, tanda sepi dari tiupan angin. Betapa panasnya, betapa gersangnya. Gerah. Pepohonan masih balita semua, tapi masih belum meranggas karena dirawat dengan benar oleh tooserba grup, beda dengan tanaman pinggir jaan di luar komplek. Kering. Meranggas dan merana. Tiada keteduhan sedikit. Mereka yang di dalam toserba rata-2 kaya. Biasa manja. Aleman. Mereka kuatir kalau kena sinar matahari terlalu panas seperti siang itu kulit mereka gosong yang bisa cepat kisut, keriput akibat kekeringan dan tak lama lagi akan mengelupas.
Roi Sugeng dan Cyntia Rahayu adalah kakak adik usia 8 dan 5 tahun . klas 2 SDN dan TK nol kecil. Seperti anak-2 di luar komplek pada umumnya. Fisik mereka kecil, tidak bongsor maupun tinggi. Seperti kebanyakan anak-2 di luar komplek, seragam mereka licin tanda setrikaan tapi seperti tidak pernah pakai deterjen mutakhir untuk mencucinya sehingga warnanya tidak kinclong.
Cyntia maksa Roi untuk mengantarnya ke toserba sebentar saja, mumpung waktu belajar abangnya selesai lebih awal. Biasanya jam satu, dimajuin selesainya jam 10.30 selama ramadhan. Cyntia sendiri selesai waktu belajarnya jam 9.30. Karena tak dijemput, Cyntia harus menunggu abangnya untuk pulang bareng. Jalan kaki, hampir 1 kilo. Selama dua jam lebih Cyntia menunggu abangnya di halaman sekolah. Kadang masih ada temannya tapi biasanya temen-2nya dijemput tepat waktu karena mereka ditungguin emaknya. Kalau toh terlambat jemput, paling lama setengah jam. Dua jam Cyntia dipaksa utuk kreatrif supaya tidak jenuh sendirian.
Ke toserba jauh dik pulangnya, kata Roy.
Ga apa-2 mas, sekali ini, kata sang adik.
Entar kalau dimarahi mama, ga tahu lho, kata Roy menakut-nakuti.
Ga bakal marahin. Mama kan sayang sama Cyntia, mas saja yang ga sayang, kilah sang adik. Roy tak bisa berkata apapun selain membayangkan pulang pasti dia yang akan gendong adiknya. Toserba ke rumahnya lumayan jauh, mana panas terik begini.


Roy setuju ke toserba tetapi aku pengin main kelerang sebentar sama teman, tungguin mau ga, pintanya kepada Cyntia. Ya udah tapi bagi minum dong Bang, kata sang adik. Ya kan belum waktunya minum dik. Entar dzuhur baru boleh, kata sang Roi meski bingung darimana dapat minum, bekal minum adiknya habis. Dia dia ia sendiri tak pegang uang. Lima ratus sekalipun untuk beli aqua gelas.
Pengunjung toserba yang di lantai dua pada ngomel dan terpaksa turun lantaran gerah. Menejer toserba sudah menyiapkan 2 kipas di lamyai 2 dan 3 kipas angin di lantai satu. Mbak Ning protes serius kepada menejer. Jika tak disediakan kipas angin di mejanya lebih baik pulang ancamnya. Begitu kipas angin ditaruh di meja kasir yang tingginya sedada orang dewasa, barulah mbak Ning duduk diam tanpa gerutu di kasir dan orang-2 pun pada antri sambil menjinjing barang belanjaan.
Pengunjung paling cerewet adalah nyonya menor, yang tinggal dua blok dari toserba. Ia terkenal cerewet dan suka komplen. Baik di acara arisan bulanan maupun di organisasi wanita yang mengelola koperasi di perusahaan suaminya.
Dandanan wanita paruh baya yang gemuk ini selalu spektakuler. Modelnya eksotik dng motif kain yang warna warni. Entah meniru mode darimana, roknya merupakan rangkain kain berlapis-lapis. Orang heran bukan lantaran modelnya melainkan “apa enggak gerah”. Tetapi kaum pengkritik lupa bahwa wanita endel ini berasal dari spesies manusia kaya. Kemanapun tujuannya tentukan selalu didampingi mesin pendingin. Rumah dan mobil full AC. Tempat yang dituju tentu gedung yang berAC. Apes baginya siang itu. AC toserba mati sejak 5 menit lalu. Mana barang yang musti dibeli banyak dan ditungguin koperasi kantor suaminya.
Kini ia terjebak situasi tidak enak. Mau ganti toko lain sudah kelamaan di situ, bagaimana kata ibu-ibu pejabat nanti kalau mereka harus menunggu lebih lama lagi. Cuma gerutu yang bisa ia lakukan sekarang, Ia sudah capai teriak-2 kepada pegawai toserba agar segera “mendinginkan” rauangan. Bagaimana kek caranya, pakai wayer (kipas angin) kan bisa. Jangan bilang tidak ada ya, semua tahu kalian jualan wayer berbagai model. Pelanggan segini banyak apa kalian mau telantarkan semua ?
Nyonya menor sedang antri di depan kasir, menunggu mbak Ning selesai mentotal jumlah nilai barag yang dibelinya. Secara manual karena PC nya ikut ngadat gara-2 tak kuat panas. Kipas angin kecil di dalam PC tak mampu mendinginkan hardwarenya sehingga otomatis mati. Mengkalkulasi nilai barang yang begitu banyak secara manual dalam suasana gerah jelas menyebabkan mbak Ning mulai pusing. Mana nyonya menor masih saja ceriwis. Kipas angin duduk yang berada dekat dirinya tak banyak membantu. Awalnya kepas angin ia set menghadap ke arah dirinya. Namun berhubung nyonya menor protes mengapa wayernya tidak disetel kipasnya bergerak, bukan statis. Kan bukan samepan tok yang gerah sus, protesnya. Aku pelanggan setia lho mbak, tambahnya. Maka mode kipas angin disetel bergerak oleh mbak Ning, maka kepala kipas angin pun bergerak memutar sehingga arus angin ikut berkeliling naik-turun. Termasuk mengenai dada nyonya menor dan kepala Roy Sugeng. Karena masih kecil, tinggi Roi pas setinggi meja kasir.
Di dekat nyonya menor, Roi yang menjaga adiknya, Cyntia, yang berdiri di depan lemari kaca mainan anak-anak. Ia tengah menikmati apa yang diinginkannya sejak kemarin: melihat boneka puteri tidur yang memang indah. Roi Sugeng yang berdiri di antara nyonya menor dan Cyntia hanya mengawasi adiknya saja. Karena antrian di kasir panjang dan banyak pengunjung masih saja ngedumel, Roy tak konsen mengamati adiknya, sekali- kali ia tengok ke arah orang yag berteriak kesal karena urusan nyonya menor tak kunjung kelar.
Sabar mas, sebentar lagi kelar kok,tinggal bayar. sahut mbak Ning.
Nyonya menor mengambil segepok uang yang telah disiapkannya. Pertama satu bundel pecahan 100 ribu, dan dipeganggnya dengan tangan kiri lalu tangan kanannya menarik selembar seratus ribu dan langsung ia taruh di atas meja kasir , yang segera ia timpa dengan satu bundel satu juta tadi.
Satu juta tujuh puluh delapan ribu, kata kasir Ning sambil menyodorkan slip rincian tulisan tangannya.
Yah, perkiraan saya benar kan, wong tadi sudah aku itung kok, kata nyonya menor dengan lagak endel. Nih mbak Ning satu juta, katanya sambil hendak menyerahkan seikat satu juta tadi, tapi ga jadi diserahkannya karena ia tak melihat selembar uangnya yang di bawah satu bendel, pecahan seratus ribu. Lhoh mana uangku ? serunya.
Tadi uang yang seratus ribu sudah mbak ambil ya ? Ning membantahnya.Tadi aku taruh di atas meja sini, di depanku mbaak !
Ya, tapi saya tidak mengambil uang Ibu.
Ini bulan puasa lho mbak, ga boleh bohong, kata nyonya menor.
Ning sewot. Sumpah demi Tuhan, saya tidak mengambilnya.
Lalu siapa yang mengambil uangku kalau gitu ? di sini cuma aku dan mbak, di depanku, siapa lagi ? Memang ada tuyul ?
Ibu jangan nuduh sembarangan gitu, tukas Ning dengan suara lebih keras. Menejer toko datang.
Nyonya menor juga bingung, ia pun tengak-tengok,....dan tiba-tiba sudut mata melihat Roi memegang selembar uang pecahan seratus ribu.
Nah, udah ketemu, udah ketemu malingnya yang ambil duit, seru nyonya menor.
Pernyataan nyonya menor jelas menarik perhatian orang-2. Mereka lebih memperhatikan dan lebih mendekat nyonya menor. Malingnya ketahuan, ya ini tuyul cilik ini, seru nyonya menor sambil menuding Roi yang tengah memegang uang seratus ribu.
Menejer ! bagaimana ini ? kok bisa tuyul bebas berkeliaran di toko besar yang berwibawa begini ?
Menejer toko masih muda, kurang dari 30-an. Ia bingung juga bagaimana bersikap. Ia menghampiri Roi. Bener adik yang ambil uang ? tanya menejer toko.
Roi diam saja selain memandang menejer, dengan tatapan minta dikasihani. Ia tidak menggeleng atau mengangguk.
Ngaku sajalah bocah ! kata nyonya menor, ini puasa lho. Tidak boleh bohong, apa lagi nyuri.
Pria yang antri di belakang nyonya menor menimpali. Kalo bukan kamu siapa lagi. Adikmu itu ? dia adikmu kan ?
Roi seketika menjawab. Bukan , bukan dia yang nyuri.
Orang-2 berkerumun menyaksikan “maling ketangkap”
Wanita muda menyahut, Lhah di dekat uang cuma empat orang. Kasir, ibu ini, kamu dan adikmu, kasir dan ibu ini tidak ambil adikmu kamu bilang bukan, berarti kamu dong yang ambil ??
Seorang ibu bermuka teduh iba melihat anak lelaki ini seperti dkeroyok. Rumahmu dimana dik ? Roi menengok sebentar lalu menunjuk ke arah tertentu. Kampung di atas sana? Roi mengangguk. Ibumu tahu kalau kamu dan adikmu pergi ke sini ? roi diam sebentar lalu memberi tanggapan tidak tegas. Semula mengangguk lalu geleng kepala. Kalian berdua ke sini diantar? Anya ibu itu. Roi menggeleng. Naik apa? Roi diam. Jalan kaki ? Roi mengangguk. Ibu itu cuma bisa menghela nafas panjang.
Satpam Kalabendana muncul setelah menyibak kerumunan. Perawakanya tinggi besar. Tetap gagah kendati usianya hampir enampuluhan. Melihat wajahnya, Pak Kala, tipe petugas yang tegas tapi penyabar. Ia hendak ambil alih situasi tapi orang-2 masih pingin memuntahkan uneg-2.
Jelas dia bohong, tandas nyonya menor. Mana mungkin ibunya mengijinkan anaknya ke tempat yang jauh. Kampung atas jauh dari sini. Panas-2 begini, bawa adiknya lagi. Jelas bohong.
Orang-2 riuh rendah menaggapinya.
Dengar bapak ibu, coba pikir, kata nyonya menor. Kalau toh anak ini tidak bohong, orang tua macam apa yang tega membiarkan anak-2 nya yang masih precil ini keliaran sampai sejauh ini.
Orang-2 mulai terpengaruh.
Perhatikan pakaian seragam mereka, khusunya si maling kecil ini, kata seseorag di belakang kerumunan. Pak Kala tak bisa mengenali orangnya karena terhalang pengunjung lainnya. Baju putihnya memang putih, seragam, kata orang itu. Tapi lihat, betapa kumuhnya anak ini. Sana-sini bercak kotor tanah. Rupanya ia habis main di kebon terus membersihkan tangannya dengan baju yang dipakai. Emang dia pakai bahan gombal apa ? (sebagian tertawa)
Maksud saya, tambah orang tadi, kekumuhan baju menunjukkan asal lingkungannya. Jelas dia hidup terbiasa serba kekurangn atau pas-2an. Jadi wajar kan kalau dia mencuri.
Seorang laki-2 bermuka kasar karena dibiarkan kumis dan jenggotnya tumbuh liar sehingg kesannya berangasan berseru. Akui saja tong, daripada nanti jadi tak karuan ? kamu ambilkan ??
Bibirnya bergetar. Demikian juga seluruh tubuhnya gemetar. Akhirnya ia mengangguk pasrah.
Orang-2 serentak bersuara, Naaa.... salah seorang celometan, serahkan polisi saja. Orang-2 sebagian berseru setuju.
Pak Kala tampil ke depan sambil mengangkat ke dua tangan, menyuruh orang-2 diam.
Sabar.sabar. sabar bapak ibu....sabar, imbau Pak Kala.
Sampean siapa sih ? celutuk laki-2 yang tak kelihatan tampangnya.
Kepala satpam MnB grup ini, yang membawahi segenap satpam di toserba-2 se – Jabodetabek, jawab pak Kala yang disambut teriakan melecehkan. Huuu....
Saya pensiunan polisi,......
Huuu..... , orang-2 menyorakin lagi.
Saya pensiunan tetapi masih aktif dan boleh menggunakan serana kepolisian untuk tujuan keamanan !
Huu.., dua tiga mulut masih celometan.
Saya masih dibekali ini, serunya tegas seraya mengancungkan pistol FN.
Dan ada pelurunya, bukan pistol kosong, tambahnya sambil mengeluarkan pelurunya, menunjukkan peluru kepada orang-2 lalu mengisinya kembali. Dan, diberi wewenang untuk menggunakannya, katanya datar,
Pengunjung bungkam.
Sekarang boleh saya bertanya....., kata Pak Kala lalu diam sebentar agar orang-2 lebih fokus pada dirinya. Hawa panas di dalam toserba kian tinggi, terutama di depan kasir. Karena orang-2 , hampir semua pengunjung toko, berkonsentrasi di situ. Gerah bertambah, oksigen berkurang karena dihisap orang-2. Entah mana yang lebih dulu dominan penyebabnya : gerah atau emosi. Gerah menyebabkan temperamen naik dan atau temperamen menyebabkan makin gerah?
Bapak ibu berasal dari mana ? ....dari komplek sini kan ? Betul ?
Banyak bapak ibu bekerja atau bisnis di perusahaan besar sehingga dengan gaji besar bisa beli rumah di sini. Untuk ke sana, jadi karyawan atau pengusaha besar, dibutuhkan keahlian yang tidak main-2 dan itu butuhkan pendidikan yang luar biasa. Artinya, bapak ibu berasal dari kalangan pendidikan. Betul ?
Sekarang coba tengok rumah-2 di kampung-2 sebelum masuk kompek ini, dimana bocah ini tinggal, apakah orangtua bocah ini sama atau setara dengan pendidikan bapak ibu ? di seberang sana banyak lingkungan yang kerap bapak ibu malas melihatnya karena apa istilah dari bapak tadi ?....kumuh ?
Poin bapak apa? Buruan pidatonya, gerah ini, seseorang celometan.
Baik, cuma sekedar mengingatkan kita semua. Saya mengimbau, bersikaplah sebagai orang yang berpendidikan, sesuai dari lingkungan mana bapak ibu berasal.
Maksut bapak apa ? tanya seorang ibu.
Taati asas praduga tak bersalah ! jangan gampang menghakimi seseorang
Hooo....
Lha wong sudah jelas kok Pak, sampean itu gimana c ? seru pengunjung di belakang.
Iya kalau sangkaan anda benar, kalo tidak ? apa kalian mau memberi ganti rugi kepada bocah ini karena kehormatan bocah ini telah kalian coreng. Mereka belum berhak mendapat perlakuan seperti itu karena masih anak-2 ?
Pengunjung diam.
Pak Kala melakukan penyidikan sederhana.
Ibu tahu, maksud saya, melihat sendiri bosah ini mengambil uang ibu ?
Lho dia memegang uang saya kok, itu jelas.
Jawab pertanyaan saya saja. Ibu melihat anak ini mengambil uang ?
Melihat sih tidak tap...
Ya sudah. Berarti ibu tidak melihat. Ibu melihat gerakan anak ini , anak ini bergerak misalnya
Kayaknyasih iya....
Ini ramadhan bu,...ibu puasa kan ? ibu melihat sendiri anak ini bergerak atau imajenasi ibu...
Emm anu sih....
Baik, ibu tidak melihat anak ini bergerak. Ning melihat anak ini mengambil uang.
Kasir Ning menggeleng kepala.
Kok bisa tak melihat, posisi kamu kan lebih tinggi. Jadi mudah untuk melihat.
Saya harus serius menghitung pak, ga sempat tengok kiri kanan.
Kala menghadap kerumun lalu bersuara lantang, Ada bapak atau ibu yang melihat anak ini mengambil uang di meja kasir ?
Sebagian menggeleng, sisanya diam.
Pak Kala menyuruh pegawai toko mengambil snack coklat paling enak, kemudian beralih kepada nonya menor untuk bertanya. Ibu menaruh uang dimana? Tanya kepala satpam menunjuk bagian atas meja kasir, Disini? Oh, agak di sini, dekat monitor ya?
Lalu Pak Kala memamerkan snack coklat kapada Roi. Kamu tahu ini apa ?
Coklat mede Pak.
Mau ?
Roi tersenyum untuk pertama kalinya. Puasa pak.
Maksudku buat nanti setelah bedug azan.
Roi mengangguk.
Kala meletakkan coklat di posisi sesuai yang dibenarkan nyonya menor dimana ia menaruh uangnya. Benar di sini ya bu, ibu menaruh uang seratus ribu itu ?
Nyonya menor mengangguk.
Cyntia menarik baju Roi. Aa, ayo pulang,....uda siang banget ini....aku lapar aa, keluh sang adik.
Sebentar adik manis, Bapak pinjam aa-mu bentar aja, bujuk Pak Kala.Cyntia lalu diam tapi masih menarik-narik baju Roi.
Pak Kala minta Roi mengambil coklat di atas meja kasir itu. Roi memandang Kala . Ia ragu-2 untuk mengambilnya. Tapi ia jinjit untuk memastika posisi coklat mede. Ambil, ambil saja Roi. ....Ga papa,,,ambil. Roi ragu-2. Ambil Roi,...kalo Roi bisa mengambilnya, coklat itu buat adikmu, Kan tadi dia blang lapar, ujar pak Kala.
Meski agak ragu-2 Roi maju melangkah, mendekati meja kasir. Ia coba meraihnya dengan tangan tapi tak sampai. Ia coba lagi menggapai-gapai tangannya agar menyentuh coklat. Ia sendiri tak bisa melihat coklat karena badannya kurang tinggi. Kurang dikit lagi.
Pak Kala mengambil coklat lalu menghadap ke arah orang-2 lalu berkata bahwa bocah ini tak bisa mengambil coklat karena ia kurang tinggi.
Tapi faktanya ia memegang uang itu pak, ujar seorang pengunjung.
Pak Kala garuk-2 kepala. Ia minta nyonya menor mengulang kejadian tadi, mulai dari awal ia menaruh semua uangnya. Pak Kala minta Roi berada di posisi saat ia pegang uang seratus ribu.
Pertama nyonya menor ambil segepok ikatan uang sejuta lalu dipegangnya dengan tangan kiri, lalu mengambil lagi selembar uang pecahan seratusribu dan diletatkannya di tempat seperti tadi. Selembar uang seratus ribu ia tindih dengan segepok uang sejuta. Nyonya menor diam sebentar lantas ia pungut segepok satu juta dulu untuk diberikan kepada kasir Ning. Seikat uang sejuta ia angkat dan angin wayer pas berhembus ke arah lokasi uang, maka terbanglah selembar uang pecahan seratusi itu tertiup oleh angin dari wayer.
Selembar uang pacahan seratus ribu itu melayang-layang lebih dulu sebelum jatuh di dekat kaki Cintya. Spontan ia pungut selembar uang itu lalu langsung ia berikan kepada abangnya, Roi. Roi menerimanya dan menengok ke arah Pak Kala.
Ooo, begitu kejadiannya, kata orang-2 serempak lalu geleng-2 kepala. Satu demi satu mereka meninggalkan tempat itu.
Nyonya menor jadi kikuk, merasa bersalah kapada anak ini. Ia membungkuk untuk menyalami Roi lalu nge sun pipinya, juga pipi Cyntya. Maaf ibu, ya nak, katanya sambil mengusap matanya dengan sapu tangan. Uang seratus ribu ia selipkan ke dalam genggaman Roi. Roi hanya bisa diam dan termangu.
Kerumunan bubar. Setan bisa menyelinap dan menyaru jadi panas dan merasuki siapapun.
Mengapa Roi tidak terus terang saja bahwa bukan kamu yang mengambil tetapi adikmua yang memungutnya ? tanya Pak Kala.
Roi sayang sama adik, aku tak mau adik kena marah orang-orang nanti....., katanya dan tak kuasa lagi ia menahan air matanya.

Pak Kala memeluknya. Sudah, sudah, anak laki-2 ga boleh menangis. Ayo bapak antar pulang.....

Tidak ada komentar:

Posting Komentar