Minggu, 21 Juli 2013

Bukan Sinetron -1

1 Kekayi


Permintaan bantuan sahabat dekat sekalipun tetap berat bagi Prasaja.
Semua tahu kamu orangnya baik hati tapi aku bukan hendak memanfaatkan itu. Sekali ini saja aku minta tolong kepadamu, Pras. Setelah itu aku takkan mengganggumu lagi, kata Kekayi, sang sahabat,
Pras memperlakukan Kekayi sama seperti sahabat dekatku lainnya seperti Tony atau Rudi. Tony dan Rudi sudah biasa blusukan ke rumah kontrakannya. Mereka bertiga kerap nongkrong bareng termasuk malming. Maklum tak ada acara wakuncar, waktu kunjung pacar. Pacar Tony di Jakarta. kuliah di ekonomi dan memang anak Jakarta. Pacar Rudi di kampugnya sana, Semarang. Sejak tahun ke dua kuliah di Yogya mereka berteman dan saling cocok, selera sama. Dari musik hingga film Begitu juga Kekayi, kerap ke kontrakan Pras. Dulu nayaris tiap siang pasti Kekayi mampir ke rumah Pras sepulang dari kampus. Bahkan tidak sungkan-sungkan tidur siang di kamar Pras.
Dan kini sahabatnya itu memohon pertolongan yang tak mungkin ia lakukan: pura-pura naksir Ika, adik Kekayi dan memacarinya ! Tujuan utamanya supaya adik Kekayi pisah dengan kekasihnya sekarang, laki-laki yang beristri dan beranak satu. Laki-laki itu tak lain adalah supervisor perusahaan dimana Ika bekerja. Ika memilih bekerja karena pertimbangan ekonomi meski ortu maupun kakak-kaknya tak pernah mengarahkannya untuk bekerja. Bapaknya pensiunan angkatan darat dengan pangkat terakhir perwira menengah. Pras menatapnya tajam untuk menegur sikapnya yang terlalu menekan dirinya.
Kedekatan Pras dengan Kekayi melebihi saudara, Siapapun yang belum kenal betul mengira mereka pacaran. Baik Tony dan Rudi sampai bilang. Sudahlah Pras, kawini saja Ayi. Mau cari perempauan kayak apa lagi ? Da cantik, bodinya mendukung, pintar, terbukti kuliahnya di Pertanian lancar. Apa iya cewekmu di kampung melebihi dia ? Kok aku tak yakin, Pras.






2 Lena
Jelas Lena lebih dari segalanya di mataku. Dan di hatiku, ujar Pras mantap.
Padahal dulu sampai tengah semester pertama SMA swasta Pras belum tahu ada nama Lena dalam daftar teman sekelas bahkan. Padahal dia ketua kelas. Baru ketika Pras kekurangan orang untuk opera yag ia sutradarai dalam rangka pensi perpisahan – yang cantik-cantik sudah diserobot kakak kelas untuk penampilan serupa, Yopi teman sebangkunya menyodorkan nama Lena.
Siapa dia ?
Kamu itu terlalu Pras, kata Yopi. Dia sebangku dengan Lidya, mereka duduk di bangku deretan tengah, belakangnya baru Surya dan Handoko gendut. Aku sering canda sama Lidya tapi Lena, yang mana sih ? keluh Pras.
Lantaran ga ada stok lagi, Lena dipakai sebagai pemeran utama tanpa audisi segala. Yopi mengingatkan tapi Pras yakin. Yang penting anaknya mau, kilah Pras. Sebab hampir semua teman yang ia tawari ikut opera pada nolak. Kecuali Didik, anak klas 3, berterus terang mendudukung Pras. Gagasanmu hebat tapi terlalu tinggi Pras, kata Didik. Kayak hendak menggapai bintang. Tapi aku salut, Kalau saja aku tidak sedang buat teater panggung besok, aku mau ikut kamu Pras.
Bakat Lena pas-pasan, hanya keseriusan saja yang menolong kekurangannya. Namun di lapangan kata temen-temanya Pras termasuk jarang ngomelin Lena atau memberi pengarahan. Apalagi sampai membentaknya. Kamu pilih kasih Pras, kritik Yopi yang setia memantau latihan meski tak ikut main. Enggaklah, sanggah Pras. Aku bukan tipe otoriter, kilahnya. Teman-teman komplainnya ke aku, Pras, ujar Yopi. Mereka takut semua sama kamu.
Masak sih, batin Pras. Tak penah aku membedakan siapa-siapa, kata Pras membela diri.
Lha iyalah Pras, namanya juga jatuh cinta, cinta pertama lagi !
Ha ? jatuh cinta ? Masa ? Sempat terbersit dalam pikiran Pras ketika berrpandangan dengan Lena lebih dari 3 detik. Apakah ini awal jatuh cinta ? Tentu saja insisden ini dianggap sepi oleh Pras. Fatamorgana, ilusi. Kami berpandangan karena sedang menafsirkan adegan dalam skenario setelah kami berdebat, kilah Pras kepada Yopi. Lagi pula aku kenal wajah Lena baru beberapa hari.
Namun hati kecilnya tak bisa ingkar bahwa dirinya memang sedang menimbang, sesungguhnya Lena ini cantik atau tidak. Kalau toh aku antar jemput Lena lantaran pertimbangan meringankannya. Dia tak punya motor. Kalo tiap kali latihan ke rumahku naik beca habis berapa ? Bukan meremehkan keluarga Lena namun rumahnya kecil dan sederhana. Perabotan rumahnya juga biasa. Tidak ada yang bisa dikagumi. Biasanya kalau lihat perabotan bagus, kita tergoda untuk menaksir harganya.
Opera selesai dan tak sukses meski saat pentas tak terdengar sorakan mengejek, malah tetap dapat tepuk tangan. Pras sadar temen-temannya segan. Mereka tahu Pras termasuk “kokoh”. Tokoh-tokoh kunci di sekolah dekat dengan Pras atau setidaknya beraliansi dengan kelompok Pras. Lena sebagai bintang utama tak banyak dibicarakan meski akting maupun vokalnya tidaklah jelek-jelek amat. Tapi Pras menuai pujian dari guru-guru. Bahkan Didik mengajaknya ikut grup teaternya.
Mungkin ada benar syair lagu dangdut, pandangan pertama. Terbukti Pras jadi kerap mengunjungi rumah Lena. Sampai hari-hari terakir masa SMA. Pras pernah ajak Lena kemping bersama “gengnya”. Tersenyum manis. Selalu begitu tanggapan Lena. Tidak menolak ataupun mengiyakan. Lena pendiam banget kalau di rumahnya. Beda kalo di sekolah. Suka bercanda baik sama teman-teman kelompoknya atau sama...Pras. Bahkan “lebih berani” bercandanya. Tetapi di rumahnya kok jadi seperi anak pingit. Pendiam. Sering menangapi omongan Pras dengan senyum. Pras sampai tahan nafas saat Lena tersenyum. Senyumnya begitu manis sampai bikin Pras gemes.
Hobi Pras lainnya olah raga. Bakat sih nol. Ga bisa main bola, voli, maupun basket. Renang ga bisa. Tapi Pras senang jaga kebugaran. Tak heran bila Pras serimg ke sekolah tiap sore. Kadang nimbrung latihan atletik. Lempar lembing, lempar cakram dan tolakpeluru. Tak jarang latih tanding lari 100 m.
Jumat itu pelajaran olah raga. Utamanya lari cepat dan dinilai. Karena sering menang Pras diadu dengan Candra, salah satu atlit lari sekolah yang kerap ikut kompetisi. Entah kenapa cewek-cewek gangnya Pras menyaksikan pertandingan itu dan lebih heran lagi mereka mengelilingi di belakang Pras. Tumben, pikir Pras. Guru OR diujung garis finis sana untuk meberi aba-aba sekaligus pegang stop watch. Pras dan Candra ambil posisi siap lari.
Entah siapa diantara cewek-cewek yang mulai, salah satu menyepak kaki Pras pelahanaki. Pras, kamu pacaran sama Lena ya ? Pras tersentak. Mau nengok ga mungkin. Ga tahu malu, kata cewek satunya. Apa ga ada teman-teman kita yang lebih cantik dari Lena ? Kata-kata ini menusuk perasaan Pras. Jelas mereka cantik manis. Memang kenapa Lena, tanya batin Pras. Kamu dikasih apa sama Lena ? Ah, kenapa sih mereka berkata kasar padaku. Hampir tiap pekan aku berkumpul dan bercanda sama mereka, tapi kok tega sama aku. Pras kesal. Guru OR beli aba-aba, “Lari” Pras dan Candra melesat. Dan aneh, Pras aku menang dengan kecepatan 10.9 detik.
Setiap Jumat sore Pras memang diminta guru OR untuk latihan atletic, tolak peluru. Begitu juga sore itu. Usai latihan atletik ia diminta grup lain untuk ikut voli, supaya genap pemainnya. Ia pun ikut meramaikan sampai permainan dihentikan karena Lidya datang untuk menemuinya.
Pras heran. Ngapain ke sekolah, bukan dia yang kuminta datang tapi Lena. Kok mau-2nya Lidya disuruh Lena ke sekolah untuk menyampaikan pesan, pikir Pras. Rumah Lena kan lebih dekat. Bisa jalan kaki. Rumah Lidya jauh, msaih satu RW denggan rumahku. Ia ke sekolah sore itu dengan beca.
Pras, Lena ga bisa ikut kemping.
Oke, ga apa-apa. Sudah aku tebak kok, tapi kenapa musti minta Lidya yang menyampaikan, bukan dia sendiri ? memang alasannya apa, ga boleh sama ortunya ? Memang aku tadi minta ketegasan tapi dia belum bisa jawab. Lalu kuminta dia ke sini sore ini.
Lidya hanya angkat bahu sambil tersenyum. Aku langsung pulang ya, Pras.
Lidya ke sekolah cuma sampaikan pesan itu saja? Lidya mengangguk lalu naik beca dan beca pun bergerak keluar dari sekolah, aku memperhatikan dari dekat lapangan voli. Tapi beca bergerak ke kiri, bukan ke kanan. Mau kemana ? aku tahu gangnya Linda ga ada yang rumahnya di sekitar jalan yang hendak dituju beca. Kecuali Lena. Segera aku lari ke pagar untuk menghentikan beca Linda.
Lidya mau ke rumah Lena ?
Beca berhenti dan Lidya mengangguk.
Aku antar yuk . Tapi Lidya menolak. Eh, kenapa ? Lidya diam. Aku antar kamu lalu aku drop di toko sebelah rumah Lena. Jadi dia tak tahu kan kalo aku antar Lidya.
Sudahlah Pras, biar aku naik beca aja. Kalo mau ke rumah Lena mau selesaikan urusan kalian, jangan ajak aku, oke Pras ? Pras diam. Pras ? nada suara Lidya agak memelas, dengan tatapan mata seakan memohon pengertian Pras . Akhirnya Pras menangguk. Dengan perasaan kecewa.
Penolakan Lena menyiratkan kendala besar yang merintangi hubungan mereka. Selama beberapa minggu hubungan keduanya tawar. Setelah libur semester hubungan mereka normal. Hanya saja sikap Lena tetap dingin di rumah tapi hangat di sekolah. Di semester akhir tidak semakin hangat, malah semakin tak jelas nasib hubungan mereka. Sekali tempo pernah Pras ke rumahnya dan pada suatu kesempatan ngobrol dengan pemilik toko tetangganya. Komentar bapak pemilik toko itu membuat Pras semakin mantap. Anak ini ..gini, kata bapak itu seraya mengacungkan jempol. Kecantikannya luar dalam. Dia rajin, santun dan ramah.
Ketika ngobrol lagi dengan Lena, Pras nekat ajak Lena menjutkan sekolah ke Yogya.
Kamu tahu, ga mungkin aku ke sana kan ?
Kenapa ? karena jauh ?
Seperti biasa kalau di rumahnya, Lena lebih suka mendengarkan Pras mengoceh.
Konco2 gengmu ada mau ke sana, aku pernah tanya mereka.
Ga ada , siapa?
Nina, Preti, Yeni, Yongki, Candra, Henri, kata Pras memberi contoh tapi Lena menggeleng kepala. Aku dekat sama Candra dan Henri, Len. Tapi Lena kelihata tak terkesan. Tetap tak tergoyahkan, emoh sekolah di Yogya.
Jadilah Pras melanjutkan sekolah di Yogya. Semester ke dua ia pulkam dan coba lagi merayu Lena supaya mau sekolah di Yogya.
Ga bisa, Pras. Ga ada biaya. Kamu tahu keadaan papa. Oke aku sekarang bekerja . Tapi mana cukup. Belum bagaimana ngomongnya sama papa.....
Kalo aku bantu cari uang di Yogya bagaimana ? Aku kabari kalo udah punya penghasilan, walau mungkin sedikit, Lena mau kan?
Tak berani janji Pras.......
Pras berpisah lagi setelah meninggalkan alamat kontrakan kepada Lena. Candra dan Henry pernah ke rumah, kata Pras sebelum pulang.

Jarum jam terus berjalan, waktu berlalu tanpa kepastian apakah Lena jadi atau tidak menyusul Prasaja. Episode ini pernah ia utarakan kepada sahabatnya, Kekayi.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar