Kamis, 04 Juli 2013

“SAYANG ISTRI SAYANG SUAMI”



Pendahuluan
Lima tahun Pahijo melalang Jabodetabek sejak lulus STM, namun keberuntungan cuma hinggap sebentar. Dari  drafter sampai lalu technical sales representtative ia lalui dgn gemilang yg membawa dirinya ke pabrik kimia  di pelosok Tangerang. Cekatan, trampil dan jujur (lugu ?) menyebabkan pemiliknya tertarik mengangkatnya jadi kepala pabrik. Dua tahun kemudian ia beli rumah BTN dan memboyong bunga dari desanya untuk disajadikan permaisurinya. Mereka hidup bahagia. Sementara.
Setahun kemudian bosnya diperkarakan pihak yang mengklaim sbg pemilik formula yang dipakai untuk memproduksi produk kimia. Pahijo sebagai pelaksana dinyatakan terlibat. Perundingan sumir dgn pihak berwenang terkait  menghasilkan kesepakatan penyediaan dana 36 juta . Pahijo jual rumah BTNnya yg baru setahun lebih ia beli. Ditambah tabungannya, ia bisa menyedaiakan dana itu. Pahijo tetap disidang dan dikenai sanksi 4 bulan penjara tapi dapat keringanan sehingga dikenai tahanan rumah.Saban bulan ia lapor ke pengadilan.

Permasalahan
Dengan sisa uang 5 juta ia ngontrak di rumah petak di Jakarta. Ia beli motor bodong alias tanpa surat-surat seharga 600 ribu, dan ngojek. Tiga bulan kemudian ia kena razia, motornya disita. Ia coba jajakan beberapa mata dagangan dengan jalan kaki. Jarum jam tak   tp belum beruntung, sementara uangnya menipis padahal kontrakan tinggal seminggu lagi. Tak mungkin ia menunggak lagi karena sudah 3 bulan tidak bayar.
Pahijo merenungi nasibnya. Bersama sang permaisuri,  Pahijo berembung cari solusi. Sang istri juga bingung. Ia tak punya wacana sama sekali. Pernah ia coba melamar ke resto ayam panggang bumbu rujak ang selalu ramai. Gagal karena, kata orang dalam relasi suaminya, jeblok soal angka. Jangankan menjumlah tagihan pembayaran, menjumlah pesanan satu meja saja masih keliru. Perempaun sintal berparas ayu sensual ini menyadari suaminya sayang banget kepada dirinya. Ia pontang-panting cari sesuap nasi ibaratnya,  sampai lupa pada “kebiasaann nakalnya” . Dulu ketika masih “jaya” suaminya minta jatah susu tiap dua hari bahkan tak jarang pernah saban hari nyusu. Dengan senang hati sang istri menyediakannya  dengan baik. Pernah sekali tempo ia mengingatkan kapan merencanakan anak. Jawab sauaminya santai. Jangan dulu. Aku belum mau berbagi susu dengan anakku.
Dan sekarang ia terharu. Suaminya sampai lupa pada “kenakalannya” dulu gara-gara sibuk cari uang, sementara kebiasaan  memperlakukan dirinya bak ratu maih berlangsung. Ia tak boleh capai. Cuci baju sampai setrika dikerjakan suaminya. Bersih2 semua diekrjakan suami. Masak yg rumit tak boleh, kecuali masak mie instant. Ia termangu memikirkan bagaimana membantu suaminya cari uang.
Kalo aku ngamen gimana mas?
Emang kamu bisa nyanyi ?
Asal goyang saja sudah laku mas, ga perlu buka suara. Yang penting ada suara gendang .
Butuh pemutar CD, accu, mik dan salon, modalnya ga cukup 100 ribu.
Buntu lagi.  Cukup lama mereka  kembali  terdiam.
Si Ella itu kerja di karaokean, katanya  juga modal goyang melulu.
Bukan karaokean saja, ia penari striptis.
Apa itu ?
Menari  bugil.
Telanjang? Semuanya ? Dilihat banyak orang gitu anunya ? nari apaan sih mas kok musti telanjang?
Bukan tariannya tapi telanjangnya yang penting. Mau ?
Istrinya cekikikan. Pasti yang nonton belum punya istri, kemaruk.
Yang punya istri masih suka nonton juga.
Ha ? Ngapain ? kan di rumah udah ada, tinggal mau nonton berapa kali.
Orang jajan ke warung bukan karena di rumah tidak disediain masakan.
Mas suka jajan juga to ....
Hadew, kadang jengkel juga Pahijo sama istri kalo pas lagi ga nyambung begini. Bukan sekali ini saja ga nyambung. Maka lebih baik ia alihka topik permbicaraan atau berhenti ngobrol.
Esok harinya begitu juga kala jelang mau tidur, mereka berdua merenung cari solusi. Demikain saban hari  sampai di hari saat harus membayar kontrakan. Bu haji sampai menagihnya secara halus tetapi mereka tetap merasa tak enak hati. Sebab bu haji dimata mereka seperti ibu sendiri layaknya. Kerap ajak ngobriol , juga tak jarang mengirim masakan.
Entah setan mana yang menghasut keduanya sehingga mereka  sepakat jalan pintas.
Mendadak keduanya buka suara bareng. “Aku punya ide !”
Mereka lalu diam saling memandang, dengan tatapan tajam menusuk. Seperti hendak menakar kedalaman hati masing-masing.  Tapi tak tak segera omong. Mungkin sadar, gagasan mereka tak layak untuk diutarakan.
Ide apa? tanya Pahijo.
Mas dulu.
Kamu dulu,Di.
Ga jadi ah, sahut istrinya, lalu diam mengunci mulutnya. Ia memutar tubuhnya untuk memelakngi suaminya. Segan ia menatap suaminya.
Pahijo maklum  dan tak mau memaksa. Pahijo menimbang perlu enggak mengutarakan. Tapi tak ada salahnya mencoba. Perkara tak setuju, kan lebih baik berterus terang. Pikir Pahijo. Dengan halus dan mesra ia membisiki istrinya. Andai  istrinya kaget lalntas menampar dirinya  Pahijo siap.
Istrinya memang tersentak, membalikkan tubuh dan menatap tak tak percaya pada suaminya. Tapi tidak marah, malah heran dan berekspresi seperti hendak tertawa.
Maafkan aku, Di. Jika kamu tak berkenan, lupakan gagasan sesat  itu. maafkan aku, ulang Pahijo menghiba.Istrinya memeluk suaminya. Jangan merasa bersalah begitu, Mas. Ga usah minta maaf, mas. Aku punya gagasan yang sama kok.
Meski keduanya punya pikiran sama namun sangat tidak mudah untuk memantapkan pelaksanaannya. Si istri masih ragu-ragu apakah ia mampu melaksanakannya, dan kalo sudah begitu Pahijo ternyuh. Ya sudah, lupakan gagasan itu. Jangan kamu lakukan. Aku coba jajakan barang lain.
Modal dari mana ?
Masih ada 70 ribu. Buat sarapan besok 10 ribu, buat tinggalin kamu 10 ribu. Sisanya buat kulakan.
Kulakan apa mas, dengan uang 50 ribu ?
Pahijo menunduk sedih, tak mampu menjawab.
Akhirnya sang istri memantapkan tekadnya. Ia mau melayani siapa saja asalkan ia pilih dulu orangnya. Terus terang ia ngeri kalo membayangkan harus melayani orang yang keringatnya bau, mulut nya bau.
Baik kalo begitu, pokoknya asalkan kamu tak tersiksa, suara Pahijo bergetar.
Tapi ada satu syarat, mas harus mendampingi !
Lho, bagaimana caranya, Di ?
Malam itu Pahijo dan istrinya nongkrong di sebuah taman remang-remang yang biasa dipakai untuk buang syahwat secara gelap. Praktek mesum ini mulai  jam sembilan ke atas.
Pahijo bersembunyi di belakang semak-semak berjarak 50 meter dari istrinya yang berdiri di pinggir jalan, pura-pura nunggu angkot yang lewat.
Satu dua laki-laki lewat dan menggoda istrinya tapi tidak digubris istrinya. Abang ojek menawarkan  jasa ojek  tapi istri Pahijo menggeleng kepala. Satu dua abang ojek mulai curiga.  Ia tidak hendak kemana-mana.  Maka salah seorang coba blak-blakan menawar. Tapi istri Pahijo menggeleng keras. Abang ojek mulai kurang ajar menggodanya. Istri Pahijo ketakutan. Ia tengak-tengok berharap suaminya segera muncul.
Betul juga. Pahijo muncul. Ada apa Di, seru Pahijo sengaja mengeraskan suaranya.
Abang ojek menatap Pahijo yang dibalas Pahijo menatapnya tajam. Meski wajah abang ojek termasuk sangar tetapi karena dia dalam posisi salah, yak ni menggoda perempuan yang tidak dikenalnya, ia keder juga. Ia mudur, menyingkir dari situ.
Pahijo mengajak istr inya menggeser posisi untuk menjauhi  abang-abang ojek. Kini ia ambil posisi tak jauh dari PSK lain. Dua PSK mencibir, Menunjukkan ketidaksukaannya punya saingan baru di sana. Tapi lantaran mereka melihat laki-laki yang mengawalnya berwajah dingin dengan sorot mata tajam bak mata harimau yabg siap menerkam siapa saja, mereka menjauh tanpa disuruh
Istri Pahijo tak bisa menanggapi sepatah katapun ketika Pahijo menegur. Mengapa kamu biarkan saja dua tiga orang tadi menghampirimu ? Kalo masih takut atau ragu-ragu, kita pulang saja.....
Karena istrinya diam saja dan tidak ada tanda-tanda mau diajak pulang, Pahijo tak mau mengganggunya lagi. Ia sengaja pindah persembunyiannya dengan pesan supaya iatrinya melanjutkan upayanya menarik pelanggan, kalo ada yg tidak beres ia segera  muncul.
Sebuah sedan bagus berhenti di depan istrinya. Si pengemudi menjulurkan kepalanya, Sepertinya merayu atau mungkin tepatnya hendak bertransaksi. Istri Pahijo tersenyum sambil menggeleng kepalanya. Semula Pahijo kecewa atas penolakan istrinya. Saking kesalnya ia hendak melangkah menjauh meninggalkan istrinya. Tapi dibatalkannya setelah meiirik dan mengetahui sopir turun dari sedannya, diikuti temannya yang keluar dari pintu sedan belakang. Lho berarapa orang ? apa-apaan ini ? pikir Pahijo. Buru-buru ia mengalihkan langkahnya untuk cepat menuju  posisi istrinya. Mengetahui ada laki-laki yang menjaga “buruannya” dua laki-laki iseng itu buru-buru cabut dari situ. Sedan itu pun melesat kabur.
Sudah jam sebelas dan belum ada pelanggan yang nyantol. Beberapa calon pelanggan keren – bermobil -- lolos begitu saja.  Pahijo akhirnya berjalan meninggalkan istrinya dengan perasaan kesal. Ia memilih berdiam di balik pohon di tengah taman. Meski agak jauh tapi ia masih bisa mengawasi istrinya. Sang istri tahu suaminya kesal tapa apa boleh buat. Entahlah tiap kali menilik calon pelanggannya suara batinnya berontak dan berteriak melarangnya. Tua muda.  Tapi memang masuk akal. Kalau anak muda matanya jelalatan. Tanda gila seks. Yang tua pun suka pringas-pringis. Pagi tadi ia ngobrol dengan tetangganya, para istri. Obrolan sengaja diarahkan istri Pahijo ke topik seks. Menurut celoteh canda nereka, laki-laki kalo udah mulai berumur makin cerewet, banyak maunya kayak anak kecil minta ini itu. Suka kecewa, suka marah.
Saat melamun begitu tiba-tiba mucul laki-laki yang ia kira suaminya. Karena perawakan, wajah dan dandanannya persis suaminya. Ia menyapa dengan tutur  kata yang sopan dan halus.  Dari kajauhan Pahijo mengetahuinya tapi melihat gelagatnya sih cowok biasa-biasa saja tingkahnya, ia abaikan. Ia memilih duduk membelakangi mereka.
Lagi nunggu ? Sapa laki-laki mirip bintang sinetron itu. Istri Pahijo mengangguk. Nungguu dijemput? Istri Pahijo mengangguk lagi.

Kalo bosan nunggu, aku antar ke tujuan mbak, ga apa-apa. Akau bawa taksi. Ya aku sopir taksi, taksi aku sengaja parkir agak masuk ke taman . Laki-laki mirip bintang sinetron itu mengeluarkan dua aqua gelas lalu menyodorkannya kepada istri Pahijo. Tapi istri Pahijo menolak seraya  mengucapkan terima kasih.
Keberatan enggak mbak, kalo aku ngobrol di sini,....nanti kalo ada yang jemput mbak, tinggalkan aku ga apa-apa ...Aku baru keluar jam 9, putar-putar melulu cuma dapat dua  penumpang. Lumayan sih dapet 100 ribu. Tapi dah malam begini, mau kemana lagi. Maklum ga biasa naksi .
Mbak boleh percaya ato tidak, tiga bulan lalu aku masih menejer pemasaran perusahaan eksportir peralatan rumah tangga, home industri.  Keset, sapu,  semuanya dari sabut kelapa. Gara2 bosku masuk partai, tergiur ikut pilkada, perusahaan bangkrut. Aku terlantar tanpa gaji selama  berbulan-bulan sampai aku pergi begitu saja tanpa pasangon. Istriku pergi dua bulan lalu karena aku tak mampu memberi nafkah. Setelah luntang-luntung baru minggu lalu aku coba sopir taksi malam hari.
Dengan mimik dan nada meyakinkan sopir taksi mengaku kesepian setelah ditinggal kabur istrinya.
Pengin sekali aku bisa kembali bersantai bersama istri untuk melepas lelah, melepas suntuk. Tapi cuma mimpi yg kudapat. Lama-lama jenuh juga hidup begini. Jadi manusia malam tapi penghasilan kecil. Kalo capai ga ada yg urus, mau curhat pada siapa .....
Eh, mbak mau enggak putar-putar sebentar cari warkop ? di sekitar Monas ada warkop. Asyik mbak menikmati suasana malam Jakarta yang syahdu. Ajakan ini menggugah minat istri Pahijo. Sejak dilantik jadi permaisuri, ia tak pernah diajaka jalan-jalan. Apalagi naik mobil. Apalagi ke Monas. Ia kenal Monas dari gambar atau foto di kartu atau koran tapi belum pernah melihat sendiri. Sinar mata istri Pahijo terbaca oleh sopir taksi itu.
Mbak ga perlu khawatir aku berniat buruk, di dashboard ada kartu identitas dan nomor telepon perusaan. Mbak bisa cek ke sana. Aku pinjami HP nih. Sopir taksi menyodorkan HP dan mengajaknya ke taksi untuk melihat identitas. Istri Pahijo sebetulnya terpancing tapi tak serta merta menuruti kemauan sopir taksi.
Sopir taksi tak menyerah begitu saja. Ia tetap ajak ngobrol dan kali ini mengutarakan masalah  pribadi dan ujung-ujungnya apalagi kalo bukan seks. Tanpa segan-segan ia berterus terang bahwa sejak di tinggal kabur istrinya praktis ia tak menyentuh wanita sama sekali. Hampir 4 bulan mbak ! uh kalo udah kram mbak, sakit dan capai menina bubukkan si burung ini....hadew.......
Merasa yakin hati wanita ini mulai luluh dan bersimpati dengan kisah-kisahnya mulailah ia coba bertransaksi. Ia coba menawar. Istri Pahijo tetap mematok tarip jasa standar, 200 ribu dan di sini. Tidak ditempat lain....
Sopir taksi tertawa masam dan berujar lebih lebai lagi dengan mengkasihani diri diri bahwa ia baru dapat 100 ribu. Kalo mau nunggu ga pa-pa, aku cari sewa dulu. Paling sejam aku kembali lagi tapi mohon tunggu ya...soalnya kayaknya aku merasa sudah cocok begitu. Aku dari tadi kan berada di seberang sana, mengamati mbak. Aku tau ada beberap cewe di sini tapi dari dulu aku tak butuh begituan tapi sebuah sentuhan dari hati yang terdalam.....sayangnya kantongku cekak. Cuma ada seratus dan aku paham uang segitu sangat tak ada artibya buat mbak....andai saja aku boleh utang sih, aku berterima kasih sekali.
Akhirnya luluh hati istri Pahijo. Ia bilang ke sopir taksi agar tunggu sebentar katena ia mau konsultasi.  Segera isri Pahijo menemui  suaminya dan membeberkan apa kata sopir.
Kasihan mas, abang itu. Mondar-mandiri sampai Monas tapi Cuma dapat 100 ribu. Cuma segitu dia piunya. Baaimana ? kasih aja? Kasihan mas.
Pahijo bingung sama istrinya. Kok malah ia bersimpati pada orang lain, bukannya mengasihani diri sendiri. Agar tidak mengecewakan istrinya, Pahijo bilang. Kalo mau 150 tapi manual, pakai tangan !
Istri Pahijo tertegun tapi segera berbalik untuk menyampaikannya kepada sopir taksi. Tak seberapa lama si istri muncul lagi, minta keringanan buat calon customernya.
Kasihan mas, dia bener-bener ga punya uang. Semua isi kantong ia keluarkan. Memang tak ada uang, Cuma seratus. Bagaimana mas ? kasih saja ya...kasihan dia, itung-itung buat penglaris....
Pahijo menatap istrinya. Bagaimana sih istriku ini, batinnya.
Karena Pahijo tidak mau mengecewakan istrinya ia menyetuji. Tapi Cuma 10 menit ya....lebih dari 10 menit aku parani. Istri Pahijo tersenyum lalu berbelaik dan berlari menuju taksi dimana sopir taksi menunggunya.
Pahijo menatap tak berkedip mengamati jalannya jarum jam arlojinya. Ia curiga jangan-jangan arlojinya ini rusak atao mulai swak. Masak lambat amat. Detak jarum jam arloji terasa lebih lamban daripada degub jantung Pahijo. Ia menyesal mengapa ia kasih waktu 10 menit. Terlalu lama. Mestinya 5 menit cukup. Hawa terasa gerah, jantungnya berdebar makin kencang. Nafasnya tersengal-sengal. Padahal baru berjalan 2 menit !
Tiba-tiba istrinya muncul dengan nafas tersengal-segal juga – mungkin karena berlari dari taksi.
Mas..mas....mas kan masih punya lima puluh ribu kan ?
Pahijo mengangguk.
Pinjamin sopir taksi dulu dong ! kan bayarannya kurang segitu.....Kasihan dia mas...............


Penutup
Pahijo termanggu setelah mengangguk dan istrinya tersenyum senang, lalu membalikkan badan untuk segera melanjutkn tugasnya. Ia sayang istrinya dan tak mau mengecewakannya. Tapi hatinya hancur dan ia baru menyadarinya. Maka sponta ia sebut nama istrinya.
Yaat...Yati...

Suara Pahijo lirih, tidak terlalu kencang. Mungkin masih terbersit keraguan, antara menyetujui sehingga tak sampai mengewakan istriya  atau mengutarakan suara hartinya yang bisa membuat istrinya kecewa.
Entah suasana malam yang hening , atau tatapan mata Pahijo ke arah istrinya yang penuh harap (konon keadaan dimana Pahijp konsentrasi penuh, bisa jadi telepati)  atau kebetulan istrinya menengok kebelakang, yang jelas istri pahijo kemudian berbalik untuk berlari kembali ke suaminya.
Yati, apa dariku tidak lebih baik sehingga kamu memilih dia.....
Istri Pahijo tercengang dan terharu melihat tatapan sayang suaminya yang selalu ia suka itu.
Tanpa komando mereka berlari meninggalkan taman maksiat itu.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar