Boleh dibilang ini
toserba (toko serba ada) terbesar di pinggiran ibukota. Toserba
dibangun beberapa bulan lalu di lokasi dekat area perumahan mewah.
Posisinya lebih dekat perumahan mewah daripada rumah perkampungan.
Nyaris semua barang kebutuhan terpajang rapi di toko dua lantai itu –
kecuali pakaian modis. Sembako, sabun-2, susu-2, barang pecah belah,
sayur buah, mi, soft drink hingga minuman beralkohol kadar rendah,
rokok, hingga mainan anak-2 tersedia di sana.
Jam 12 Siang itu
matahari sedang leluasa memancar tanpa terhalang mendung. Panasnya
sampai ubun-2, tantangan indah bagi yang berpuasa. Toserba ramai tiap
siang karena suasana di sana dingin karena AC-nya bagus. Orang-2
pengin belanka atau tidak, yang penting bisa ngadem sejenak. Tapi
biasanya mereka akhirnya belanja juga, kendati barang-2 murah semisal
mi instant, sabun.
Siang itu mereka kena
batunya. ACnya mogok, ogah menghembuskan nafas dinginnya. Namun
mereka ogah keluar karena masih berharap AC kembali berfungsi.
Beberpa kali beberapa orang mengintip dari dalam keadaan di luar.
Terang-benderang oleh lampu matahari. Pucuk pohon kecil pun tak
bergoyang sama sekali, tanda sepi dari tiupan angin. Betapa panasnya,
betapa gersangnya. Gerah. Pepohonan masih balita semua, tapi masih
belum meranggas karena dirawat dengan benar oleh tooserba grup, beda
dengan tanaman pinggir jaan di luar komplek. Kering. Meranggas dan
merana. Tiada keteduhan sedikit. Mereka yang di dalam toserba rata-2
kaya. Biasa manja. Aleman. Mereka kuatir kalau kena sinar matahari
terlalu panas seperti siang itu kulit mereka gosong yang bisa cepat
kisut, keriput akibat kekeringan dan tak lama lagi akan mengelupas.
Roi Sugeng dan Cyntia
Rahayu adalah kakak adik usia 8 dan 5 tahun . klas 2 SDN dan TK nol
kecil. Seperti anak-2 di luar komplek pada umumnya. Fisik mereka
kecil, tidak bongsor maupun tinggi. Seperti kebanyakan anak-2 di luar
komplek, seragam mereka licin tanda setrikaan tapi seperti tidak
pernah pakai deterjen mutakhir untuk mencucinya sehingga warnanya
tidak kinclong.
Cyntia maksa Roi untuk
mengantarnya ke toserba sebentar saja, mumpung waktu belajar abangnya
selesai lebih awal. Biasanya jam satu, dimajuin selesainya jam 10.30
selama ramadhan. Cyntia sendiri selesai waktu belajarnya jam 9.30.
Karena tak dijemput, Cyntia harus menunggu abangnya untuk pulang
bareng. Jalan kaki, hampir 1 kilo. Selama dua jam lebih Cyntia
menunggu abangnya di halaman sekolah. Kadang masih ada temannya tapi
biasanya temen-2nya dijemput tepat waktu karena mereka ditungguin
emaknya. Kalau toh terlambat jemput, paling lama setengah jam. Dua
jam Cyntia dipaksa utuk kreatrif supaya tidak jenuh sendirian.
Ke toserba jauh dik
pulangnya, kata Roy.
Ga apa-2 mas, sekali
ini, kata sang adik.
Entar kalau dimarahi
mama, ga tahu lho, kata Roy menakut-nakuti.
Ga bakal marahin. Mama
kan sayang sama Cyntia, mas saja yang ga sayang, kilah sang adik. Roy
tak bisa berkata apapun selain membayangkan pulang pasti dia yang
akan gendong adiknya. Toserba ke rumahnya lumayan jauh, mana panas
terik begini.
Roy setuju ke toserba
tetapi aku pengin main kelerang sebentar sama teman, tungguin mau ga,
pintanya kepada Cyntia. Ya udah tapi bagi minum dong Bang, kata sang
adik. Ya kan belum waktunya minum dik. Entar dzuhur baru boleh, kata
sang Roi meski bingung darimana dapat minum, bekal minum adiknya
habis. Dia dia ia sendiri tak pegang uang. Lima ratus sekalipun
untuk beli aqua gelas.
Pengunjung toserba
yang di lantai dua pada ngomel dan terpaksa turun lantaran gerah.
Menejer toserba sudah menyiapkan 2 kipas di lamyai 2 dan 3 kipas
angin di lantai satu. Mbak Ning protes serius kepada menejer. Jika
tak disediakan kipas angin di mejanya lebih baik pulang ancamnya.
Begitu kipas angin ditaruh di meja kasir yang tingginya sedada orang
dewasa, barulah mbak Ning duduk diam tanpa gerutu di kasir dan
orang-2 pun pada antri sambil menjinjing barang belanjaan.
Pengunjung paling
cerewet adalah nyonya menor, yang tinggal dua blok dari toserba. Ia
terkenal cerewet dan suka komplen. Baik di acara arisan bulanan
maupun di organisasi wanita yang mengelola koperasi di perusahaan
suaminya.
Dandanan wanita paruh
baya yang gemuk ini selalu spektakuler. Modelnya eksotik dng motif
kain yang warna warni. Entah meniru mode darimana, roknya merupakan
rangkain kain berlapis-lapis. Orang heran bukan lantaran modelnya
melainkan “apa enggak gerah”. Tetapi kaum pengkritik lupa bahwa
wanita endel ini berasal dari spesies manusia kaya. Kemanapun
tujuannya tentukan selalu didampingi mesin pendingin. Rumah dan mobil
full AC. Tempat yang dituju tentu gedung yang berAC. Apes baginya
siang itu. AC toserba mati sejak 5 menit lalu. Mana barang yang musti
dibeli banyak dan ditungguin koperasi kantor suaminya.
Kini ia terjebak
situasi tidak enak. Mau ganti toko lain sudah kelamaan di situ,
bagaimana kata ibu-ibu pejabat nanti kalau mereka harus menunggu
lebih lama lagi. Cuma gerutu yang bisa ia lakukan sekarang, Ia sudah
capai teriak-2 kepada pegawai toserba agar segera “mendinginkan”
rauangan. Bagaimana kek caranya, pakai wayer (kipas angin) kan bisa.
Jangan bilang tidak ada ya, semua tahu kalian jualan wayer berbagai
model. Pelanggan segini banyak apa kalian mau telantarkan semua ?
Nyonya menor sedang
antri di depan kasir, menunggu mbak Ning selesai mentotal jumlah
nilai barag yang dibelinya. Secara manual karena PC nya ikut ngadat
gara-2 tak kuat panas. Kipas angin kecil di dalam PC tak mampu
mendinginkan hardwarenya sehingga otomatis mati. Mengkalkulasi nilai
barang yang begitu banyak secara manual dalam suasana gerah jelas
menyebabkan mbak Ning mulai pusing. Mana nyonya menor masih saja
ceriwis. Kipas angin duduk yang berada dekat dirinya tak banyak
membantu. Awalnya kepas angin ia set menghadap ke arah dirinya. Namun
berhubung nyonya menor protes mengapa wayernya tidak disetel kipasnya
bergerak, bukan statis. Kan bukan samepan tok yang gerah sus,
protesnya. Aku pelanggan setia lho mbak, tambahnya. Maka mode kipas
angin disetel bergerak oleh mbak Ning, maka kepala kipas angin pun
bergerak memutar sehingga arus angin ikut berkeliling naik-turun.
Termasuk mengenai dada nyonya menor dan kepala Roy Sugeng. Karena
masih kecil, tinggi Roi pas setinggi meja kasir.
Di dekat nyonya menor,
Roi yang menjaga adiknya, Cyntia, yang berdiri di depan lemari kaca
mainan anak-anak. Ia tengah menikmati apa yang diinginkannya sejak
kemarin: melihat boneka puteri tidur yang memang indah. Roi Sugeng
yang berdiri di antara nyonya menor dan Cyntia hanya mengawasi
adiknya saja. Karena antrian di kasir panjang dan banyak pengunjung
masih saja ngedumel, Roy tak konsen mengamati adiknya, sekali- kali
ia tengok ke arah orang yag berteriak kesal karena urusan nyonya
menor tak kunjung kelar.
Sabar mas, sebentar
lagi kelar kok,tinggal bayar. sahut mbak Ning.
Nyonya menor mengambil
segepok uang yang telah disiapkannya. Pertama satu bundel pecahan 100
ribu, dan dipeganggnya dengan tangan kiri lalu tangan kanannya
menarik selembar seratus ribu dan langsung ia taruh di atas meja
kasir , yang segera ia timpa dengan satu bundel satu juta tadi.
Satu juta tujuh puluh
delapan ribu, kata kasir Ning sambil menyodorkan slip rincian tulisan
tangannya.
Yah, perkiraan saya
benar kan, wong tadi sudah aku itung kok, kata nyonya menor dengan
lagak endel. Nih mbak Ning satu juta, katanya sambil hendak
menyerahkan seikat satu juta tadi, tapi ga jadi diserahkannya karena
ia tak melihat selembar uangnya yang di bawah satu bendel, pecahan
seratus ribu. Lhoh mana uangku ? serunya.
Tadi uang yang seratus
ribu sudah mbak ambil ya ? Ning membantahnya.Tadi aku taruh di atas
meja sini, di depanku mbaak !
Ya, tapi saya tidak
mengambil uang Ibu.
Ini bulan puasa lho
mbak, ga boleh bohong, kata nyonya menor.
Ning sewot. Sumpah
demi Tuhan, saya tidak mengambilnya.
Lalu siapa yang
mengambil uangku kalau gitu ? di sini cuma aku dan mbak, di depanku,
siapa lagi ? Memang ada tuyul ?
Ibu jangan nuduh
sembarangan gitu, tukas Ning dengan suara lebih keras. Menejer toko
datang.
Nyonya menor juga
bingung, ia pun tengak-tengok,....dan tiba-tiba sudut mata melihat
Roi memegang selembar uang pecahan seratus ribu.
Nah, udah ketemu, udah
ketemu malingnya yang ambil duit, seru nyonya menor.
Pernyataan nyonya
menor jelas menarik perhatian orang-2. Mereka lebih memperhatikan dan
lebih mendekat nyonya menor. Malingnya ketahuan, ya ini tuyul cilik
ini, seru nyonya menor sambil menuding Roi yang tengah memegang uang
seratus ribu.
Menejer ! bagaimana
ini ? kok bisa tuyul bebas berkeliaran di toko besar yang berwibawa
begini ?
Menejer toko masih
muda, kurang dari 30-an. Ia bingung juga bagaimana bersikap. Ia
menghampiri Roi. Bener adik yang ambil uang ? tanya menejer toko.
Roi diam saja selain
memandang menejer, dengan tatapan minta dikasihani. Ia tidak
menggeleng atau mengangguk.
Ngaku sajalah bocah !
kata nyonya menor, ini puasa lho. Tidak boleh bohong, apa lagi nyuri.
Pria yang antri di
belakang nyonya menor menimpali. Kalo bukan kamu siapa lagi. Adikmu
itu ? dia adikmu kan ?
Roi seketika menjawab.
Bukan , bukan dia yang nyuri.
Orang-2 berkerumun
menyaksikan “maling ketangkap”
Wanita muda menyahut,
Lhah di dekat uang cuma empat orang. Kasir, ibu ini, kamu dan adikmu,
kasir dan ibu ini tidak ambil adikmu kamu bilang bukan, berarti kamu
dong yang ambil ??
Seorang ibu bermuka
teduh iba melihat anak lelaki ini seperti dkeroyok. Rumahmu dimana
dik ? Roi menengok sebentar lalu menunjuk ke arah tertentu. Kampung
di atas sana? Roi mengangguk. Ibumu tahu kalau kamu dan adikmu pergi
ke sini ? roi diam sebentar lalu memberi tanggapan tidak tegas.
Semula mengangguk lalu geleng kepala. Kalian berdua ke sini diantar?
Anya ibu itu. Roi menggeleng. Naik apa? Roi diam. Jalan kaki ? Roi
mengangguk. Ibu itu cuma bisa menghela nafas panjang.
Satpam Kalabendana
muncul setelah menyibak kerumunan. Perawakanya tinggi besar. Tetap
gagah kendati usianya hampir enampuluhan. Melihat wajahnya, Pak Kala,
tipe petugas yang tegas tapi penyabar. Ia hendak ambil alih situasi
tapi orang-2 masih pingin memuntahkan uneg-2.
Jelas dia bohong,
tandas nyonya menor. Mana mungkin ibunya mengijinkan anaknya ke
tempat yang jauh. Kampung atas jauh dari sini. Panas-2 begini, bawa
adiknya lagi. Jelas bohong.
Orang-2 riuh rendah
menaggapinya.
Dengar bapak ibu, coba
pikir, kata nyonya menor. Kalau toh anak ini tidak bohong, orang tua
macam apa yang tega membiarkan anak-2 nya yang masih precil ini
keliaran sampai sejauh ini.
Orang-2 mulai
terpengaruh.
Perhatikan pakaian
seragam mereka, khusunya si maling kecil ini, kata seseorag di
belakang kerumunan. Pak Kala tak bisa mengenali orangnya karena
terhalang pengunjung lainnya. Baju putihnya memang putih, seragam,
kata orang itu. Tapi lihat, betapa kumuhnya anak ini. Sana-sini
bercak kotor tanah. Rupanya ia habis main di kebon terus membersihkan
tangannya dengan baju yang dipakai. Emang dia pakai bahan gombal apa
? (sebagian tertawa)
Maksud saya, tambah
orang tadi, kekumuhan baju menunjukkan asal lingkungannya. Jelas dia
hidup terbiasa serba kekurangn atau pas-2an. Jadi wajar kan kalau dia
mencuri.
Seorang laki-2 bermuka
kasar karena dibiarkan kumis dan jenggotnya tumbuh liar sehingg
kesannya berangasan berseru. Akui saja tong, daripada nanti jadi tak
karuan ? kamu ambilkan ??
Bibirnya bergetar.
Demikian juga seluruh tubuhnya gemetar. Akhirnya ia mengangguk
pasrah.
Orang-2 serentak
bersuara, Naaa.... salah seorang celometan, serahkan polisi saja.
Orang-2 sebagian berseru setuju.
Pak Kala tampil ke
depan sambil mengangkat ke dua tangan, menyuruh orang-2 diam.
Sabar.sabar. sabar
bapak ibu....sabar, imbau Pak Kala.
Sampean siapa sih ?
celutuk laki-2 yang tak kelihatan tampangnya.
Kepala satpam MnB grup
ini, yang membawahi segenap satpam di toserba-2 se – Jabodetabek,
jawab pak Kala yang disambut teriakan melecehkan. Huuu....
Saya pensiunan
polisi,......
Huuu..... , orang-2
menyorakin lagi.
Saya pensiunan tetapi
masih aktif dan boleh menggunakan serana kepolisian untuk tujuan
keamanan !
Huu.., dua tiga mulut
masih celometan.
Saya masih dibekali
ini, serunya tegas seraya mengancungkan pistol FN.
Dan ada pelurunya,
bukan pistol kosong, tambahnya sambil mengeluarkan pelurunya,
menunjukkan peluru kepada orang-2 lalu mengisinya kembali. Dan,
diberi wewenang untuk menggunakannya, katanya datar,
Pengunjung bungkam.
Sekarang boleh saya
bertanya....., kata Pak Kala lalu diam sebentar agar orang-2 lebih
fokus pada dirinya. Hawa panas di dalam toserba kian tinggi,
terutama di depan kasir. Karena orang-2 , hampir semua pengunjung
toko, berkonsentrasi di situ. Gerah bertambah, oksigen berkurang
karena dihisap orang-2. Entah mana yang lebih dulu dominan
penyebabnya : gerah atau emosi. Gerah menyebabkan temperamen naik dan
atau temperamen menyebabkan makin gerah?
Bapak ibu berasal dari
mana ? ....dari komplek sini kan ? Betul ?
Banyak bapak ibu
bekerja atau bisnis di perusahaan besar sehingga dengan gaji besar
bisa beli rumah di sini. Untuk ke sana, jadi karyawan atau pengusaha
besar, dibutuhkan keahlian yang tidak main-2 dan itu butuhkan
pendidikan yang luar biasa. Artinya, bapak ibu berasal dari kalangan
pendidikan. Betul ?
Sekarang coba tengok
rumah-2 di kampung-2 sebelum masuk kompek ini, dimana bocah ini
tinggal, apakah orangtua bocah ini sama atau setara dengan pendidikan
bapak ibu ? di seberang sana banyak lingkungan yang kerap bapak ibu
malas melihatnya karena apa istilah dari bapak tadi ?....kumuh ?
Poin bapak apa? Buruan
pidatonya, gerah ini, seseorang celometan.
Baik, cuma sekedar
mengingatkan kita semua. Saya mengimbau, bersikaplah sebagai orang
yang berpendidikan, sesuai dari lingkungan mana bapak ibu berasal.
Maksut bapak apa ?
tanya seorang ibu.
Taati asas praduga tak
bersalah ! jangan gampang menghakimi seseorang
Hooo....
Lha wong sudah jelas
kok Pak, sampean itu gimana c ? seru pengunjung di belakang.
Iya kalau sangkaan
anda benar, kalo tidak ? apa kalian mau memberi ganti rugi kepada
bocah ini karena kehormatan bocah ini telah kalian coreng. Mereka
belum berhak mendapat perlakuan seperti itu karena masih anak-2 ?
Pengunjung diam.
Pak Kala melakukan
penyidikan sederhana.
Ibu tahu, maksud saya,
melihat sendiri bosah ini mengambil uang ibu ?
Lho dia memegang uang
saya kok, itu jelas.
Jawab pertanyaan saya
saja. Ibu melihat anak ini mengambil uang ?
Melihat sih tidak
tap...
Ya sudah. Berarti ibu
tidak melihat. Ibu melihat gerakan anak ini , anak ini bergerak
misalnya
Kayaknyasih iya....
Ini ramadhan bu,...ibu
puasa kan ? ibu melihat sendiri anak ini bergerak atau imajenasi
ibu...
Emm anu sih....
Baik, ibu tidak
melihat anak ini bergerak. Ning melihat anak ini mengambil uang.
Kasir Ning menggeleng
kepala.
Kok bisa tak melihat,
posisi kamu kan lebih tinggi. Jadi mudah untuk melihat.
Saya harus serius
menghitung pak, ga sempat tengok kiri kanan.
Kala menghadap kerumun
lalu bersuara lantang, Ada bapak atau ibu yang melihat anak ini
mengambil uang di meja kasir ?
Sebagian menggeleng,
sisanya diam.
Pak Kala menyuruh
pegawai toko mengambil snack coklat paling enak, kemudian beralih
kepada nonya menor untuk bertanya. Ibu menaruh uang dimana? Tanya
kepala satpam menunjuk bagian atas meja kasir, Disini? Oh, agak di
sini, dekat monitor ya?
Lalu Pak Kala
memamerkan snack coklat kapada Roi. Kamu tahu ini apa ?
Coklat mede Pak.
Mau ?
Roi tersenyum untuk
pertama kalinya. Puasa pak.
Maksudku buat nanti
setelah bedug azan.
Roi mengangguk.
Kala meletakkan coklat
di posisi sesuai yang dibenarkan nyonya menor dimana ia menaruh
uangnya. Benar di sini ya bu, ibu menaruh uang seratus ribu itu ?
Nyonya menor
mengangguk.
Cyntia menarik baju
Roi. Aa, ayo pulang,....uda siang banget ini....aku lapar aa, keluh
sang adik.
Sebentar adik manis,
Bapak pinjam aa-mu bentar aja, bujuk Pak Kala.Cyntia lalu diam tapi
masih menarik-narik baju Roi.
Pak Kala minta Roi
mengambil coklat di atas meja kasir itu. Roi memandang Kala . Ia
ragu-2 untuk mengambilnya. Tapi ia jinjit untuk memastika posisi
coklat mede. Ambil, ambil saja Roi. ....Ga papa,,,ambil. Roi ragu-2.
Ambil Roi,...kalo Roi bisa mengambilnya, coklat itu buat adikmu, Kan
tadi dia blang lapar, ujar pak Kala.
Meski agak ragu-2 Roi
maju melangkah, mendekati meja kasir. Ia coba meraihnya dengan tangan
tapi tak sampai. Ia coba lagi menggapai-gapai tangannya agar
menyentuh coklat. Ia sendiri tak bisa melihat coklat karena badannya
kurang tinggi. Kurang dikit lagi.
Pak Kala mengambil
coklat lalu menghadap ke arah orang-2 lalu berkata bahwa bocah ini
tak bisa mengambil coklat karena ia kurang tinggi.
Tapi faktanya ia
memegang uang itu pak, ujar seorang pengunjung.
Pak Kala garuk-2
kepala. Ia minta nyonya menor mengulang kejadian tadi, mulai dari
awal ia menaruh semua uangnya. Pak Kala minta Roi berada di posisi
saat ia pegang uang seratus ribu.
Pertama nyonya menor
ambil segepok ikatan uang sejuta lalu dipegangnya dengan tangan
kiri, lalu mengambil lagi selembar uang pecahan seratusribu dan
diletatkannya di tempat seperti tadi. Selembar uang seratus ribu ia
tindih dengan segepok uang sejuta. Nyonya menor diam sebentar lantas
ia pungut segepok satu juta dulu untuk diberikan kepada kasir Ning.
Seikat uang sejuta ia angkat dan angin wayer pas berhembus ke arah
lokasi uang, maka terbanglah selembar uang pecahan seratusi itu
tertiup oleh angin dari wayer.
Selembar uang pacahan
seratus ribu itu melayang-layang lebih dulu sebelum jatuh di dekat
kaki Cintya. Spontan ia pungut selembar uang itu lalu langsung ia
berikan kepada abangnya, Roi. Roi menerimanya dan menengok ke arah
Pak Kala.
Ooo, begitu
kejadiannya, kata orang-2 serempak lalu geleng-2 kepala. Satu demi
satu mereka meninggalkan tempat itu.
Nyonya menor jadi
kikuk, merasa bersalah kapada anak ini. Ia membungkuk untuk menyalami
Roi lalu nge sun pipinya, juga pipi Cyntya. Maaf ibu, ya nak, katanya
sambil mengusap matanya dengan sapu tangan. Uang seratus ribu ia
selipkan ke dalam genggaman Roi. Roi hanya bisa diam dan termangu.
Kerumunan bubar. Setan
bisa menyelinap dan menyaru jadi panas dan merasuki siapapun.
Mengapa Roi tidak
terus terang saja bahwa bukan kamu yang mengambil tetapi adikmua yang
memungutnya ? tanya Pak Kala.
Roi sayang sama adik,
aku tak mau adik kena marah orang-orang nanti....., katanya dan tak
kuasa lagi ia menahan air matanya.
Pak Kala memeluknya.
Sudah, sudah, anak laki-2 ga boleh menangis. Ayo bapak antar
pulang.....
Tidak ada komentar:
Posting Komentar