Minggu, 21 Juli 2013

Bukan Sinetron -2

3 Ika
Kekayi menunduk sedih. Pupus sudah harapannya untuk menyelamatkan adiknya dari azab akibat merusak rumah tangga orang . Dengan taktik pengalihan itulah ia berharap Ika, adiknya, sadar bahwa di dunia ini masih banyak laki-laki lebih baik yang bisa mencintai dirinya.
Ini soal perasaan. Jangan dimain-mainin. Ini bukan kisah sinetron yang biasa menjungkirbalikkan logika dan perasaan. Lagi pula bukan watakku untuk bisa berpura-pura. Demikian penuturan Pras.
Kekayi menyadari permintaannya memang ga masuk akal. Ide ini muncul setelah teringat Prasaja pernah menggodanya ketika ia memperkenalkan adiknya itu kepada teman-temannya termasuk Pras. Adikmu buat aku ya. Yi, canda Pras. Kayi marah beneran dan butuh tiga minggu untuk menetralkan amarahnya. Mengapa? Ya karena dia sendiri naksir berat sama Pras dan Pras pernah berterus terang bahwa ia masih mengharapkan temen SMA nya.
Kamu khawatir Lina,....siapa cewe yang kamu taksir itu.. ke sini dan memergoki kamu pacaran, gitu?
Maksa banget anak ini, batin Pras. Kamu tidak khawatir adikmu hancur lagi hatinya setelah tahu aku hanya berpura-pura mencintainya ? Jangan pakai jalan pintas. Masalah sekarang selesai tapi menyeret masalah lagi, kamu tidak kasihan sama adikmu?
Teguran Pras menyentuh nurani Kekayi sampai membuatnya tertunduk sedih. Matanya sembab. Ya sudahlah Pras, ga papa, kata Ayi terisak. Kan aku sudah berusaha maksimal buat adikku, tambahnya. Aku pulang dulu ya Pras.
Ayi sudah sampai pintu ketika Pras bertanya, kalau aku mau kamu bisa atur pertemuannya?
Hari minggu besok kami adakan pertemuan bulanan di Bandungan. Aku dan saudara-saudara – kandung maupun sepupu, papar Ayi. Pras mau protes tapi Kekayi segera mengangkat tangannya agar diam dulu. Aku sudah kasih tahu saudara-saudara mengenai kerumitan masalah Ika, sudah kubeberkan skenarionya. Mereka sudah tahu kok, Pras.
Minggu pagi Pras, Ika, Kekayi berangkat dengan Suzuki Carry . Sopir ya Heru, anak geodesi yang ngebet banget sama Kekayi. Dari Bandungan naik sedikit di kaki perbukitan Gedongsongo. Tak perlu diceritakan pertemuan itu yang berlansung tanpa greget, selihatan sekali kalu memang sudah disetting untuk skenario Kekayi. Pertemuan diakhiri dengan makan siang bersama.
Sementara Ayi dan saudara-saudaranya tetap berbincang-bincang di dalam, Pras dan Ika di teras untuk menikmati pemandangan bukit-bukit hijau dimana candi – candi Gedong Songo bercokol. Mata Pras nyaris enggan lepas dari pandangan ke bukit itu, menganggumi keanggunan alam. . Ia bayangkan betapa asyik jalan-jalan berdua bersama Lena menuju bukit-bukit dalam suasana sejuk. Namun Pras sadar bahwa Lena belum tentu mau , sama seperti Ika. Karena mereka tergolong kaum lemah. Ga suka kegiatan yang berujung lelah.
Mas pengin ditemani Ika naik ke sana ?
Pras menengok ke arah Ika dan sekian detik mereka saling berpandangan. Jelas Pras tak menyangka Ika akan mengajaknya sebab sudah ketahuan perbukitan itu jauh sekali. Bukan saja melelahkan tapi juga lama. Apakah ia tak akan bosan bersamaku berduaan? Pikir Pras.
Pras berjalan santai beriringan dengan Ika. Hatinya berbunga-bunga. Bukan karena faktor Ika melainkan karena Ia memang suka pegunungan. Kekayi tahu itu. Dialah yang punya inisiatif untuk menjelajahi bukit Menoreh. Berempat dengan Tony dan Rudi, Ayi dan Pras menyusuri jalan setapak di sekitar perbukitan di atas Borobudur itu. Motor mereka titipkan di rumah penduduk. Kalau Kali Kuning dan area lain di sekitar Kaliurang sudah biasa mereka jelajahi.
Pikiran Pras melayang, mengingat-ingat betapa hangatnya persahabatan dirinya dengan Kekayi. Kemana mana selalu berdua. Mengapa ia tak jatuh cinta dengannya, tanya Pras kepada batinnya sendiri. Kini bersama adiknya, yang kelihatannya hampir sama wataknya, inisiatif dan aktif. Tak suka nuggu bola dulu, misalnya. Dan mungkin lebih cantik, karena lebih muda ?
Mas kok melamun, ga suka ngobrol kalo lagi jalan ya ? Pras menghentikan langkahnya, diikuti Ika, lalu mengajak duduk di bebatuan. Lagi mikiran apa mas ?
Lagi mikirin kamu, kok mau capai-capai nemani aku.
Ika tersenyum. Senyum yang membuat dirinya tak kalah manis dengan Lena, di mata Pras.
Kenapa mas seperti menahan senyum? Apa yang aneh pada diriku mas ?
Kamu itu manis sekali,.....
Kata-kata ini meluncur begitu saja, seperti kelepasan, karena Pras tak pernah memuji wanita manapun. Tidak juga Lena. Ika jadi jengah.
Jalan lagi yuk, baru beberapa langkah. Masih jauh ke candi, ajak Pras sembari mengulurkan tangannya mengajak Ika berdiri. Ini kejutan bagi Ika karena menurut kakaknya Pras tak pernah menyentuhnya sama sekali. Ikapun menyambut tangan Pras dengan senyum ceria.
Dua pekan kemudian Ika menawari lokasi Rawa Pening dan langsung disetujui Pras. Mereka pun bermotor ria ke rawa dekat Ambarawa itu. Lebih dari dua kali Ika ke Rawapening. Maklum rumahnya di Magelang. Tapi kali ini ia ingin menikmati keindahan dan kekhasan suasananya dengan citarasa lain : bersama laki-laki baik yang dijodohkan kakaknya dan mungkin ia menyukainya. Praspun pernah ke sana bersama Toni dan Rudi. Memang Pras takkan pernah bosan untuk beranjangsana ke suasana alam. Apalagi didampingi cewek manis. Tentu ada bedanya, pikir Pras.
Pras dan Ika menggelar tikar kecil dekat rel tua yang mengelilingi rawa. Bekal makanan dan minuman pun dikeluarkan dan ditata di atas tiker lain oleh Ika. Barangkali ini salah satu bedanya dengan bepergian bersama Tony-Rudi, kata Pras sembari tertawa dalam hati.
Maka semakin akrablah mereka sejalan dengan frekuensi pergi berdua mereka. Dari sebulan jadi tiap dua pekan mereka bermotor ria ke luar Yogya. Memang tidak tiap malming mereka berjumpa karena alasan pekerjaan dari Ika. Pras tak bersyakwasangka apapun.
Sama seperti kakaknya, Ika juga menganggap rumah kontrakan, tepatnya kamar, seperti rumah sendiri. Tidur siang dan mandi sore sudah langganan. Bedanya, Kekayi bisa saban dua hari mampir tidur siang di kamar Pras. Ika cuma pas libur, minggu. Sama seperti kakaknya, Ika juga akrab dengan penghuni kamar lain seperti Viktor dari Ambon dan Fery dari Dukuh Kupang, Surabaya.
Jarum jam tak pernah bergerak untuk adu kecepatan namun nyatanya waktu berjalan terasa lebih cepat.Hampir setahun Pras-Ika “pacaran khas” dan sepertinya rencana Kekayi berbuah baik. Bagaimana dengan Lena? Masih seperi dulu, kalau pulkam baru Pras bertemu Lena. Pulkam terakhir semester lalu, saat Pras masih kaku dalam berpura-pura memacari Ika. Rindu pada Lena masih kuat. Semangatnya masih pekat untuk mengajak Lena sekolah di Yogya. Pras sudah mencarikan daerah yang cocok dan bahkan sudah mendapatkan rumah kontrakan yang baik buat Lena. Bersama Henry mencarinya. Henry adalah adik kandung pacarnya Lidya. Maka, kapan saja Lena siap, sudah ada rumah menantimu, kata Pras ketika jumpa Lena. Lena hanya geleng-geleng kepala sambil tersenyum menyaksikan ulah dan semangat pria yang benar-benar mencintainya itu.
Pras – Ika jelas pernah ke pantai Parangtritis. Tapi siang hari. Kali ini Ika mengajaknya ke sana malming. Bisa ditebak, yang pacaran di sana buanyak banget. Baik yang sudah lama pacaran maupun yang baru, termasuk baru menemukan pacar baru ketika sampai di pantai berombak ganas itu.
Beda antara gaya pacaran Pras-Ika dulu dan sekarang, Dulu cuma sebatas ngobrol tok, kini saling berpegang tangan. Malah ketika menyusuri tepi pantai mereka bergandengan tangan layaknya orang pacaran. Bukan itu saja. Mereka berangkulan.
Capai jalan-jalan mereka bersantai di kedai gubuk sambil nikmati kopi dan teh panas. Mereka pun asyik ngobrol. Obrolan semula selalu kontekstual. Itulah kelebihan kalau bepergian dengan Prasaja. Ia selalu tahu seluk beluk lokasi yang didatangi. Kalau tak tahu baru ia tanya pada siapapun orang situ yang tahu. Toh pada gilirannya mereka sampai pada obrolan yan lebih serius,
mBak Ayi kasih tahu aku semuanya.
Meski Pras yakin tak semua informasi tentang dirinya akan dibeberkan kepada Ika, tapi tak ayal membuat Pras rada cemas. Ia memiilih diam, menunggu ke mana arah pembicaraan ini.
Bahwa mas Pras mendekati aku dan aku diminta coba memahami.....supaya...supaya aku... Ika tak melanjutkan. Ia menunduk dan pandangannya menerawang jauh melewati cakrawala laut kidul yang gelap. Lalu melanjutkan. Mas tahu masalahku kan ?
Pandangan Ika beralih ke Pras, yang kemudian mengangguk. Mas tidak risih ? Pras ga paham, Risih ? Risih dengan keadaanku, risih dengan problemaku....banyak pihak mengatain aku naif.....
Embuh ya, ga pernah berpikir ke sana. Apa sikapku menunjukkan seperti yang kamu maksud ?
Terkadang aku merasa diiriku sampah, kotor, ujar Ika. Tega merusak rumah tangga orang. Tentu mas punya pikiran seperti itu. Pras membantahnya, Eem, ga sampai ke sana, tapi begini ya menurutku, perbuatan orang itu punya latar belakang. Tidak berdiri sendiri. Ada memang, dan itu terjadi demi mengejar kesenangan semata. Namun aku percaya Ika bukan tipe perempuan seperti itu.
Jadi mas memaklumi?
Belum sampai ke sana. Aku cuma berusaha menjelaskan mengapa terjadi seperti itu, yang menyebabkan Ika dikatain naif, yang membuat Ika merasa dirinya bersalah. Aku coba memahami dengan merunut penyebabnya. Singkatnya, ada asap ada api. Bukan aku membenarkan terjadinya asap yang merugikan orang.
Jadi sikap mas terhadapku bagaimana ? Pras diam. Sulit menjawabnya ya Mas ?
Pras mengumpat dalam hati. Ia tahu wanita butuh kejelasan. Tapi jangan terlalu buru-burulah.
Aku permudah ya mas, tapi jangan marah lho. Kalo memang sulit juga menjawabnya, ya ga usah jawab dan aku tak akan mengejar lagi, bagaimana ? Pras mengangguk lemah.
Apakah aku akan bernasib sama dengan mbak Ayi ?
Meski agak tersentak tapi Pras masih mampu berdiplomasi, Emang Ika rasa sama ? Menurutku sih tidak, tandas Pras. Ada perbedaan kendati sedikit.
Ya memang, Mas mulai meremas tanganku,...dan bahkan merangkulku tadi. Sesuatu yang tidak dialami mbak Ayi. Tetapi bagiku masih ngambang.
Maksut Ika ?
Baik aku akan berterus terang. Tapi ini perndapatku saja mas. Ga perlu ditanggapi kalau perlu. Begini, kita berteman, bergaul – untuk tidak menyebut pacaran – cukup lama. Berbulan-bulan. Meski mungkin ga selama mbak Ayi. Aku juga tidur siang di kamar mas. Bagiku aneh. Kok tak ada upaya mas Pras untuk bertindak layaknya laki-laki terhadap wanita ?
Maksut Ika hubungan seks begitu ?
Ga usah terlalu vulgar begitu. Tapi kan setidaknya ada gelagat ke sana.
Maksud Ika ?
Mas belum pernah sun aku !
Astaghfirullah.
Oke, ga usah itu, sun pipi saja ga pernah, ....
Ya mohon pengertian Ika-lah, aku memang terlalu takut untuk melanggar norma. Tidakkah Ika, juga aku, sebaiknya bersyukur, imanku masih kuat.
Yah, jelas, aku bersyukur. Kalao memang sikap begitu lantaran mas Pras tetap kuat iman, Ika sangat bersyukur dan Ika akan setia menunggu sampai kapan pun. Ika lalu diam sebentar, lalu melanjutkan. Tetapi kalau bukan karena itu , umpamanya, bagaimana ?
Maksud Ika ?
Ika yakin Mas Pras tipe orang setia. Tetapi bisa terjadi kan – mudah-mudahan aku keliru- kesetian mas bukan untukku melainkan untuk wanita lain, bisa kan ?

Ketertegunan Pras ditutupi dengan tersenyum lebar. Mungkin meniru Lena kretika bingung menjawabnya: ya atau tidak. Ika masih menunggu ketegasan Pras tapi Pras ngotot diam. Membiarkan soal ini menggantung.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar