1 Kekayi
Permintaan bantuan
sahabat dekat sekalipun tetap berat bagi Prasaja.
Semua tahu kamu
orangnya baik hati tapi aku bukan hendak memanfaatkan itu. Sekali ini
saja aku minta tolong kepadamu, Pras. Setelah itu aku takkan
mengganggumu lagi, kata Kekayi, sang sahabat,
Pras memperlakukan Kekayi sama
seperti sahabat dekatku lainnya seperti Tony atau Rudi. Tony dan Rudi
sudah biasa blusukan ke rumah kontrakannya. Mereka bertiga kerap
nongkrong bareng termasuk malming. Maklum tak ada acara wakuncar,
waktu kunjung pacar. Pacar Tony di Jakarta. kuliah di ekonomi dan
memang anak Jakarta. Pacar Rudi di kampugnya sana, Semarang. Sejak
tahun ke dua kuliah di Yogya mereka berteman dan saling cocok,
selera sama. Dari musik hingga film Begitu juga Kekayi, kerap ke
kontrakan Pras. Dulu nayaris tiap siang pasti Kekayi mampir ke rumah
Pras sepulang dari kampus. Bahkan tidak sungkan-sungkan tidur siang
di kamar Pras.
Dan kini sahabatnya
itu memohon pertolongan yang tak mungkin ia lakukan: pura-pura naksir
Ika, adik Kekayi dan memacarinya ! Tujuan utamanya supaya adik
Kekayi pisah dengan kekasihnya sekarang, laki-laki yang beristri dan
beranak satu. Laki-laki itu tak lain adalah supervisor perusahaan
dimana Ika bekerja. Ika memilih bekerja karena pertimbangan ekonomi
meski ortu maupun kakak-kaknya tak pernah mengarahkannya untuk
bekerja. Bapaknya pensiunan angkatan darat dengan pangkat terakhir
perwira menengah. Pras menatapnya tajam untuk menegur sikapnya yang
terlalu menekan dirinya.
Kedekatan Pras dengan
Kekayi melebihi saudara, Siapapun yang belum kenal betul mengira
mereka pacaran. Baik Tony dan Rudi sampai bilang. Sudahlah Pras,
kawini saja Ayi. Mau cari perempauan kayak apa lagi ? Da cantik,
bodinya mendukung, pintar, terbukti kuliahnya di Pertanian lancar.
Apa iya cewekmu di kampung melebihi dia ? Kok aku tak yakin, Pras.
2 Lena
Jelas Lena lebih dari
segalanya di mataku. Dan di hatiku, ujar Pras mantap.
Padahal dulu sampai
tengah semester pertama SMA swasta Pras belum tahu ada nama Lena
dalam daftar teman sekelas bahkan. Padahal dia ketua kelas. Baru
ketika Pras kekurangan orang untuk opera yag ia sutradarai dalam
rangka pensi perpisahan – yang cantik-cantik sudah diserobot kakak
kelas untuk penampilan serupa, Yopi teman sebangkunya menyodorkan
nama Lena.
Siapa dia ?
Kamu itu terlalu Pras,
kata Yopi. Dia sebangku dengan Lidya, mereka duduk di bangku deretan
tengah, belakangnya baru Surya dan Handoko gendut. Aku sering canda
sama Lidya tapi Lena, yang mana sih ? keluh Pras.
Lantaran ga ada stok
lagi, Lena dipakai sebagai pemeran utama tanpa audisi segala. Yopi
mengingatkan tapi Pras yakin. Yang penting anaknya mau, kilah Pras.
Sebab hampir semua teman yang ia tawari ikut opera pada nolak.
Kecuali Didik, anak klas 3, berterus terang mendudukung Pras.
Gagasanmu hebat tapi terlalu tinggi Pras, kata Didik. Kayak hendak
menggapai bintang. Tapi aku salut, Kalau saja aku tidak sedang buat
teater panggung besok, aku mau ikut kamu Pras.
Bakat Lena pas-pasan,
hanya keseriusan saja yang menolong kekurangannya. Namun di lapangan
kata temen-temanya Pras termasuk jarang ngomelin Lena atau memberi
pengarahan. Apalagi sampai membentaknya. Kamu pilih kasih Pras,
kritik Yopi yang setia memantau latihan meski tak ikut main.
Enggaklah, sanggah Pras. Aku bukan tipe otoriter, kilahnya.
Teman-teman komplainnya ke aku, Pras, ujar Yopi. Mereka takut semua
sama kamu.
Masak sih, batin Pras.
Tak penah aku membedakan siapa-siapa, kata Pras membela diri.
Lha iyalah Pras,
namanya juga jatuh cinta, cinta pertama lagi !
Ha ? jatuh cinta ?
Masa ? Sempat terbersit dalam pikiran Pras ketika berrpandangan
dengan Lena lebih dari 3 detik. Apakah ini awal jatuh cinta ? Tentu
saja insisden ini dianggap sepi oleh Pras. Fatamorgana, ilusi. Kami
berpandangan karena sedang menafsirkan adegan dalam skenario setelah
kami berdebat, kilah Pras kepada Yopi. Lagi pula aku kenal wajah Lena
baru beberapa hari.
Namun hati kecilnya
tak bisa ingkar bahwa dirinya memang sedang menimbang, sesungguhnya
Lena ini cantik atau tidak. Kalau toh aku antar jemput Lena lantaran
pertimbangan meringankannya. Dia tak punya motor. Kalo tiap kali
latihan ke rumahku naik beca habis berapa ? Bukan meremehkan keluarga
Lena namun rumahnya kecil dan sederhana. Perabotan rumahnya juga
biasa. Tidak ada yang bisa dikagumi. Biasanya kalau lihat perabotan
bagus, kita tergoda untuk menaksir harganya.
Opera selesai dan tak
sukses meski saat pentas tak terdengar sorakan mengejek, malah tetap
dapat tepuk tangan. Pras sadar temen-temannya segan. Mereka tahu
Pras termasuk “kokoh”. Tokoh-tokoh kunci di sekolah dekat dengan
Pras atau setidaknya beraliansi dengan kelompok Pras. Lena sebagai
bintang utama tak banyak dibicarakan meski akting maupun vokalnya
tidaklah jelek-jelek amat. Tapi Pras menuai pujian dari guru-guru.
Bahkan Didik mengajaknya ikut grup teaternya.
Mungkin ada benar
syair lagu dangdut, pandangan pertama. Terbukti Pras jadi kerap
mengunjungi rumah Lena. Sampai hari-hari terakir masa SMA. Pras
pernah ajak Lena kemping bersama “gengnya”. Tersenyum manis.
Selalu begitu tanggapan Lena. Tidak menolak ataupun mengiyakan. Lena
pendiam banget kalau di rumahnya. Beda kalo di sekolah. Suka bercanda
baik sama teman-teman kelompoknya atau sama...Pras. Bahkan “lebih
berani” bercandanya. Tetapi di rumahnya kok jadi seperi anak
pingit. Pendiam. Sering menangapi omongan Pras dengan senyum. Pras
sampai tahan nafas saat Lena tersenyum. Senyumnya begitu manis
sampai bikin Pras gemes.
Hobi Pras lainnya olah
raga. Bakat sih nol. Ga bisa main bola, voli, maupun basket. Renang
ga bisa. Tapi Pras senang jaga kebugaran. Tak heran bila Pras
serimg ke sekolah tiap sore. Kadang nimbrung latihan atletik. Lempar
lembing, lempar cakram dan tolakpeluru. Tak jarang latih tanding
lari 100 m.
Jumat itu pelajaran
olah raga. Utamanya lari cepat dan dinilai. Karena sering menang Pras
diadu dengan Candra, salah satu atlit lari sekolah yang kerap ikut
kompetisi. Entah kenapa cewek-cewek gangnya Pras menyaksikan
pertandingan itu dan lebih heran lagi mereka mengelilingi di belakang
Pras. Tumben, pikir Pras. Guru OR diujung garis finis sana untuk
meberi aba-aba sekaligus pegang stop watch. Pras dan Candra ambil
posisi siap lari.
Entah siapa diantara
cewek-cewek yang mulai, salah satu menyepak kaki Pras pelahanaki.
Pras, kamu pacaran sama Lena ya ? Pras tersentak. Mau nengok ga
mungkin. Ga tahu malu, kata cewek satunya. Apa ga ada teman-teman
kita yang lebih cantik dari Lena ? Kata-kata ini menusuk perasaan
Pras. Jelas mereka cantik manis. Memang kenapa Lena, tanya batin
Pras. Kamu dikasih apa sama Lena ? Ah, kenapa sih mereka berkata
kasar padaku. Hampir tiap pekan aku berkumpul dan bercanda sama
mereka, tapi kok tega sama aku. Pras kesal. Guru OR beli aba-aba,
“Lari” Pras dan Candra melesat. Dan aneh, Pras aku menang
dengan kecepatan 10.9 detik.
Setiap Jumat sore Pras
memang diminta guru OR untuk latihan atletic, tolak peluru. Begitu
juga sore itu. Usai latihan atletik ia diminta grup lain untuk ikut
voli, supaya genap pemainnya. Ia pun ikut meramaikan sampai permainan
dihentikan karena Lidya datang untuk menemuinya.
Pras heran. Ngapain ke
sekolah, bukan dia yang kuminta datang tapi Lena. Kok mau-2nya Lidya
disuruh Lena ke sekolah untuk menyampaikan pesan, pikir Pras. Rumah
Lena kan lebih dekat. Bisa jalan kaki. Rumah Lidya jauh, msaih satu
RW denggan rumahku. Ia ke sekolah sore itu dengan beca.
Pras, Lena ga bisa
ikut kemping.
Oke, ga apa-apa. Sudah
aku tebak kok, tapi kenapa musti minta Lidya yang menyampaikan,
bukan dia sendiri ? memang alasannya apa, ga boleh sama ortunya ?
Memang aku tadi minta ketegasan tapi dia belum bisa jawab. Lalu
kuminta dia ke sini sore ini.
Lidya hanya angkat
bahu sambil tersenyum. Aku langsung pulang ya, Pras.
Lidya ke sekolah cuma
sampaikan pesan itu saja? Lidya mengangguk lalu naik beca dan beca
pun bergerak keluar dari sekolah, aku memperhatikan dari dekat
lapangan voli. Tapi beca bergerak ke kiri, bukan ke kanan. Mau kemana
? aku tahu gangnya Linda ga ada yang rumahnya di sekitar jalan yang
hendak dituju beca. Kecuali Lena. Segera aku lari ke pagar untuk
menghentikan beca Linda.
Lidya mau ke rumah
Lena ?
Beca berhenti dan
Lidya mengangguk.
Aku antar yuk . Tapi
Lidya menolak. Eh, kenapa ? Lidya diam. Aku antar kamu lalu aku drop
di toko sebelah rumah Lena. Jadi dia tak tahu kan kalo aku antar
Lidya.
Sudahlah Pras, biar
aku naik beca aja. Kalo mau ke rumah Lena mau selesaikan urusan
kalian, jangan ajak aku, oke Pras ? Pras diam. Pras ? nada suara
Lidya agak memelas, dengan tatapan mata seakan memohon pengertian
Pras . Akhirnya Pras menangguk. Dengan perasaan kecewa.
Penolakan Lena
menyiratkan kendala besar yang merintangi hubungan mereka. Selama
beberapa minggu hubungan keduanya tawar. Setelah libur semester
hubungan mereka normal. Hanya saja sikap Lena tetap dingin di rumah
tapi hangat di sekolah. Di semester akhir tidak semakin hangat, malah
semakin tak jelas nasib hubungan mereka. Sekali tempo pernah Pras ke
rumahnya dan pada suatu kesempatan ngobrol dengan pemilik toko
tetangganya. Komentar bapak pemilik toko itu membuat Pras semakin
mantap. Anak ini ..gini, kata bapak itu seraya mengacungkan jempol.
Kecantikannya luar dalam. Dia rajin, santun dan ramah.
Ketika ngobrol lagi
dengan Lena, Pras nekat ajak Lena menjutkan sekolah ke Yogya.
Kamu tahu, ga mungkin
aku ke sana kan ?
Kenapa ? karena jauh ?
Seperti biasa kalau di
rumahnya, Lena lebih suka mendengarkan Pras mengoceh.
Konco2 gengmu ada mau
ke sana, aku pernah tanya mereka.
Ga ada , siapa?
Nina, Preti, Yeni,
Yongki, Candra, Henri, kata Pras memberi contoh tapi Lena menggeleng
kepala. Aku dekat sama Candra dan Henri, Len. Tapi Lena kelihata tak
terkesan. Tetap tak tergoyahkan, emoh sekolah di Yogya.
Jadilah Pras
melanjutkan sekolah di Yogya. Semester ke dua ia pulkam dan coba
lagi merayu Lena supaya mau sekolah di Yogya.
Ga bisa, Pras. Ga ada
biaya. Kamu tahu keadaan papa. Oke aku sekarang bekerja . Tapi mana
cukup. Belum bagaimana ngomongnya sama papa.....
Kalo aku bantu cari
uang di Yogya bagaimana ? Aku kabari kalo udah punya penghasilan,
walau mungkin sedikit, Lena mau kan?
Tak berani janji
Pras.......
Pras berpisah lagi
setelah meninggalkan alamat kontrakan kepada Lena. Candra dan Henry
pernah ke rumah, kata Pras sebelum pulang.
Jarum jam terus
berjalan, waktu berlalu tanpa kepastian apakah Lena jadi atau tidak
menyusul Prasaja. Episode ini pernah ia utarakan kepada sahabatnya,
Kekayi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar