Pendahuluan
Lima tahun Pahijo
melalang Jabodetabek sejak lulus STM, namun keberuntungan cuma hinggap
sebentar. Dari drafter sampai lalu technical
sales representtative ia lalui dgn gemilang yg membawa dirinya ke pabrik kimia di pelosok Tangerang. Cekatan, trampil dan
jujur (lugu ?) menyebabkan pemiliknya tertarik mengangkatnya jadi kepala
pabrik. Dua tahun kemudian ia beli rumah BTN dan memboyong bunga dari desanya
untuk disajadikan permaisurinya. Mereka hidup bahagia. Sementara.
Setahun kemudian
bosnya diperkarakan pihak yang mengklaim sbg pemilik formula yang dipakai untuk
memproduksi produk kimia. Pahijo sebagai pelaksana dinyatakan terlibat.
Perundingan sumir dgn pihak berwenang terkait menghasilkan kesepakatan penyediaan dana 36
juta . Pahijo jual rumah BTNnya yg baru setahun lebih ia beli. Ditambah
tabungannya, ia bisa menyedaiakan dana itu. Pahijo tetap disidang dan dikenai
sanksi 4 bulan penjara tapi dapat keringanan sehingga dikenai tahanan rumah.Saban
bulan ia lapor ke pengadilan.
Permasalahan
Dengan sisa uang 5
juta ia ngontrak di rumah petak di Jakarta. Ia beli motor bodong alias tanpa
surat-surat seharga 600 ribu, dan ngojek. Tiga bulan kemudian ia kena razia,
motornya disita. Ia coba jajakan beberapa mata dagangan dengan jalan kaki.
Jarum jam tak tp belum beruntung, sementara uangnya menipis
padahal kontrakan tinggal seminggu lagi. Tak mungkin ia menunggak lagi karena
sudah 3 bulan tidak bayar.
Pahijo merenungi
nasibnya. Bersama sang permaisuri, Pahijo berembung cari solusi. Sang istri juga
bingung. Ia tak punya wacana sama sekali. Pernah ia coba melamar ke resto ayam
panggang bumbu rujak ang selalu ramai. Gagal karena, kata orang dalam relasi
suaminya, jeblok soal angka. Jangankan menjumlah tagihan pembayaran, menjumlah
pesanan satu meja saja masih keliru. Perempaun sintal berparas ayu sensual ini menyadari
suaminya sayang banget kepada dirinya. Ia pontang-panting cari sesuap nasi
ibaratnya, sampai lupa pada “kebiasaann
nakalnya” . Dulu ketika masih “jaya” suaminya minta jatah susu tiap dua hari
bahkan tak jarang pernah saban hari nyusu. Dengan senang hati sang istri
menyediakannya dengan baik. Pernah
sekali tempo ia mengingatkan kapan merencanakan anak. Jawab sauaminya santai.
Jangan dulu. Aku belum mau berbagi susu dengan anakku.
Dan sekarang ia
terharu. Suaminya sampai lupa pada “kenakalannya” dulu gara-gara sibuk cari
uang, sementara kebiasaan memperlakukan
dirinya bak ratu maih berlangsung. Ia tak boleh capai. Cuci baju sampai setrika
dikerjakan suaminya. Bersih2 semua diekrjakan suami. Masak yg rumit tak boleh,
kecuali masak mie instant. Ia termangu memikirkan bagaimana membantu suaminya
cari uang.
Kalo aku ngamen
gimana mas?
Emang kamu bisa
nyanyi ?
Asal goyang saja
sudah laku mas, ga perlu buka suara. Yang penting ada suara gendang .
Butuh pemutar CD,
accu, mik dan salon, modalnya ga cukup 100 ribu.
Buntu lagi. Cukup lama mereka kembali
terdiam.
Si Ella itu kerja
di karaokean, katanya juga modal goyang
melulu.
Bukan karaokean saja,
ia penari striptis.
Apa itu ?
Menari bugil.
Telanjang? Semuanya
? Dilihat banyak orang gitu anunya ? nari apaan sih mas kok musti telanjang?
Bukan tariannya
tapi telanjangnya yang penting. Mau ?
Istrinya cekikikan.
Pasti yang nonton belum punya istri, kemaruk.
Yang punya istri
masih suka nonton juga.
Ha ? Ngapain ? kan
di rumah udah ada, tinggal mau nonton berapa kali.
Orang jajan ke
warung bukan karena di rumah tidak disediain masakan.
Mas suka jajan juga
to ....
Hadew, kadang
jengkel juga Pahijo sama istri kalo pas lagi ga nyambung begini. Bukan sekali
ini saja ga nyambung. Maka lebih baik ia alihka topik permbicaraan atau
berhenti ngobrol.
Esok harinya begitu
juga kala jelang mau tidur, mereka berdua merenung cari solusi. Demikain saban
hari sampai di hari saat harus membayar
kontrakan. Bu haji sampai menagihnya secara halus tetapi mereka tetap merasa
tak enak hati. Sebab bu haji dimata mereka seperti ibu sendiri layaknya. Kerap
ajak ngobriol , juga tak jarang mengirim masakan.
Entah setan mana yang
menghasut keduanya sehingga mereka sepakat jalan pintas.
Mendadak keduanya
buka suara bareng. “Aku punya ide !”
Mereka lalu diam
saling memandang, dengan tatapan tajam menusuk. Seperti hendak menakar
kedalaman hati masing-masing. Tapi tak
tak segera omong. Mungkin sadar, gagasan mereka tak layak untuk diutarakan.
Ide apa? tanya
Pahijo.
Mas dulu.
Kamu dulu,Di.
Ga jadi ah, sahut
istrinya, lalu diam mengunci mulutnya. Ia memutar tubuhnya untuk memelakngi
suaminya. Segan ia menatap suaminya.
Pahijo maklum dan tak mau memaksa. Pahijo menimbang perlu
enggak mengutarakan. Tapi tak ada salahnya mencoba. Perkara tak setuju, kan
lebih baik berterus terang. Pikir Pahijo. Dengan halus dan mesra ia membisiki
istrinya. Andai istrinya kaget lalntas
menampar dirinya Pahijo siap.
Istrinya memang
tersentak, membalikkan tubuh dan menatap tak tak percaya pada suaminya. Tapi tidak
marah, malah heran dan berekspresi seperti hendak tertawa.
Maafkan aku, Di. Jika
kamu tak berkenan, lupakan gagasan sesat
itu. maafkan aku, ulang Pahijo menghiba.Istrinya memeluk suaminya.
Jangan merasa bersalah begitu, Mas. Ga usah minta maaf, mas. Aku punya gagasan
yang sama kok.
Meski keduanya
punya pikiran sama namun sangat tidak mudah untuk memantapkan pelaksanaannya.
Si istri masih ragu-ragu apakah ia mampu melaksanakannya, dan kalo sudah begitu
Pahijo ternyuh. Ya sudah, lupakan gagasan itu. Jangan kamu lakukan. Aku coba
jajakan barang lain.
Modal dari mana ?
Masih ada 70 ribu.
Buat sarapan besok 10 ribu, buat tinggalin kamu 10 ribu. Sisanya buat kulakan.
Kulakan apa mas,
dengan uang 50 ribu ?
Pahijo menunduk
sedih, tak mampu menjawab.
Akhirnya sang istri
memantapkan tekadnya. Ia mau melayani siapa saja asalkan ia pilih dulu
orangnya. Terus terang ia ngeri kalo membayangkan harus melayani orang yang keringatnya
bau, mulut nya bau.
Baik kalo begitu,
pokoknya asalkan kamu tak tersiksa, suara Pahijo bergetar.
Tapi ada satu
syarat, mas harus mendampingi !
Lho, bagaimana
caranya, Di ?
Malam itu Pahijo
dan istrinya nongkrong di sebuah taman remang-remang yang biasa dipakai untuk
buang syahwat secara gelap. Praktek mesum ini mulai jam sembilan ke atas.
Pahijo bersembunyi
di belakang semak-semak berjarak 50 meter dari istrinya yang berdiri di pinggir
jalan, pura-pura nunggu angkot yang lewat.
Satu dua laki-laki
lewat dan menggoda istrinya tapi tidak digubris istrinya. Abang ojek
menawarkan jasa ojek tapi istri Pahijo menggeleng kepala. Satu dua
abang ojek mulai curiga. Ia tidak hendak
kemana-mana. Maka salah seorang coba
blak-blakan menawar. Tapi istri Pahijo menggeleng keras. Abang ojek mulai
kurang ajar menggodanya. Istri Pahijo ketakutan. Ia tengak-tengok berharap
suaminya segera muncul.
Betul juga. Pahijo
muncul. Ada apa Di, seru Pahijo sengaja mengeraskan suaranya.
Abang ojek menatap
Pahijo yang dibalas Pahijo menatapnya tajam. Meski wajah abang ojek termasuk sangar
tetapi karena dia dalam posisi salah, yak ni menggoda perempuan yang tidak dikenalnya,
ia keder juga. Ia mudur, menyingkir dari situ.
Pahijo mengajak
istr inya menggeser posisi untuk menjauhi abang-abang ojek. Kini ia ambil posisi tak
jauh dari PSK lain. Dua PSK mencibir, Menunjukkan ketidaksukaannya punya
saingan baru di sana. Tapi lantaran mereka melihat laki-laki yang mengawalnya
berwajah dingin dengan sorot mata tajam bak mata harimau yabg siap menerkam
siapa saja, mereka menjauh tanpa disuruh
Istri Pahijo tak
bisa menanggapi sepatah katapun ketika Pahijo menegur. Mengapa kamu biarkan
saja dua tiga orang tadi menghampirimu ? Kalo masih takut atau ragu-ragu, kita
pulang saja.....
Karena istrinya
diam saja dan tidak ada tanda-tanda mau diajak pulang, Pahijo tak mau
mengganggunya lagi. Ia sengaja pindah persembunyiannya dengan pesan supaya
iatrinya melanjutkan upayanya menarik pelanggan, kalo ada yg tidak beres ia
segera muncul.
Sebuah sedan bagus
berhenti di depan istrinya. Si pengemudi menjulurkan kepalanya, Sepertinya
merayu atau mungkin tepatnya hendak bertransaksi. Istri Pahijo tersenyum sambil
menggeleng kepalanya. Semula Pahijo kecewa atas penolakan istrinya. Saking
kesalnya ia hendak melangkah menjauh meninggalkan istrinya. Tapi dibatalkannya
setelah meiirik dan mengetahui sopir turun dari sedannya, diikuti temannya yang
keluar dari pintu sedan belakang. Lho berarapa orang ? apa-apaan ini ? pikir
Pahijo. Buru-buru ia mengalihkan langkahnya untuk cepat menuju posisi istrinya. Mengetahui ada laki-laki yang
menjaga “buruannya” dua laki-laki iseng itu buru-buru cabut dari situ. Sedan
itu pun melesat kabur.
Sudah jam sebelas
dan belum ada pelanggan yang nyantol. Beberapa calon pelanggan keren – bermobil
-- lolos begitu saja. Pahijo akhirnya
berjalan meninggalkan istrinya dengan perasaan kesal. Ia memilih berdiam di
balik pohon di tengah taman. Meski agak jauh tapi ia masih bisa mengawasi
istrinya. Sang istri tahu suaminya kesal tapa apa boleh buat. Entahlah tiap
kali menilik calon pelanggannya suara batinnya berontak dan berteriak
melarangnya. Tua muda. Tapi memang masuk
akal. Kalau anak muda matanya jelalatan. Tanda gila seks. Yang tua pun suka
pringas-pringis. Pagi tadi ia ngobrol dengan tetangganya, para istri. Obrolan
sengaja diarahkan istri Pahijo ke topik seks. Menurut celoteh canda nereka,
laki-laki kalo udah mulai berumur makin cerewet, banyak maunya kayak anak kecil
minta ini itu. Suka kecewa, suka marah.
Saat melamun begitu
tiba-tiba mucul laki-laki yang ia kira suaminya. Karena perawakan, wajah dan
dandanannya persis suaminya. Ia menyapa dengan tutur kata yang sopan dan halus. Dari kajauhan Pahijo mengetahuinya tapi
melihat gelagatnya sih cowok biasa-biasa saja tingkahnya, ia abaikan. Ia
memilih duduk membelakangi mereka.
Lagi nunggu ? Sapa
laki-laki mirip bintang sinetron itu. Istri Pahijo mengangguk. Nungguu
dijemput? Istri Pahijo mengangguk lagi.
Kalo bosan nunggu,
aku antar ke tujuan mbak, ga apa-apa. Akau bawa taksi. Ya aku sopir taksi,
taksi aku sengaja parkir agak masuk ke taman . Laki-laki mirip bintang sinetron
itu mengeluarkan dua aqua gelas lalu menyodorkannya kepada istri Pahijo. Tapi istri
Pahijo menolak seraya mengucapkan terima
kasih.
Keberatan enggak
mbak, kalo aku ngobrol di sini,....nanti kalo ada yang jemput mbak, tinggalkan
aku ga apa-apa ...Aku baru keluar jam 9, putar-putar melulu cuma dapat dua penumpang. Lumayan sih dapet 100 ribu. Tapi
dah malam begini, mau kemana lagi. Maklum ga biasa naksi .
Mbak boleh percaya
ato tidak, tiga bulan lalu aku masih menejer pemasaran perusahaan eksportir
peralatan rumah tangga, home industri. Keset, sapu,
semuanya dari sabut kelapa. Gara2 bosku masuk partai, tergiur ikut
pilkada, perusahaan bangkrut. Aku terlantar tanpa gaji selama berbulan-bulan sampai aku pergi begitu saja
tanpa pasangon. Istriku pergi dua bulan lalu karena aku tak mampu memberi
nafkah. Setelah luntang-luntung baru minggu lalu aku coba sopir taksi malam
hari.
Dengan mimik dan
nada meyakinkan sopir taksi mengaku kesepian setelah ditinggal kabur istrinya.
Pengin sekali aku
bisa kembali bersantai bersama istri untuk melepas lelah, melepas suntuk. Tapi
cuma mimpi yg kudapat. Lama-lama jenuh juga hidup begini. Jadi manusia malam
tapi penghasilan kecil. Kalo capai ga ada yg urus, mau curhat pada siapa .....
Eh, mbak mau enggak
putar-putar sebentar cari warkop ? di sekitar Monas ada warkop. Asyik mbak
menikmati suasana malam Jakarta yang syahdu. Ajakan ini menggugah minat istri
Pahijo. Sejak dilantik jadi permaisuri, ia tak pernah diajaka jalan-jalan.
Apalagi naik mobil. Apalagi ke Monas. Ia kenal Monas dari gambar atau foto di
kartu atau koran tapi belum pernah melihat sendiri. Sinar mata istri Pahijo
terbaca oleh sopir taksi itu.
Mbak ga perlu
khawatir aku berniat buruk, di dashboard ada kartu identitas dan nomor telepon
perusaan. Mbak bisa cek ke sana. Aku pinjami HP nih. Sopir taksi menyodorkan HP
dan mengajaknya ke taksi untuk melihat identitas. Istri Pahijo sebetulnya
terpancing tapi tak serta merta menuruti kemauan sopir taksi.
Sopir taksi tak
menyerah begitu saja. Ia tetap ajak ngobrol dan kali ini mengutarakan masalah pribadi dan ujung-ujungnya apalagi kalo bukan
seks. Tanpa segan-segan ia berterus terang bahwa sejak di tinggal kabur
istrinya praktis ia tak menyentuh wanita sama sekali. Hampir 4 bulan mbak ! uh
kalo udah kram mbak, sakit dan capai menina bubukkan si burung
ini....hadew.......
Merasa yakin hati
wanita ini mulai luluh dan bersimpati dengan kisah-kisahnya mulailah ia coba
bertransaksi. Ia coba menawar. Istri Pahijo tetap mematok tarip jasa standar,
200 ribu dan di sini. Tidak ditempat lain....
Sopir taksi tertawa
masam dan berujar lebih lebai lagi dengan mengkasihani diri diri bahwa ia baru
dapat 100 ribu. Kalo mau nunggu ga pa-pa, aku cari sewa dulu. Paling sejam aku kembali
lagi tapi mohon tunggu ya...soalnya kayaknya aku merasa sudah cocok begitu. Aku
dari tadi kan berada di seberang sana, mengamati mbak. Aku tau ada beberap cewe
di sini tapi dari dulu aku tak butuh begituan tapi sebuah sentuhan dari hati
yang terdalam.....sayangnya kantongku cekak. Cuma ada seratus dan aku paham uang
segitu sangat tak ada artibya buat mbak....andai saja aku boleh utang sih, aku
berterima kasih sekali.
Akhirnya luluh hati
istri Pahijo. Ia bilang ke sopir taksi agar tunggu sebentar katena ia mau konsultasi. Segera isri Pahijo menemui suaminya dan membeberkan apa kata sopir.
Kasihan mas, abang
itu. Mondar-mandiri sampai Monas tapi Cuma dapat 100 ribu. Cuma segitu dia
piunya. Baaimana ? kasih aja? Kasihan mas.
Pahijo bingung sama
istrinya. Kok malah ia bersimpati pada orang lain, bukannya mengasihani diri
sendiri. Agar tidak mengecewakan istrinya, Pahijo bilang. Kalo mau 150 tapi
manual, pakai tangan !
Istri Pahijo
tertegun tapi segera berbalik untuk menyampaikannya kepada sopir taksi. Tak
seberapa lama si istri muncul lagi, minta keringanan buat calon customernya.
Kasihan mas, dia
bener-bener ga punya uang. Semua isi kantong ia keluarkan. Memang tak ada uang,
Cuma seratus. Bagaimana mas ? kasih saja ya...kasihan dia, itung-itung buat
penglaris....
Pahijo menatap
istrinya. Bagaimana sih istriku ini, batinnya.
Karena Pahijo tidak
mau mengecewakan istrinya ia menyetuji. Tapi Cuma 10 menit ya....lebih dari 10
menit aku parani. Istri Pahijo tersenyum lalu berbelaik dan berlari menuju
taksi dimana sopir taksi menunggunya.
Pahijo menatap tak
berkedip mengamati jalannya jarum jam arlojinya. Ia curiga jangan-jangan
arlojinya ini rusak atao mulai swak. Masak lambat amat. Detak jarum jam arloji
terasa lebih lamban daripada degub jantung Pahijo. Ia menyesal mengapa ia kasih
waktu 10 menit. Terlalu lama. Mestinya 5 menit cukup. Hawa terasa gerah,
jantungnya berdebar makin kencang. Nafasnya tersengal-sengal. Padahal baru
berjalan 2 menit !
Tiba-tiba istrinya
muncul dengan nafas tersengal-segal juga – mungkin karena berlari dari taksi.
Mas..mas....mas kan
masih punya lima puluh ribu kan ?
Pahijo mengangguk.
Pinjamin sopir
taksi dulu dong ! kan bayarannya kurang segitu.....Kasihan dia
mas...............
Penutup
Pahijo termanggu
setelah mengangguk dan istrinya tersenyum senang, lalu membalikkan badan untuk
segera melanjutkn tugasnya. Ia sayang istrinya dan tak mau mengecewakannya.
Tapi hatinya hancur dan ia baru menyadarinya. Maka sponta ia sebut nama
istrinya.
Yaat...Yati...
Suara Pahijo lirih,
tidak terlalu kencang. Mungkin masih terbersit keraguan, antara menyetujui
sehingga tak sampai mengewakan istriya
atau mengutarakan suara hartinya yang bisa membuat istrinya kecewa.
Entah suasana malam
yang hening , atau tatapan mata Pahijo ke arah istrinya yang penuh harap (konon
keadaan dimana Pahijp konsentrasi penuh, bisa jadi telepati) atau kebetulan istrinya menengok kebelakang,
yang jelas istri pahijo kemudian berbalik untuk berlari kembali ke suaminya.
Yati, apa dariku
tidak lebih baik sehingga kamu memilih dia.....
Istri Pahijo
tercengang dan terharu melihat tatapan sayang suaminya yang selalu ia suka itu.
Tanpa komando
mereka berlari meninggalkan taman maksiat itu.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar