3 Ika
Kekayi menunduk sedih.
Pupus sudah harapannya untuk menyelamatkan adiknya dari azab akibat
merusak rumah tangga orang . Dengan taktik pengalihan itulah ia
berharap Ika, adiknya, sadar bahwa di dunia ini masih banyak
laki-laki lebih baik yang bisa mencintai dirinya.
Ini soal perasaan.
Jangan dimain-mainin. Ini bukan kisah sinetron yang biasa
menjungkirbalikkan logika dan perasaan. Lagi pula bukan watakku untuk
bisa berpura-pura. Demikian penuturan Pras.
Kekayi menyadari
permintaannya memang ga masuk akal. Ide ini muncul setelah teringat
Prasaja pernah menggodanya ketika ia memperkenalkan adiknya itu
kepada teman-temannya termasuk Pras. Adikmu buat aku ya. Yi, canda
Pras. Kayi marah beneran dan butuh tiga minggu untuk menetralkan
amarahnya. Mengapa? Ya karena dia sendiri naksir berat sama Pras dan
Pras pernah berterus terang bahwa ia masih mengharapkan temen SMA
nya.
Kamu khawatir
Lina,....siapa cewe yang kamu taksir itu.. ke sini dan memergoki kamu
pacaran, gitu?
Maksa banget anak ini,
batin Pras. Kamu tidak khawatir adikmu hancur lagi hatinya setelah
tahu aku hanya berpura-pura mencintainya ? Jangan pakai jalan pintas.
Masalah sekarang selesai tapi menyeret masalah lagi, kamu tidak
kasihan sama adikmu?
Teguran Pras menyentuh
nurani Kekayi sampai membuatnya tertunduk sedih. Matanya sembab. Ya
sudahlah Pras, ga papa, kata Ayi terisak. Kan aku sudah berusaha
maksimal buat adikku, tambahnya. Aku pulang dulu ya Pras.
Ayi sudah sampai pintu
ketika Pras bertanya, kalau aku mau kamu bisa atur pertemuannya?
Hari minggu besok kami
adakan pertemuan bulanan di Bandungan. Aku dan saudara-saudara –
kandung maupun sepupu, papar Ayi. Pras mau protes tapi Kekayi segera
mengangkat tangannya agar diam dulu. Aku sudah kasih tahu
saudara-saudara mengenai kerumitan masalah Ika, sudah kubeberkan
skenarionya. Mereka sudah tahu kok, Pras.
Minggu pagi Pras,
Ika, Kekayi berangkat dengan Suzuki Carry . Sopir ya Heru, anak
geodesi yang ngebet banget sama Kekayi. Dari Bandungan naik sedikit
di kaki perbukitan Gedongsongo. Tak perlu diceritakan pertemuan itu
yang berlansung tanpa greget, selihatan sekali kalu memang sudah
disetting untuk skenario Kekayi. Pertemuan diakhiri dengan makan
siang bersama.
Sementara Ayi dan
saudara-saudaranya tetap berbincang-bincang di dalam, Pras dan Ika
di teras untuk menikmati pemandangan bukit-bukit hijau dimana candi –
candi Gedong Songo bercokol. Mata Pras nyaris enggan lepas dari
pandangan ke bukit itu, menganggumi keanggunan alam. . Ia bayangkan
betapa asyik jalan-jalan berdua bersama Lena menuju bukit-bukit
dalam suasana sejuk. Namun Pras sadar bahwa Lena belum tentu mau ,
sama seperti Ika. Karena mereka tergolong kaum lemah. Ga suka
kegiatan yang berujung lelah.
Mas pengin ditemani
Ika naik ke sana ?
Pras menengok ke arah
Ika dan sekian detik mereka saling berpandangan. Jelas Pras tak
menyangka Ika akan mengajaknya sebab sudah ketahuan perbukitan itu
jauh sekali. Bukan saja melelahkan tapi juga lama. Apakah ia tak akan
bosan bersamaku berduaan? Pikir Pras.
Pras berjalan santai
beriringan dengan Ika. Hatinya berbunga-bunga. Bukan karena faktor
Ika melainkan karena Ia memang suka pegunungan. Kekayi tahu itu.
Dialah yang punya inisiatif untuk menjelajahi bukit Menoreh.
Berempat dengan Tony dan Rudi, Ayi dan Pras menyusuri jalan setapak
di sekitar perbukitan di atas Borobudur itu. Motor mereka titipkan di
rumah penduduk. Kalau Kali Kuning dan area lain di sekitar Kaliurang
sudah biasa mereka jelajahi.
Pikiran Pras melayang,
mengingat-ingat betapa hangatnya persahabatan dirinya dengan Kekayi.
Kemana mana selalu berdua. Mengapa ia tak jatuh cinta dengannya,
tanya Pras kepada batinnya sendiri. Kini bersama adiknya, yang
kelihatannya hampir sama wataknya, inisiatif dan aktif. Tak suka
nuggu bola dulu, misalnya. Dan mungkin lebih cantik, karena lebih
muda ?
Mas kok melamun, ga
suka ngobrol kalo lagi jalan ya ? Pras menghentikan langkahnya,
diikuti Ika, lalu mengajak duduk di bebatuan. Lagi mikiran apa mas ?
Lagi mikirin kamu, kok
mau capai-capai nemani aku.
Ika tersenyum. Senyum
yang membuat dirinya tak kalah manis dengan Lena, di mata Pras.
Kenapa mas seperti
menahan senyum? Apa yang aneh pada diriku mas ?
Kamu itu manis
sekali,.....
Kata-kata ini meluncur
begitu saja, seperti kelepasan, karena Pras tak pernah memuji wanita
manapun. Tidak juga Lena. Ika jadi jengah.
Jalan lagi yuk, baru
beberapa langkah. Masih jauh ke candi, ajak Pras sembari mengulurkan
tangannya mengajak Ika berdiri. Ini kejutan bagi Ika karena menurut
kakaknya Pras tak pernah menyentuhnya sama sekali. Ikapun menyambut
tangan Pras dengan senyum ceria.
Dua pekan kemudian Ika
menawari lokasi Rawa Pening dan langsung disetujui Pras. Mereka pun
bermotor ria ke rawa dekat Ambarawa itu. Lebih dari dua kali Ika ke
Rawapening. Maklum rumahnya di Magelang. Tapi kali ini ia ingin
menikmati keindahan dan kekhasan suasananya dengan citarasa lain :
bersama laki-laki baik yang dijodohkan kakaknya dan mungkin ia
menyukainya. Praspun pernah ke sana bersama Toni dan Rudi. Memang
Pras takkan pernah bosan untuk beranjangsana ke suasana alam. Apalagi
didampingi cewek manis. Tentu ada bedanya, pikir Pras.
Pras dan Ika menggelar
tikar kecil dekat rel tua yang mengelilingi rawa. Bekal makanan dan
minuman pun dikeluarkan dan ditata di atas tiker lain oleh Ika.
Barangkali ini salah satu bedanya dengan bepergian bersama Tony-Rudi,
kata Pras sembari tertawa dalam hati.
Maka semakin akrablah
mereka sejalan dengan frekuensi pergi berdua mereka. Dari sebulan
jadi tiap dua pekan mereka bermotor ria ke luar Yogya. Memang tidak
tiap malming mereka berjumpa karena alasan pekerjaan dari Ika. Pras
tak bersyakwasangka apapun.
Sama seperti kakaknya,
Ika juga menganggap rumah kontrakan, tepatnya kamar, seperti rumah
sendiri. Tidur siang dan mandi sore sudah langganan. Bedanya, Kekayi
bisa saban dua hari mampir tidur siang di kamar Pras. Ika cuma pas
libur, minggu. Sama seperti kakaknya, Ika juga akrab dengan penghuni
kamar lain seperti Viktor dari Ambon dan Fery dari Dukuh Kupang,
Surabaya.
Jarum jam tak pernah
bergerak untuk adu kecepatan namun nyatanya waktu berjalan terasa
lebih cepat.Hampir setahun Pras-Ika “pacaran khas” dan sepertinya
rencana Kekayi berbuah baik. Bagaimana dengan Lena? Masih seperi
dulu, kalau pulkam baru Pras bertemu Lena. Pulkam terakhir semester
lalu, saat Pras masih kaku dalam berpura-pura memacari Ika. Rindu
pada Lena masih kuat. Semangatnya masih pekat untuk mengajak
Lena sekolah di Yogya. Pras sudah mencarikan daerah yang cocok dan
bahkan sudah mendapatkan rumah kontrakan yang baik buat Lena. Bersama
Henry mencarinya. Henry adalah adik kandung pacarnya Lidya. Maka,
kapan saja Lena siap, sudah ada rumah menantimu, kata Pras ketika
jumpa Lena. Lena hanya geleng-geleng kepala sambil tersenyum
menyaksikan ulah dan semangat pria yang benar-benar mencintainya itu.
Pras – Ika jelas
pernah ke pantai Parangtritis. Tapi siang hari. Kali ini Ika
mengajaknya ke sana malming. Bisa ditebak, yang pacaran di sana
buanyak banget. Baik yang sudah lama pacaran maupun yang baru,
termasuk baru menemukan pacar baru ketika sampai di pantai berombak
ganas itu.
Beda antara gaya
pacaran Pras-Ika dulu dan sekarang, Dulu cuma sebatas ngobrol tok,
kini saling berpegang tangan. Malah ketika menyusuri tepi pantai
mereka bergandengan tangan layaknya orang pacaran. Bukan itu saja.
Mereka berangkulan.
Capai jalan-jalan
mereka bersantai di kedai gubuk sambil nikmati kopi dan teh panas.
Mereka pun asyik ngobrol. Obrolan semula selalu kontekstual. Itulah
kelebihan kalau bepergian dengan Prasaja. Ia selalu tahu seluk beluk
lokasi yang didatangi. Kalau tak tahu baru ia tanya pada siapapun
orang situ yang tahu. Toh pada gilirannya mereka sampai pada obrolan
yan lebih serius,
mBak Ayi kasih tahu
aku semuanya.
Meski Pras yakin tak
semua informasi tentang dirinya akan dibeberkan kepada Ika, tapi tak
ayal membuat Pras rada cemas. Ia memiilih diam, menunggu ke mana arah
pembicaraan ini.
Bahwa mas Pras
mendekati aku dan aku diminta coba memahami.....supaya...supaya
aku... Ika tak melanjutkan. Ia menunduk dan pandangannya menerawang
jauh melewati cakrawala laut kidul yang gelap. Lalu melanjutkan. Mas
tahu masalahku kan ?
Pandangan Ika beralih
ke Pras, yang kemudian mengangguk. Mas tidak risih ? Pras ga paham,
Risih ? Risih dengan keadaanku, risih dengan problemaku....banyak
pihak mengatain aku naif.....
Embuh ya, ga pernah
berpikir ke sana. Apa sikapku menunjukkan seperti yang kamu maksud ?
Terkadang aku merasa
diiriku sampah, kotor, ujar Ika. Tega merusak rumah tangga orang.
Tentu mas punya pikiran seperti itu. Pras membantahnya, Eem, ga
sampai ke sana, tapi begini ya menurutku, perbuatan orang itu punya
latar belakang. Tidak berdiri sendiri. Ada memang, dan itu terjadi
demi mengejar kesenangan semata. Namun aku percaya Ika bukan tipe
perempuan seperti itu.
Jadi mas memaklumi?
Belum sampai ke sana.
Aku cuma berusaha menjelaskan mengapa terjadi seperti itu, yang
menyebabkan Ika dikatain naif, yang membuat Ika merasa dirinya
bersalah. Aku coba memahami dengan merunut penyebabnya. Singkatnya,
ada asap ada api. Bukan aku membenarkan terjadinya asap yang
merugikan orang.
Jadi sikap mas
terhadapku bagaimana ? Pras diam. Sulit menjawabnya ya Mas ?
Pras mengumpat dalam
hati. Ia tahu wanita butuh kejelasan. Tapi jangan terlalu
buru-burulah.
Aku permudah ya mas,
tapi jangan marah lho. Kalo memang sulit juga menjawabnya, ya ga usah
jawab dan aku tak akan mengejar lagi, bagaimana ? Pras mengangguk
lemah.
Apakah aku akan
bernasib sama dengan mbak Ayi ?
Meski agak tersentak
tapi Pras masih mampu berdiplomasi, Emang Ika rasa sama ? Menurutku
sih tidak, tandas Pras. Ada perbedaan kendati sedikit.
Ya memang, Mas mulai
meremas tanganku,...dan bahkan merangkulku tadi. Sesuatu yang tidak
dialami mbak Ayi. Tetapi bagiku masih ngambang.
Maksut Ika ?
Baik aku akan berterus
terang. Tapi ini perndapatku saja mas. Ga perlu ditanggapi kalau
perlu. Begini, kita berteman, bergaul – untuk tidak menyebut
pacaran – cukup lama. Berbulan-bulan. Meski mungkin ga selama mbak
Ayi. Aku juga tidur siang di kamar mas. Bagiku aneh. Kok tak ada
upaya mas Pras untuk bertindak layaknya laki-laki terhadap wanita ?
Maksut Ika hubungan
seks begitu ?
Ga usah terlalu vulgar
begitu. Tapi kan setidaknya ada gelagat ke sana.
Maksud Ika ?
Mas belum pernah sun
aku !
Astaghfirullah.
Oke, ga usah itu, sun
pipi saja ga pernah, ....
Ya mohon pengertian
Ika-lah, aku memang terlalu takut untuk melanggar norma. Tidakkah
Ika, juga aku, sebaiknya bersyukur, imanku masih kuat.
Yah, jelas, aku
bersyukur. Kalao memang sikap begitu lantaran mas Pras tetap kuat
iman, Ika sangat bersyukur dan Ika akan setia menunggu sampai kapan
pun. Ika lalu diam sebentar, lalu melanjutkan. Tetapi kalau bukan
karena itu , umpamanya, bagaimana ?
Maksud Ika ?
Ika yakin Mas Pras
tipe orang setia. Tetapi bisa terjadi kan – mudah-mudahan aku
keliru- kesetian mas bukan untukku melainkan untuk wanita lain, bisa
kan ?
Ketertegunan Pras
ditutupi dengan tersenyum lebar. Mungkin meniru Lena kretika bingung
menjawabnya: ya atau tidak. Ika masih menunggu ketegasan Pras tapi
Pras ngotot diam. Membiarkan soal ini menggantung.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar